Terbaru

LightBlog

Thursday, October 26, 2017

Makalah Zakat Produktif

       ZAKAT PRODUKTIF
1.      A.    Pendahuluan
Pembagian zakat dewasa ini yang umumnya dilakukan oleh lembaga zakat adalah dengan cara konsumtif. Padahal metode ini kurang menyentuh pada persoalan yang dihadapi oleh para mustahiq. Karena hanya membantu kesulitan mereka sesaat saja. Itu berarti bahwa harta zakat itu hanya bermanfaat saja, namun tidak ada daya gunanya. Namun, ada sebuah metode yang untuk memberdayagunakan harta zakat, yang bukan memberikan harta zakat dengan cara konsumtif yang hanya membantu kesulitan para mustahiq sesaat saja, namun metode pengelolaan zakat ini bisa berdaya guna secara produktif. Metode ini tidak hanya berguna saja, namun juga berdaya guna.
Dengan mendayagunakan harta zakat secara produktif, berarti zakat harta tidak hanya membantu mengurangi beban para orang-orang miskin saja, namun juga membantu mengurangi angka pengangguran yang  ada di Indonesia. Dengan adanya modal dari zakat harta yang didayagunakan tersebut, maka para penerima zakat bisa mengembangkannya untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka sehari-hari.
Sedangkan pemberian harta zakat dengan cara konsumtif, itu akan membuat orang-orang yang menerima zakat menjadi malas dan selalu berharap kemurahan hati si kaya, membiasakan mereka di bawah tangan, dan meminta serta menunggu belas kasih. Padahal Islam mengajarkan kita supaya kita selalu bekerja keras dan tidak mudah putus asa.
Namun realita sekarang ini, kebanyakan lembaga zakat masih menggunakan metode penyaluran zakat dengan cara konsumtif, sehingga membuat masyarakat yang menerima zakat menjadi malas untuk bekerja karena selalu mengharapkan belas kasih dari si kaya, dan hal ini membawa dampak yang negatif terhadap Indonesia yaitu meningkatkan angka pengangguran, sehingga rakyat Indonesia akan semakin menderita, yang miskin akan bertambah miskin, dan yang kaya semakin kaya.
Oleh karena itu, supaya rakyat kita hidupnya menjadi makmur dan sejahtera, ada baiknya jika pemberian zakat terhadap mereka yang miskin, tidak hanya diberikan dengan cara konsumtif saja, tetapi juga dengan cara produktif yang tidak hanya bisa mengurangi beban mereka yang  kesulitan namun juga bisa membantu mengurangi angka kemiskinan yang ada di Indonesia khususnya.

