Terbaru

LightBlog

Wednesday, October 25, 2017

Makalah Kebijakan Publik (Ilmu ADM NEGARA)

A.        Latar Belakang
Tahapan sebuah kebijakan  tentu saja melibatkan seluruh stake holder yang ada, baik sektor swasta maupun publik secara kelompok maupun individual. Implementasi kebijakan meliputi tiga unsur yakni tindakan yang diambil oleh badan atau lembaga administratif; tindakan yang mencerminkan ketaatan kelompok target serta jejaring sosial politik dan ekonomi yang mempengaruhi tindakan para stake holder tersebut. Interaksi ketiga unsur tersebut pada akhirnya akan menimbulkan dampak baik dampak yang diharapkan maupun dampak yang tidak diharapkan.
Hasil akhir implementasi kebijakan paling tidak terwujud dalam beberapa indikator yakni hasil atau output yang biasanya terwujud dalam bentuk konkret semisal dokumen, jalan, orang, lembaga; keluaran atau outcome yang biasanya berwujud rumusan target semisal tercapainya pengertian masyarakat atau lembaga; manfaat atau benefit yang wujudnya beragam; dampak atau impact baik yang diinginkan maupun yang tak diinginkan serta kelompok target baik individu maupun kelompok.
Implementasi mengacu pada tindakan untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dalam suatu keputusan, tindakan ini berusaha untuk mengubah keputusan-keputusan tersebut menjadi pola-pola operasional serta berusaha mencapai perubahan-perubahan besar atau kecil sebagaimana yang telah diputuskan sebelumnya. Implementasi pada hakikatnya juga upaya pemahaman apa yang seharusnya terjadi setelah sebuah program dilaksanakan. Implementasi kebijakan tidak hanya melibatkan instansi yang bertanggungjawab untuk pelaksanaan kebijakan tersebut, namun juga menyangkut jaringan kekuatan politik, ekonomi, dan sosial. Dalam tataran praktis, implementasi adalah proses pelaksanaan keputusan dasar. Proses tersebut terdiri atas beberapa tahapan yakni:
  1. Tahapan pengesahan peraturan perundangan;
  2. Pelaksanaan keputusan oleh instansi pelaksana;
  3. Kesediaan kelompok sasaran untuk menjalankan keputusan;
  4. Dampak nyata keputusan baik yang dikehendaki atau tidak;
  5. Dampak keputusan sebagaimana yang diharapkan instansi pelaksana;
  6. Upaya perbaikan atas kebijakan atau peraturan perundangan.
Proses persiapan implementasi setidaknya menyangkut beberapa hal penting yakni:
  1. Penyiapan sumber daya, unit dan metode;
  2. Penerjemahan kebijakan menjadi rencana dan arahan yang dapat diterima dan dijalankan;
  3. Penyediaan layanan, pembayaran dan hal lain secara rutin.
Oleh karena itu, implikasi sebuah kebijakan merupakan tindakan sistematis dari pengorganisasian, penerjemahan dan aplikasi.
1

B.        Rumusan Masalah
Adapun permasalahan yang akan dibahas dalam proses penyusunan makalah ini adalah tentang tahapan kebijakan.
Untuk memberikan kejelasan makna serta menghindari meluasnya pembahasan, maka dalam makalah ini masalahnya dibatasi pada :
1. Pengertian tahapan kebijakan
2. Sistematika pembuatan kebijakan
3. Kebijakan publik

C.        Tujuan Penulisan

Pada dasarnya tujuan penulisan makalah ini terbagi menjadi dua bagian, yaitu tujuan umum dan khusus. Tujuan umum dalam penyusunan makalah ini adalah untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Pendidikan Agama.
Adapun tujuan khusus dari penyusunan makalah ini adalah :
1. Untuk mengetahui pengertian tahapan kebijakan
2. Untuk mengetahui sistematika kebijakan
3. Untuk mengetahui tentang kebijakan publik

D.        Metode Penulisan

Dalam proses penyusunan makalah ini menggunakan motede heuristic. Metode yaitu proses pencarian dan pengumpulan sumber-sumber dalam melakukan kegiatan penelitian. Metode ini dipilih karena pada hakekatnya sesuai dengan kegiatan penyusunan dan penulisan yang hendak dilakukan. Selain itu, penyusunan juga menggunakan studi literatur sebagai teknik pendekatan dalam proses penyusunannya.