1.      B.     Pembahasan
1.      1.      Pengertian Zakat Produktif
Definisi zakat produktif akan menjadi lebih mudah dipahami jika diartikan berdasarkan suku kata yang membentuknya. Zakat adalah isim masdar dari katazaka-yazku-zakah. Oleh karena kata dasar zakat adalah zaka yang berarti berkah, tumbuh, bersih, baik, dan bertambah.[1]
Secara terminologi zakat adalah pemilikan harta yang dikhususkan kepada penerimanya dengan syarat-syarat tertentu.[2]
Sedangkan kata produktif adalah berasal dari bahasa Inggris yaitu “productive” yang berarti menghasilkan atau memberikan banyak hasil.[3]
Jadi, dapat disimpulkan bahwa pengertian produktif merupakan kata yang disifati oleh kata zakat. Sehingga yang dimaksud zakat produktif adalah pengelolaan dan penyaluran dana zakat yang bersifat produktif, yang mempunyai efek jangka panjang bagi para penerima zakat. Penyaluran dana zakat produktif ini dilakukan dalam rangka mewujudkan salah satu tujuan disyariatkannya zakat, yaitu mengentaskan kemiskinan umat secara bertahap dan berkesinambungan.[4]
1.      2.      Jenis Harta Zakat Produktif
Dalam kajian sejarah, ditemukan beberapa indikasi bahwa memang zakat sebaiknya tidak hanya dikelola secara konsumtif, tetapi dapat didayagunakan menjadi produktif. Adapun indikator yang kami maksud tersebut adalah :[5]
1.      Rasulullah saw tidak memberikan gaji resmi kepada para pengumpul zakat.
2.      Kebijakan Abu Bakar As-Siddiq yang tidak menahan harta negara terlalu lama,  termasuk harta zakat yang dikumpulkan.
3.      Pada pemerintahan Gubernur Syria diberlakukannya zakat atas kuda dan budak.
4.      Khalifah Umar memberlakukan zakat atas kebun karet yang ditemukan di semenanjung Yaman, hasil-hasil laut serta madu.
5.      Khalifah Utsman ibn Affan mendelegasikan kewenangan menaksir harta yang dizakati kepada para pemiliknya masing-masing.
6.      Gubernur Kuffah atas izin Khalifah Ali bin Abi Thalib memungut zakat atas sayuran segar yang akan digunakan sebagai bumbu masakan.
Dalam ranah perekonomian modernpun, keberadan zakat di Indonesia menuntut adanya regulasi yang menaunginya. Undang-Undang  Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2011  tentang pengelolaan zakat pada bab I pasal 4 disebutkan bahwa:[6]
1)      Zakat meliputi zakat mal dan zakat fitrah.
2)      Zakat mal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:[7]
a)                 Emas, perak, logam mulia lainnya.
b)                 Uang dan surat berharga lainnya.
c)                 Perniagaan.
d)                Pertanian, perkebunan dan kehutanan.
e)                 Peternakan dan perikanan.
f)                  Pertambangan.
g)                 Perindustrian.
h)                 Pendapatan dan jasa.
i)                   Rikaz.[8]
Selanjutnya, pada bab III bagian ketiga pasal 27 disebutkan bahwa:[9]
1)      Zakat dapat didayagunakan untuk usaha produktif dalam rangka penanganan fakir miskin dan peningkatan kualitas umat.
2)      Pendayagunaan zakat untuk usaha produktif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan apabila kebutuhan dasar mustahik telah terpenuhi.
Dari regulasi tersebut dapat disimpulkan bahwa semua jenis harta yang disebutkan dalam Undang-Undang tersebut adalah dibenarkan dan diamanatkan sebagai jenis harta zakat produktif.


1.      3.      Peran Zakat Dalam Pemberdayaan Ekonomi Umat
Tidak dapat dipungkiri bahwa zakat adalah sebagai salah satu tambahan pemasukan baru. Hal ini akan menyebabkan adanya peningkatan pada permintaan terhadap barang. Sedangkan pada sektor produksi akan menyebabkan bertambahnya produktivitas, sehingga perusahaan-perusahaan yang telah ada semakin bergerak maju, bahkan memunculkan berdirinya perusahaan-perusahaan baru untuk menghadapi permintaan tersebut. Di lain pihak, modal yang masuk ke perusahaan tersebut semakin bertambah banyak. Setiap suatu barang sangat penting dan merupakan kebutuhan yang mendasar, setiap itu pula permintaan tidak akan berubah. Hal inilah yang menyebabkan terus-menerusnya produktivitas perusahaan dan terjaminnya modal-modal yang diinvestasikan.[10]
Timbulnya peningkatan pada permintaan dapat dibuktikan ketika harta zakat dibagikan kepada mereka yang berhak menerimanya. Dan peningkatan pembelian tersebut tidak akan terjadi kecuali dengan adanya penambahan pemasukan, salah satunya adalah zakat.[11]
Ketika zakat diambil dan dikumpulkan dari mereka yang memiliki pemasukan tinggi dan diberikan kepada meraka yang memiliki pemasukan terbatas, maka kecondongan konsumtif dari mereka yang memiliki pemasukan yang tinggi akan lebih sedikit dari mereka yang memiliki penghasilan terbatas. Pengaruh optimistif zakat adalah  pengecualian dari tingkat perbedaan antara kecondongan konsumtif dengan pemasukan yang ada untuk mewujudkan keseimbangan antara pengeluaran dan pemasukan. Dengan arti bahwa kecondongan konsumtif akan menjadi semakin besar ketika zakat telah dilaksanakan dibandingkan dengan sebelumnya.