E.        Sestimatika Penulisan

Sistematika penyusunan makalah ini dibagi menjadi tiga bagian utama, yang selanjutnya dijabarkan sebagai berikut :
  •  
2
  • Bagaian kesatu adalah pendahuluan. Dalam bagian ini penyusun memeparkan beberapa Pokok permasalahan awal yang berhubungan erat dengan permasalah utama. Pada bagian pendahuluan ini di paparkan tentang latar belakang masalah batasan, dan rumusan masalah, tujuan penulisan makalah, metode penulisan dan sistematika penulisan makalah.
  • Bagian Kedua yaitu pembahasan. Pada bagian ini merupakan bagaian utama yang hendak dikaji dalam proses penyusunan makalah. Penyususn berusaha untuk mendeskripsikan berbagai      temuan yang berhasil ditemukan dari hasil pencarian sumber/bahan.
  • Bagian ketiga yaitu Kesimpulan. Pada Kesempatan ini penyusun berusaha untuk mengemukakan terhadap semua permasalahan-permasalahan yang dikemukakan oleh penyusun dalam perumusan masalah.
BAB II
PEMBAHASAN
A.        Pengertian Tahapan kebijakan
Tahapan kebijakan adalah rangkaian konsep dan asas yang menjadi pedoman dan dasar rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan, dan cara bertindak. Istilah ini dapat diterapkan pada pemerintahanorganisasi dan kelompok sektor swasta, serta individu. Kebijakan berbeda dengan peraturan dan hukum. Jika hukum dapat memaksakan atau melarang suatu perilaku (misalnya suatu hukum yang mengharuskan pembayaran pajak penghasilan), kebijakan hanya menjadi pedoman tindakan yang paling mungkin memperoleh hasil yang diinginkan.
Kebijakan atau kajian kebijakan dapat pula merujuk pada proses pembuatan keputusan-keputusan penting organisasi, termasuk identifikasi berbagai alternatif seperti prioritas program atau pengeluaran, dan pemilihannya berdasarkan dampaknya. Kebijakan juga dapat diartikan sebagai mekanisme politis, manajemen, finansial, atau administratif untuk mencapai suatu tujuan eksplisit.
Sebuah kebijakan identik dengan sebuah keputusan, adapun keputusan itu sendiri dapat diartikan suatu reaksi terhadap beberapa solusi alternatif yang dilakukan secara sadar dengan cara menganalisa kemungkinan – kemungkinan dari alternatif tersebut bersama konsekuensinya.Setiap keputusan akan membuat pilihan terakhir, dapat berupa tindakan atau opini. Itu semua bermula ketika kita perlu untuk melakukan sesuatu tetapi tidak tahu apa yang harus dilakukan. Untuk itu keputusan dapat dirasakan rasional atau irrasional dan dapat berdasarkan asumsi kuat atau asumsi lemah. keputusan adalah suatu ketetapan yang diambil oleh organ yang berwenang berdasarkan kewenangan yang ada padanya.
B.        Sistematika kebijakan publik
Berdasarkan berbagai definisi para ahli kebijakan publik, kebijakan publik adalah kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh pemerintah sebagai pembuat kebijakan untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu di masyarakat di mana dalam penyusunannya melalui berbagai tahapan. Tahap-tahap pembuatan kebijakan publik menurut William Dunn
Tahap-tahap kebijakan publik menurut William Dunn. adalah sebagai berikut:
1.         Penyusunan Agenda
Agenda setting adalah sebuah fase dan proses yang sangat strategis dalam realitas kebijakan publik. Dalam proses inilah memiliki ruang untuk memaknai apa yang disebut sebagai masalah publik dan prioritas dalam agenda publik dipertarungkan. Jika sebuah isu berhasil mendapatkan status sebagai masalah publik, dan mendapatkan prioritas dalam agenda publik, maka isu tersebut berhak mendapatkan alokasi sumber daya publik yang lebih daripada isu lain.