1.      4.      Manajemen Zakat Produktif
Membicarakan manajemen zakat berarti kita membicarakan kegiatan perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasaan pengumpulan dan pendistribusian serta pendayagunaan zakat itu sendiri.
1.      Perencanaan pengelolaan zakat
1)      Perancanaan strategis kelembagaan
Perencanaan adalah pemilihan sekumpulan kegiatan dan pemutusan selanjutnya apa yang harus dilakukan, kapan, bagaimana, dan oleh siapa. Perencanaan yang baik dapat dicapai dengan mempertimbangkan kondisi di waktu yang akan datang dalam mana perencanaan dan kegiatan yang diputuskan akan dilaksanakan, saat periode sekarang pada saat rencana dibuat.[12]
Oleh karena itu, maka dalam melakukakan perencanaan, ada beberapa aspek yang harus diperhatikan, antara lain sebagai berikut:[13]
a)         Hasil yang ingin dicapai.
b)         Apa yang akan dilakukan.
c)         Waktu dan skala prioritas.
d)        Dana (kapital).
Perencanaan dengan segala variasinya ditujukan untuk membantu mencapai tujuan suatu lembaga atau organisasi. Ini merupakan prinsip yang penting, karena fungsi perencanaan harus mendukung fungsi manajemen berikutnya, yaitu fungsi pengorganisasian, fungsi pelaksanaan, dan fungsi pengawasan.[14]
Jadi perencanaan zakat pada pokoknya adalah mengerjakan urusan zakat dengan mengetahui apa yang dikehendaki untuk dicapai, baik yang diselesaikan sendiri atau orang lain yang setiap waktu selalu mengetahui apa yang harus dituju. Dalam perencanaan diperlukan semacam kemahiran untuk melakukan, bisa melalui pelatihan atau pengalaman, semakin kompleks perencanaannya, maka semakin diperlukan ketinggian dan kompleks tingkat kemahirannya dalam menilai dan menyusun apa yang diperlukan.[15]
2)      Perecanaan tujuan kelembagaan
Perencanaan yang dimaksud di sini adalah bertujuan untuk melahirkan visi dan misi sebuah lembaga/organisasi zakat. Karena dari visi dan misi inilah nantinya lahir berbagai macam program yang nantinya diaktualisasikan. Misalnya program ekonomi, yaitu:[16]
a)      Pengembangan potensi agrobisnis termasuk industri rakyat berbasis kekuatan lokal.
b)      Pengembangan lembagaa keuangan berbasis ekonomi syariah.
c)      Pemberdayaan masyarakat petani dan pengrajin.
d)     Pemberdayaan keuangan mikro dan usaha riil berupa industri beras, air minum, peternakan, pertanian, dan tanaman keras.
e)      Memberdayakan ekonomi kaum fakir miskin dengan mengutamakan ilmu kail menangkap ikan.
f)       Program wakaf tunai untuk kartu sehat dan pemberdayaan ekonomi.
g)      Pemberdayaan usaha kecil dengan program pendampingan dan bimbingan.
h)      Paket pelatihan menjahit, montir dan manajemen usaha.
i)        Pemberdayaan ekonomi umat melalui program pelatihan kewirausahaan dan penyaluran bantuan dana usaha bagi pedagang dan pengusaha.
j)        Mengembangkan investasi dana untuk proyek konsumtif dan bantuan modal untuk lepas dari riqab dangarimin.
k)      Pemberdayaan umat melalui penyertaan modal, sentra industri dan dana bergulir.
1.      Pengorganisasian pengelolaan dana zakat
Sebagai sebuah lembaga, Badan Amil Zakat juga harus dikelola secara profesional dan didasarkan atas aturan-aturan keorganisasian. Untuk terwujudnya suatu organisasi/lembaga yang baik, maka perlu dirumuskan beberapa hal di bawah ini:[17]
1)      Adanya tujuan yang akan dicapai.
2)      Adanya penetapan dan pengelompokan pekerjaan.
3)      Adanya wewenang dan tanggung jawab.
4)      Adanya hubungan satu sama lain.
5)      Adanya penetapan orang-orang yang akan melakukan pekerjaan atau tugas-tugas yang diembankan kepadanya.
1.      Pelaksanaan dalam penghimpunan dan pendistribusian zakat
Ada tiga strategi dalam pelaksanaan pengumpulan zakat,  yaitu:[18]
1)      Pembentukan unit pengumpulan zakat.
2)      Pembukaan kounter penerimaan zakat.
3)      Pembukaan rekening bank.
Di samping itu, untuk menumbuhkan berzakat, baik untuk pegawai institusional pemerintah maupun swasta, dapat melakukan berbagi cara, misalnya:[19]
1)      Memberikan wawasan yang benar dan memadai tentang zakat, infaq, sedekah, baik dari epistemologi, terminologi maupun kedudukannya dalam ajaran Islam.
2)      Manfaat serta hajat dari zakat, infaq, sedekah, khususnya untuk pelakunya maupun para mustahiqzakat.
Sedangkan untuk pelaksanaan pendistribusian zakat produktif dapat dikategorikan dalam berapa cara yaitu:[20]
1)      Produktif konvensional
Pendistribusian ini adalah zakat yang diberikan dalam bentuk barang-barang produktif, di mana dengan menggunakan barang-barang tersebut, para mustahiqdapat menciptakan suatu usaha, seperti pemberian bantuan ternak kambing, sapi perahan atau untuk membajak sawah, alat pertukangan, mesin jahit, dan sebagainya.
2)      Produktif kreatif
Pendistribusian zakat secara produktif kreatif ialah zakat yang diwujudkan dalam bentuk pemberian modal bergulir, baik untuk permodalan proyek sosial, seperti membangun sekolah, sarana kesehatan atau tempat ibadah maupun sebagai modal usaha untuk membantu atau bagi pengembangan usaha para pedagang atau pengusaha kecil.
1.      Pengawasan pengelolaan zakat
Pengawasan dapat didefinisikan sebagai proses untuk menjamin bahwa tujuan-tujuan organisasi dan manajemen tercapai. Ini berkenaan dengan cara-cara membuat kegiatan-kegiatan sesuai dengan yang telah direncanakan sebelumnya. Pengertian ini menunjukkan adanya hubungan yang erat antara perencanaan dan pengawasan. Oleh karena itu, pengawasan mempunyai peranan atau kedudukan yang sangat penting dalam manajemen, karena mempunyai fungsi untuk menguji apakah pelaksanaan kerja itu teratur, tertib, terarah atau tidak.[21]

Pada tingkat pendistribusian dan pendayagunaan, pelaksanaan zakat juga masih memiliki masalah. Ketika potensi kekayaan umat masih sangat terbatas, mungkin tidak ada masalah dalam mendistribusikan dan mendayagunakan zakat itu. Ketika zakat sudah mencapai jumlah angka yang besar, bermunculanlah permasalahan baru. Dengan besarnya potensi umat ini tentu perlu adanya peningkatan pengelolaan secara profesional dan proporsional serta lebih berdayaguna bagi kepentingan umat. Persoalan manajemen zakat diawali oleh adanya kesenjangan antara potensi dan realita.  Pada kondisi ini kesenjangan manajemen dibagi menjadi empat faktor pokok yaitu keberadaan sumber dana, pengorganisasian, pelaporan, dan pemanfaatan sasaran.[22]
Untuk membahas semua persoalan kesenjangan di atas dibutuhkan pemahaman tentang kerangka sistem terpadu, yaitu kerangka sistem yang meliputi orientasi organisasi sebagai berikut:[23]
a. Orientasi sumber
Sistem dengan orientasi sumber memandang organisasi sebagai fungsi untuk menghimpun sumber daya secara maksimal. Input dapat berupa kuantitas materi maupun kualitas sumber daya manusia. Dalam manajemen zakat artinya adalah bagaimana organisasi mampu menghimpun daya berupa dana zakat dalam jumlah yang sebesar-besarnya.
b. Orientasi proses
Sistem dengan orientasi proses bertujuan menjamin kelangsungan organisasi melalui penanganan manajemen secara efisien/lancar. Kebutuhan proses ditampilkan melalui praktek penanganan yang berupa konsultasi penyaluran, komunikasi-informasi program pengembangan, kesiapan perangkat pelaksana operasional serta kejelasan pelaporan manfaat kepada masyarakat.
c. Orientasi tujuan
Sistem dengan orientasi tujuan dimaksudkan agar organisasi mampu mengemban misi dalam mencapai sasaran secara efektif. Dalam bahasan zakat, orientasi yang dimaksud adalah bagaimana zakat dapat didayagunakan kepada sasaran delapan asna>f dengan sebaik-baiknya. Orientasi tujuan mengandung pertimbangan pokok bahwa teknik manajemen harus mampu menjamin tercapainya manfaat jangka pendek dan jangka panjang. Artinya zakat bukan sekedar kepentingan distribusi konsumsi (jangka pendek) tetapi secara prinsip adalah bagaimana zakat dapat mengangkat harkat manusia dalam menjalani hidup yang seimbang antara kepentingan dunia dan akhirat (jangka panjang).
Ada beberapa pendayagunaan atau pemberdayaan zakat produktif di antaranya adalah sebagai berikut:[24]
1) Orientasi pembangunan
Zakat diberikan tidak sekedar sampai pada fakir, sunnah Nabi menyarankan agar zakat dapat membebaskan seorang fakir dari kefakirannya. Nabi pun dicerca orang yang tidak mendapat bagian zakat atau dipuji karena seseorang mendapat sesuai dengan yang diingininya. Padahal Nabi menentukan mustahiq atas dasar tepatnya sasaran.