4
Dalam agenda setting juga sangat penting untuk menentukan suatu isu publik yang akan diangkat dalam suatu agenda pemerintah. Issue kebijakan (policy issues) sering disebut juga sebagai masalah kebijakan (policy problem). Policy issues biasanya muncul karena telah terjadi silang pendapat di antara para aktor mengenai arah tindakan yang telah atau akan ditempuh, atau pertentangan pandangan mengenai karakter permasalahan tersebut. Menurut William Dunn (1990), isu kebijakan merupakan produk atau fungsi dari adanya perdebatan baik tentang rumusan, rincian, penjelasan maupun penilaian atas suatu masalah tertentu. Namun tidak semua isu bisa masuk menjadi suatu agenda kebijakan.
Ada beberapa Kriteria isu yang bisa dijadikan agenda kebijakan publik (Kimber, 1974; Salesbury 1976; Sandbach, 1980; Hogwood dan Gunn, 1986) diantaranya:
  1. Telah mencapai titik kritis tertentu à jika diabaikan, akan menjadi ancaman yang serius;
  2. Telah mencapai tingkat partikularitas tertentu à berdampak dramatis;
  3. Menyangkut emosi tertentu dari sudut kepent. orang banyak (umat manusia) dan mendapat dukungan media massa;
  4. Menjangkau dampak yang amat luas ;
  5. Mempermasalahkan kekuasaan dan keabsahan dalam masyarakat ;
  6. Menyangkut suatu persoalan yang fasionable (sulit dijelaskan, tetapi mudah dirasakan kehadirannya)
Karakteristik : Para pejabat yang dipilih dan diangkat menempatkan masalah pada agenda publik. Banyak masalah tidak disentuh sama sekali, sementara lainnya ditunda untuk waktu lama.
Ilustrasi : Legislator negara dan kosponsornya menyiapkan rancangan undang-undang mengirimkan ke Komisi Kesehatan dan Kesejahteraan untuk dipelajari dan disetujui. Rancangan berhenti di komite dan tidak terpilih.
Penyusunan agenda kebijakan seyogianya dilakukan berdasarkan tingkat urgensi dan esensi kebijakan, juga keterlibatan stakeholder. Sebuah kebijakan tidak boleh mengaburkan tingkat urgensi, esensi, dan keterlibatan stakeholder.
2. Formulasi kebijakan
Masalah yang sudah masuk dalam agenda kebijakan kemudian dibahas oleh para pembuat kebijakan. Masalah-masalah tadi didefinisikan untuk kemudian dicari pemecahan masalah yang terbaik. Pemecahan masalah tersebut berasal dari berbagai alternatif atau pilihan kebijakan yang ada. Sama halnya dengan perjuangan suatu masalah untuk masuk dalam agenda kebijakan, dalam tahap perumusan kebijakan masing-masing alternatif bersaing untuk dapat dipilih sebagai kebijakan yang diambil untuk memecahkan masalah.
3. Adopsi/ Legitimasi Kebijakan
4. Penilaian/ Evaluasi KebijakanTujuan legitimasi adalah untuk memberikan otorisasi pada proses dasar pemerintahan. Jika tindakan legitimasi dalam suatu masyarakat diatur oleh kedaulatan rakyat, warga negara akan mengikuti arahan pemerintah.Namun warga negara harus percaya bahwa tindakan pemerintah yang sah.
Secara umum evaluasi kebijakan dapat dikatakan sebagai kegiatan yang menyangkut estimasi atau penilaian kebijakan yang mencakup substansi, implementasi dan dampak. Dalam hal ini , evaluasi dipandang sebagai suatu kegiatan fungsional. Artinya, evaluasi kebijakan tidak hanya dilakukan pada tahap akhir saja, melainkan dilakukan dalam seluruh proses kebijakan.
C. Evaluasi Kebijakan
Dalam mengadakan sebuah proses evaluasi, terdapat beberapa hal yang akan dibahas yaitu apa yang menjadi bahan evaluasi, bagaimana proses evaluasi, kapan evaluasi diadakan, mengapa perlu diadakan evaluasi, dimana proses evaluasi diadakan, dan pihak yang mengadakan evaluasi.
Secara garis besar, proses evaluasi terbagi menjadi di awal (pretest) dan diakhir (posttest). Pretest merupakan sebuah evaluasi yang diadakan untuk menguji konsep dan eksekusi yang direncanakan. Sedangkan, posttest merupakan evaluasi yang diadakan untuk melihat tercapainya tujuan dan dijadikan sebagai masukan untuk analisa situasi berikutnya
Untuk mencapai evaluasi tersebut dengan baik, diperlukan sejumlah tahapan yang harus dilalui yakni menentukan permasalahan secara jelas, mengembangkan pendekatan permasalahan, memformulasikan desain penelitian, melakukan penelitian lapangan untuk mengumpulkan data, menganalisis data yang diperoleh, dan kemampuan menyampaikan hasil penelitian.
d.         Implementasi Kebijakan
Implementasi kebijakan pada prinsipnya adalah cara yang di laksanakan agar sebuah kebijakan dapat tercapai tujuannya(Dwijowijoto,2003:158). Dijelaskan oleh putt dan springer implementasi kebijakan adalah serangkaian aktivitas dan keputusan yang memudahkan pernyataan kebijakan dalam formulasi terwujudke dalam paktik organisasi. Tangkilisan (2003:11) berpendapat bahwa pelaksanaan kebijakan memerlukan sejumlah keputusan dan tindakan oleh kepala sekolah. ada empat faktor penting dalam mengimplementasikan kebijakan yaitu komunikasi, sumber, disposisi, atau sikap dan struktur birokrasi. Untuk mengimplementasikan kebijakan ada dua pilihan langkah yang memungkinkan, yaitu langsung mengimplemntasikan dalam bentuk program-program, atau dapat melalui kebijakan derivat (turunan) dari kebijakan publik tersebut.