Apabila tidak ada lagi mustahiq maka dana zakat dikirimkan ke luar daerah atau untuk dimasukkan ke dalam dana bait al-ma>l seperti dilakukan oleh Mu’az pada zaman Khalifah Umar. Tiga kali Gubernur Yaman mengirimkan zakat kepada Umar, dan tiga kali Umar menolak, bahwa ia tidak menyuruh Mu’az memungut upeti. Tetapi Mu’az menerangkan bahwa ia tidak lagi mendapatkan mustahiq zakat.
2) Mustahiq zakat
Di dalam Al-Qur’an disebutkan mustahiq adalah 8asna>f. Pengertian tentang kedelapan asna>fberkembang sesuai dengan berubahnya kondisi sosial ekonomi di atas dasar yang tetap.
3) Proyek rintisan
Dengan mengubah orientasi, tetapi tetap berpegang kepada nash mustahiq seperti tersebut di atas, dilakukan proyek rintisan untuk mengembangkan pendayagunaan zakat untuk mencapai efektif manfaat yang maksimal. Proyek rintisan pada dasarnya memerlukan dana yang besar. Hal ini perlu mendapat perhatian dan meminta kesadaran para muzakki. Memang dengan konsentrasi dana semacam ini dapat menimbulkan pengaruh yang dianggap kurang memperhatikan kepentingan para asnaf secara langsung.
Namun untuk mengatasi hal tersebut setiap proyek rintisan diprogramkan secara matang dengan mempertimbangkan kepentingan para asna>f (sesuai nash). Di samping itu penanganan proyek tentu sudah dilakukan pula lembaga-lembaga sosial lainnya. Dana yang dikumpulkan dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kesejahteraan lahir batin masyarakat, meliputi:
1.      Bidang sarana ibadah
1)   Membantu membangun/merehabilitasi mesjid, langgar dan mushalla.
2)   Menggairahkan dan membantu perlengkapan kegiatan ibadah wajib lainnya.
1.      Bidang pendidikan
1)   Mendirikan dan atau membantu pembangunan/rehabilitasi madrasah dan pondok pesantren terpadu.
2)   Pembangunan prasarana dan sarana keterampilan.
3)   Meningkatkan dakwah.
4)   Penelitian Islam.
5)   Publikasi mengenai Islam baik yang bersifat akademis maupun yang bersifat ilmiah populer.
6)   Mendirikan perpustakaan Islam dan membantu perpustakaan Islam yang ada.
1.      Bidang kesehatan
1)   Mendirikan rumah sakit Islam.
2)   Mendirikan Puskesmas.
3)   Mendirikan rumah-rumah bersalin.
1.      Bidang pelayanan sosial
1)   Mendirikan rumah-rumah yatim piatu.
2)   Mendirikan rumah orang tua jompo.
3)   Mendirikan rumah penderita cacat.
4)   Membantu rumah-rumah yatim piatu, orang tua jompo dan penderita cacat.
1.      Bidang ekonomi
1)   Menyediakan lapangan keja bagi fakir miskin sesuai keahlian dan kemampuannya.
2)   Memberikan pendidikan dan latihan keterampilan kepada remaja drop out.
3)   Memberikan modal kerja dan sarana bekerja bagi fakir miskin dan remaja drop out.
4)   Mengembangkan usaha pertanian, perkebunan, perikanan dan kerajinan bagi petani, nelayan dan pengrajin miskin.
5)   Membantu persiapan dan pelaksanaan transmigrasi.
6)   Mendirikan pusat studi Islam (Pustudis).
7)   Mendirikan musium peninggalan budaya Islam.
8)   Memberikan dana bantuan kepada lembaga-lembaga keagamaan yang bergerak di bidang pendidikan, dakwah, kesehatan, pelayanan sosial, tempat ibadah dan lain-lain.


1.      5.      Analisis Komparatif Zakat dan Pajak
1.      Persamaan zakat dengan pajak
Kini banyak berkembang pendapat di kalangan masyarakat tentang persamaan dan perbedaan antara zakat dan pajak. Sebagian mempersamakan secara mutlak, yaitu sama dalam status hukumnya, tata cara pengembaliannya, maupun pemanfaatannya. Sebagian lagi membedakan secara mutlak, berbeda dalam pengertian, tujuan, tata cara pengambilan, sekaligus penggunaannya. Ada pula yang melihat bahwa pada sisi tertentu terdapat persamaan antara keduanya, sedangkan pada sisi lain adanya perbedaan yang sangat mendasar antara keduanya. Di sini akan dikemukakan persamaan dan perbedaan antara  keduanya.[25]
Terdapat beberapa persamaan pokok antara zakat dan pajak, antara lain:[26]
1)      Unsur paksaan
Seseorang muslim yang memiliki harta telah memenuhi persyaratan zakat, jika melalaikan atau tidak mau menunaikannya, penguasa yang diwakili oleh para petugas zakat wajib memaksanya. Hal ini sejalan dengan firman Allah dalam Surah At-Taubah ayat 103  yang artinya:[27]
“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, guna membersihkan dan mensucikan mereka dan berdo’alah untuk mereka, sesungguhnya do’amu itu (menumbuhkan) ketentraman jiwa bagi mereka. Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui”.
Demikian pula halnya seorang yang sudah termasuk wajib pajak, dapat dikenakan tindakan paksa padanya, baik secara tidak langsung maupun tidak langsung, jika wajib pajak melalaikan kewajibannya. Tindakan paksa tersebut dilakukan secara bertingkat mulai dari peringatan, teguran, surat paksa, sampai dengan penyitaaan.
2)      Unsur pengelola
Asas pelaksanaan pengelolaan zakat didasarkan pada firman Allah yang terdapat dalam Surah At-Taubah ayat 60 yang artinya:[28]
“Sesungguhnya zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang miskin, amil zakat, yang dilunakkan hatinya (mualaf), untuk (memerdekakan) hamba sahaya, untuk (membebaskan) orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai kewajiban dari Allah. Allah Maha Mengetahui, Maha Bijaksana”.
Berdasarkan ayat tersebut, dapat diketahui bahwasanya pengelolaan zakat bukan semata-mata dilakukan secara individual, dari  muzakki diserahkan langsung kepadamustahiq, akan tetapi dilakukan oleh sebuah lembaga yang khusus menangani zakat, yang memenuhi persyaratan tertentu yang disebut dengan amil zakat. Amil zakat inilah yang memiliki tugas melakukan sosialisasi kepada masyarakat, melakukan penagihan dan pengambilan, serta mendistribusikannya secara tepat dan benar. Dalam bab II Undang-Undang Republik Indonesia nomor 23 tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat dikemukakan bahwa organisasi pengelolaan zakat di Indonesia ada dua macam, yaitu Badan Amil Zakat (BAZ) dan Lembaga Amil Zakat (LAZ).
Adapun pengelolaan pajak, jelas harus diatur oleh negara. Hal ini sejalan dengan pengertian pajak itu sendiri, yaitu iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) oleh wajib pajak untuk membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapatkan prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum, berhubungan dengan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.
3)      Unsur tujuan
Dari sudut pembangunan kesejahteraan masyarakat, zakat memiliki tujuan yang sangat mulia, yaitu untuk menciptakan kesejahteraan, keamanan, dan ketentraman. Demikian juga pajak, tujuannya relatif sama terutama dalam hal pembiayaan pembangunan negara  untuk menciptakan kesejahteraan masyarakat banyak, atau dengan kata lain tujuan zakat dan pajak yaitu sebagai sumber dana untuk mewujudkan suatu masyarakat adil makmur yang merata dan berkesinambungan antara kebutuhan material dan spiritual.
1.      Perbedaan zakat dan pajak
Beberapa perbedaan zakat dan pajak adalah sebagai berikut:[29]
1)      Dari segi istilah, zakat mengandung arti suci, tambah, dan berkah. Orang yang mengeluarkan zakat jiwanya bersih dari sifat kikir, tamak, hartanya tidak kotor lagi, karena hak orang lain telah disisihkan dan diberikan kepada yang berhak menerimanya. Harta yang dizakati itu juga membawa berkah dan tumbuh berkembang. Berkurang dalam pandangan manusia, tetapi bertambah dalam pandangan agama (Allah). Sedangkan pajak artinya adalah hutang, pajak tanah dan sebagainya yang wajib dibayar sehingga pajak itu adalah beban berat yang dipaksakan walaupun hasil pajak itu juga dimanfaatkan untuk pembangunan dan kepentingan negara.
2)      Zakat adalah ibadah yang diwajibkan kepada umat sebagai tanda bersyukur kepada Allah, dan mendekatkan diri kepada-Nya. Sedangkan pajak adalah kewajiban atas muslim ataupun non-muslim, yang tidak dikaitkan dengan ibadah.
3)      Zakat ketentuannya dari Allah dan Rasul-Nya, yaitu penentuan nisab dan penyalurannya. Berbeda dengan pajak, ketentuannya sangat bergantung kepada kebijaksanaan penguasa (pemerintah). Orang yang dikenakan pajak belum tentu dia harus membayar zakat, karena zakat ada patokan nisabnya yang berlaku.
4)      Zakat adalah kewajiban yang bersifat permanen, terus-menerus berjalan selama hidup di atas bumi ini. Kewajiban mengeluarkan zakat tidak bisa dihapuskan oleh siapapun. Berbeda dengan pajak, bisa ditambah, dikurangi dan bahkan dihapuskan sesuai dengan kepentingan negara.
5)      Maksud dan tujuan zakat mengandung pembinaan spiritual dan moral yang lebih tinggi dari maksud dan tujuan pajak.