e.         Komunikasi
Proses komunikasi ekfektif diperlukan dalam kerangkapelaksanaan kebijakan. Itu artinya pemimpin harus mengkomunikasikan kepada bidang yang bertanggung jawab dalam melaksanakan kebijakan agar memahami kebijakan yang menjadi tenggung jawabnya, maka untuk mengimplementasikan kebijakan secara tepat, ukuran implementasi mesti tidak hanya diterima, namun kebijakan yang di laksanakan bagi mereka harus juga jelas.
f.          Sumber Daya
Betapapun jelasnya proses komunikasi kebijakan kepada pelaksana kebijakan dan betapapun perintah dan kewenangan sudah diberikan, tetapi kalau sumber daya yang tersedia tidak mendukung hal ini dapat menghambat pelaksanaan kebijakan. Adapun pentingnya sumber daya ini mencakup: jumlah staf yang tepat, keahlian yang di perlukan, informasi yang relevan tentang cara melaksanakan kebijakan dan berbagai penyesuaian lainnya. Jika sumber daya tidak cukup, berarti kebijakan tidak akan terlaksana karena prosedur kerja, kegiatan yang ditetapkan tidak dapat dibumikan dalam memenuhi tujuan dan harapan stakeholders atau pelanggan.
g.         Disposisi
Disposisi atau sikap di sini dimaksudkan adalah sikap pelaksanaan kebijakan. Para pelaksana kebijakan yang ditetapkan dengan kemampuannya memang harus terdorong sepenuh hati atau memiliki komitmen melaksanakan kebijakan tersebut. Disini diperlukan keseimbangan pandangan bahwa kebijakan dilaksanakan memenuhi tujuan pribadi dan tujuan organisasi sehingga kebijakan menyentuh harapan yang sejatinya adalah mencapai tujuan.
 h.         Sruktur Birokrasi
Bila para pelaksanasudah tahu apa yang akan dikerjakan karena sudah dikomunikasikan dan mau melaksanakan namun kadang terhambat karena stuktur birokrasi. Masalah koordinasi menjadi faktor struktur birokrasi yang dapat menghambat pelaksanaan kebijakan. Karena dalam pelaksanaan kebijakan melibatkan banyak orang, bidang dan lingkungan yang dapat mempengaruhi kelancaran dan keberhasilan kebijakan. 
Ada beberapa variabel yang termasuk sebagai faktor yang mempengaruhi kebijakan publik, yaitu:
  1. Aktuvitas implementasi dan komunikasi antar organisasi
  2. Karakteristik dari agen pelaksana/implementator
  3. Kondisi ekonomi, sosial, dan politik
  4. Kecenderungan (dispotision) dari pelaksana implementator.
i. Monitoring Program
Monitoring mencakup pengumpulan data secara vsistematik dan berkelanjutan atau aktivitas bprogram. Imformasi tersebut mencakup dua jenis utama, yaitu:
  • Masukan adalah sumber daya yang dibutuhkan oleh pelaksana aktuvitas program. Anggaran biaya dan waktu merupakan masukan dasar pelayanan sebagai pengukuran efisiensi.
  • Hasil adalah produk dari aktivitas program. Sejumlah kasus proses, jumlah hambatan, jumlah hambatan pernyataan kalimat, dan keempat adalah contoh ukuran hasil pelayanan sebagai indikator efektivitas.
Monitoring pprogram juga mencakup pengembangan indikator kinerja yang terstandar dan sistem pelaporan. Selain itu monitoring programpun sebagai proses menajemen yang memerlukan data maka ada proses pelaporan yang diatur oleh menajemen untuk memudahkan proses penilaian pihak manajemen puncak.
j.          Evaluasi Pengaruh
Evaluasi pengaruh dilaksanakan untuk menentukan tingkatan pencapaian kebijakan yang sesuai sasaran. Evaluasi pengaruh adalah lebih dari pengembangan monitoring program, yang berarti pengaruh evaluasi ini adalah berkenaan dengan fokus perubahan dalam hak sosial dan kondisi fisik. Secara ideal pengaruh evaluasi memberikan lebih dari suatu deskripsi dari perubahan dalam pengukuran sasaran program implementasi. Dan juga analisis usaha merancang kajian bahwa membiarkan mereka menerntukan berapa banyak perubahan ini dicirikan dalam kebijakan yang dievaluasi secara baik.
k.         Evaluasi Proses
Evaluasi proses adalah menentukan mengapa program dilaksanakn pada level ini dan apakah dapat dilakukan untuk meningkatkan kinerja. Evaluasi proses ini berkenaan dengan identifikasi jaringan khusus antara aktivitas pelaksanaan kebijakan dengan kinerja program.
  • Evaluasi formulasi kebijakan
a)      Menggunakan pendekatan
b)      Mengarah pada masalah inti
c)      Mengikuti prosedur yang telah disepakati
d)     Mendayagunakan sumber daya yang ada secara optimal.
  • Model evaluasi formulasi kebijakan
1)      Model kelembagaan
2)      Model proses
3)      Model kelompok
4)      Model elit
5)      Model rasional
6)      Model inkremental


PENGERTIAN DAN BENTUK ANALISIS KEBIJAKAN PUBLIK 


William N. Dunn (2000) mengemukakan bahwa analisis kebijakan adalah suatu disiplin ilmu sosial terapan yang menggunakan berbagai macam metode penelitian dan argumen untuk menghasilkan dan memindahkan informasi yang relevan dengan kebijakan, sehingga dapat dimanfaatkan di tingkat politik dalam rangka memecahkan masalah-masalah kebijakan. Weimer and Vining, (1998:1): The product of policy analysis is advice. Specifically, it is advice that inform some public policy decision. Jadi analisis kebijakan publik lebih merupakan nasehat atau bahan pertimbangan pembuat kebijakan publik yang berisi tentang masalah yang dihadapi, tugas yang mesti dilakukan oleh organisasi publik berkaitan dengan masalah tersebut, dan juga berbagai alternatif kebijakan yang mungkin bisa diambil dengan berbagai penilaiannya berdasarkan tujuan kebijakan.

Analisis kebijakan publik bertujuan memberikan rekomendasi untuk membantu para pembuat kebijakan dalam upaya memecahkan masalah-masalah publik. Di dalam analisis kebijakan publik terdapat informasi-informasi berkaitan dengan masalah-masalah publik serta argumen-argumen tentang berbagai alternatif kebijakan, sebagai bahan pertimbangan atau masukan kepada pihak pembuat kebijakan.