1.      Kewajiban zakat dan pajak
Zakat dan pajak merupakan bentuk usaha untuk mengumpulkan dana dari masyarakat. Hanya saja ada beberapa perbedaan yang melatarbelakanginya termasuk penetapan hukumnya. Zakat sudah jelas merupakan ketentuan dari agama sedangkan pajak bersumber dari kebijakan dan ijtihad pemerintah.[30]Keputusan pemerintah ini tidak bertentangan dengan agama seperti tertera dalam Surah An-Nisa ayat 59 yang artinya:[31]
            “Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad), dan ulil amri (pemegang kekuasaan) di antara kamu. Kemudian jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul (Sunnahnya), jika kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu, lebih utama (bagimu)dan lebih baik akibatnya”.

1.      C.    Penutup
Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi pokok bahasan dalam makalah ini, penulis menyadari masih banyak kekurangan dan kelemahannya, karena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya referensi yang berhubungan dengan makalah ini.
Penulis berharap para pembaca bisa memberikan kritik dan saran yang membangun kepada penulis demi sempurnanya makalah ini dan penulisan makalah di kesempatan-kesempatan berikutnya. Semoga makalah ini berguna bagi penulis pada khususnya dan juga bagi pembaca pada umumnya.
  
DAFTAR PUSTAKA

Buku
Abdul Al-Hamid Mahmud Al-Ba’ly, Ekonomi Zakat Sebuah Kajian Moneter dan keuangan syariah, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 2006.
Adiwarman Azwar Karim, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, PT. Raja Grafindo Persada, 2004.
Fakhruddin, Fiqih dan Manajemen Zakat di Indonesia,Malang, UIN-Malang Press, 2008.
Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahnya.
M. Ali Hasan, Masail Fiqhiyah, Jakarta, PT Raja Grafindo Persada,2003.
Nurul Huda dan Mohammad Heykal, Lembaga Keuangan Islam: Tinjauan Teoritis dan Praktis, Jakarta, Kencana, 2010
Sudirman, Zakat Dalam Pusaran Modernitas, Malang, UIN-Malang Press, 2007.


No comments:

Post a Comment

Adbox