Analisis kebijakan publik berdasarkan kajian kebijakannya dapat dibedakan antara analisis kebijakan sebelum adanya kebijakan publik tertentu dan sesudah adanya kebijakan publik tertentu. Analisis kebijakan sebelum adanya kebijakan publik berpijak pada permasalahan publik semata sehingga hasilnya benar-benar sebuah rekomendasi kebijakan publik yang baru. Keduanya baik analisis kebijakan sebelum maupun sesudah adanya kebijakan mempunyai tujuan yang sama yakni memberikan rekomendasi kebijakan kepada penentu kebijakan agar didapat kebijakan yang lebih berkualitas. Dunn (2000: 117) membedakan tiga bentuk utama analisis kebijakan publik, yaitu:
1.Analisis kebijakan prospektif
Analisis Kebijakan Prospektif yang berupa produksi dan transformasi informasi sebelum aksi kebijakan dimulai dan diimplementasikan. Analisis kebijakan disini merupakan suatu alat untuk mensintesakan informasi untuk dipakai dalam merumuskan alternatif dan preferensi kebijakan yang dinyatakan secara komparatif, diramalkan dalam bahasa kuantitatif dan kualitatif sebagai landasan atau penuntun dalam pengambilan keputusan kebijakan.
2.Analisis kebijakan retrospektif
Analisis Kebijakan Retrospektif adalah sebagai penciptaan dan transformasi informasi sesudah aksi kebijakan dilakukan. Terdapat 3 tipe analis berdasarkan kegiatan yang dikembangkan oleh kelompok analis ini yakni analis yang berorientasi pada disiplin, analis yang berorientasi pada masalah dan analis yang berorientasi pada aplikasi. Tentu saja ketiga tipe analisis retrospektif ini terdapat kelebihan dan kelemahan.

3.Analisis kebijakan yang terintegrasi

Analisis Kebijakan yang terintegrasi merupakan bentuk analisis yang mengkombinasikan gaya operasi para praktisi yang menaruh perhatian pada penciptaan dan transformasi informasi sebelum dan sesudah tindakan kebijakan diambil. Analisis kebijakan yang terintegrasi tidak hanya mengharuskan para analis untuk mengkaitkan tahap penyelidikan retrospektif dan perspektif, tetapi juga menuntut para analis untuk terus menerus menghasilkan dan mentransformasikan informasi setiap saat.

Sumber buku Analisis Kebijakan Publik karya Liestyodono

BAB III

KEBIJAKAN PUBLIK DALAM SISTEM PENYELENGGARAAN 
PEMERINTAHAN NEGARA

Peran Pemerintah dan Public Goods
1.      Peran pemerintah. Secara singkat, peran pemerintah timbul untuk mengatur dan memelihara hubungan antar individu dan kelompok dalam masyarakat. Bagi negara-negara berkembang, ide untuk mengurangi peran pemerintah sungguh tidak layak, terutama dalam era globalisasi sekarang ini. Persaingan yang terbuka dan makin langsung itu akan menghadapkan kekuatan-kekuatan yang tidak seimbang. Usaha bisnis raksasa dari negara-negara maju berhadapan dengan kekuatan amat kecil yang tidak terorganisir di negara-negara berkembang. Akibatnya tentu saja bukan kehidupan dunia yang harmonis yang akan terbentuk melainkan suatu hubungan yang bersifat asimetris, yang menjurus pada pemerasan dan pemanfaatan kekuatan-kekuatan mikro di negara-negara berkembang untuk kepentingan konglomerat dari negara-negara kaya.
                                     
Sesuai dengan pemahaman bahwa hakekat dari kebijakan publik pada dasarnya adalah intervensi pemerintah dalam masyarakat, timbul persoalan tentang besarnya campur tangan yang dapat dilakukan pemerintah itu. Misalnya, dalam keadaan darurat seperti penyelesaian konflik antar suku, bencana alam dan sebagainya, penentuan keharusan campur tangan pemerintah ini mudah dipahami, tetapi dalam keadaan normal persoalan menjadi lebih rumit, sehingga muncul pertanyaan: sejauh mana pemerintah dapat melakukan intervensi dalam bidang moneter? Dalam UU No. 23/1999 tentang Bank Indonesia, disebutkan independesi Bank Indonesia dari campur tangan pemerintah dan atau pihak-pihak lain dalam kebijakan moneter yang menjadi wewenang Bank Indonesia dalam memelihara kestabilan nilai Rupiah (pasal 1 butir 10, dan pasal 4 ayat 2). Persoalannya, kalau bidang moneter harus dianggap sebagai bidang yang tabu untuk intervensi pemerintah, bagaimana dengan kebijakan bidang fiskal yang ditangani Departemen Keuangan, dan kebijakan di bidang industri dan perdagangan yang ditangani Departemen Perdagangan dan Perindustrian? Persoalannya, bukankah semua bidang tersebut mempunyai efek atau dampak yang sama terhadap kondisi perekonomian dari suatu negara? Dan, bukankah  setiap perubahan dalam bidang ekonomi yang ditimbulkan itu, sepenuhnya menjadi bagian dari tanggung jawab Presiden kepada rakyat melalui MPR?

2.      Public goods. Dalam perkembangan teori ekonomi dewasa ini dikenal dengan teori yang disebut the neoclassical counterrevolution yang mendasarkan teorinya pada free market analysis, public  choice theory atau new political economy approach yang menganggap campur tangan pemerintah sebagai sebab dari kegagalan pembangunan di negara-negara berkembang (Todaro, 2000).

Tetapi di pihak lain, ada pendapat yang mengakui ada aspek-aspek tertentu yang tidak dapat ditangani melalui pasar bebas (market failure). Karena itu campur tangan pemerintah dianggap wajar, yakni dalam penanganan apa yang dikenal dengan istilah public goods, yakni barang atau jasa yang tidak dapat diatur melalui pasar, baik dalam produksi dan distribusi maupun dalam  penentuan harga. Ciri pokok dari public goods tersebut adalah, pertama konsumsinya tidak dapat dipisahkan (non-exclusive) antara orang yang membayar dengan orang yang tidak membayar. Kedua, konsumsi dari barang-barang tersebut terjadi secara kolektif/tidak dapat diketeng (E.S. Savas, 1987; dan Browning, 1983).
Savas dalam bukunya Privatization, menyebutkan public goods itu sebagai collective goods yang dimasukkan sebagai salah satu dari empat macam barang berikut ini:
  1. Barang privat (private goods), yakni barang yang dapat dikonsumsi sendiri-sendiri secara individual dan dapat dikecualikan atau dipisahkan antara yang membeli dengan yang tidak. Contoh: kendaraan pribadi dan  makanan.
  2. Barang toll (Toll goods), yaitu barang-barang yang dikonsumsi secara bersama, tetapi dapat dipisahkan antara yang membayar dengan yang tidak. Contoh: telepon umum dan air PAM.
  3. Barang milik umum (common goods), yakni barang-barang yang tidak dapat dibedakan antara yang membayar dengan yang tidak membayar, tetapi dapat dikonsumsi sendiri-sendiri. Contoh: air laut dan ikan di laut. 
Barang bersama (Collective goods); barang-barang ini tidak dapat dipisahkan antara yang membayar dengan yang tidak, dan dikonsumsikan tidak secara individu, tetapi secara bersama. Contoh: penerangan jalan dan keamanan. Jenis yang terakhir inilah yang oleh Savas digolongkan sebagai public goods.  Karena sifatnya yang demikian, barang ini harus diproduksi dan didistribusikan oleh pemerintah atas beban APBN atau APBD.

URGENSI PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM KEBIJAKAN ANGGARAN PUBLIK 

Pendahuluan
"Anggaran publik merupakan instrumen utama yang digunakan pemerintah untuk mewujudkan keputusannya, dan masyarakat sipil memiliki kewajiban moral untuk menjamin bahwa rakyat turut menentukan proses tersebut." - ( Jim Shultz - Columbia).
Penerapan tata pemerintahan yang baik (good governance) memang harus memposisikan warga negara sebagai aktor yang aktif dalam semua proses politik kepemerintahan, termasuk pembuatan kebijakan publik. Untuk itu, partisipasi politik warga harus diberi ruang yang luas, bukan hanya terbatas pada saat pemilu (partisipasi lima tahunan), akan tetapi juga dalam setiap perumusan, implementasi dan pertanggungjawaban kebijakan publik (partisipasi politik sehari-hari). Tentu saja prasyarat utamanya adalah tersedianya mekanisme dalam struktur formal kepemerintahan yang transparan, partisipatif, dan akuntabel.
Partisipasi publik dalam proses kebijakan—yang mengikat seluruh warga—adalah cara efektif untuk mencapai pola hubungan setara antara pemerintah dan rakyat. Di negara-negara demokrasi, partisipasi warga dalam proses kebijakan merupakan hal yang lazim. Partisipasi publik dalam proses kebijakan tidak hanya merupakan cermin demokrasi yang paling nyata dalam kehidupan sehari-hari melainkan juga bermanfaat bagi pemerintah. Permasalahan yang datang silih berganti—dan tidak sedikit yang rumit—telah membuat pemerintah tidak cukup sensitive atau memiliki waktu menentukan prioritas kebijakan. Keterlibatan masyarakat dalam proses kebijakan akan membantu pemerintah mengatasi persoalan dalam penentuan prioritas kebijakan. Selain itu, karena masyarakat terlibat dalam proses kebijakan, dengan antusias masyarakat memberikan dukungan terhadap pelaksanaan kebijakan. maka diharapan implementasi kebijakan akan berhasil baik.
Upaya pembangunan kapasitas partisipasi baik dalam hal anggaran maupun kebijakan publik lainnya terasa makin relevan dan mendapatkan momentum dengan palaksanaan otonomi daearah sejak 2001 berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 dan UU No. 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat- Daerah. Inti otonomi daerah ialah mendekatkan layanan publik {public services) kepada masyarakat melalui pemberdayaan pemerintah daerah dan masyarakat. Proses perumusan kebijakan merupakan aktivitas yang bersifat politis, teknokratis dan (seharusnya) partisipatif. Proses ini meliputi tahapan yang saling terkait dan diatur menurut urutan waktu, yakni formulasi kebijakan, proses penganggaran dan penetapan kebijakan, implementasi kebijakan, dan pertanggungjawaban kebijakan.
Untuk mengetahui apakah suatu kebijakan betul-betul sudah memihak kepada publik dapat dilihat dari sejauh mana kebijakan tersebut mengadopsi prespektif hak dasar. Sebab, pendekatan berbasis hak (right base approach) berimplikasi pada cara pandang terhadap hubungan negara dan masyarakat, khususnya masyarakat miskin, di mana negara berkewajiban memenuhi hak-hak tersebut secara bertahap dan progresif.
Mengapa Perlu Partisipasi Masyarakat?
Partisipasi masyarakat dalam setiap proses pengambilan kebijakan anggaran sangat penting hal ini disebabkan beberapa alasan antara lain : Pertama, kondisi pemerintahan masa transisi masih penuh tanda tanya besar kemana kebijakan strategi anti kemiskinan akan diarahkan. Hal ini berarti belum terdapat kejelasan mengenai bagaimana memperoleh dana yang memadai untuk membiayai program-program bantuan bagi masyarakat yang miskin dan yang rentan menjadi semakin sulit dalam gejolak ketidakpastian ekonomi dan politik.
Kedua, memperjelas tentang siapa yang menanggung beban sosial dan ekonomi dari belanja pemerintah yang seharusnya lebih adil dan didasari pada kemampuan membayar dari setiap individu warganegara.. Kenyataan yang dihadapi memang terasa masih belum adil. Rakyat yang miskin harus menanggung hutang, sedangkan mereka yang memanfaatkan dana hutang untuk kepentingan pribadi – termasuk praktik korupsi - masih belum dituntut sepenuhnya untuk menutupi dan mengembalikan hutang tersebut.
Ketiga, dalam rangka menunjang semangat partisipasi yang demokratis di masa depan, maka peran rakyat dan masyarakat sipil harus lebih besar dalam setiap proses pengambilan keputusan yang strategis, khususnya penentuan prioritas kegiatan pemerintah dan alokasi anggarannya. Tiadanya partisipasi yang demokratis menjadi petanda bahwa kegiatan yang disusun pemerintah tidak memiliki semangat kebersamaan dan berakibat pada rendahnya tingkat kepercayaan rakyat pada pemerintah.
Partisipasi dalam Kebijakan Anggaran Publik
Tidak banyak orang awam di Indonesia yang paham bahwa anggaran negara, baik di tingkat nasional ataupun sub-nasional (Propinsi, Kabupaten, Kota atau Desa), sangat berpengaruh pada kehidupan sosial, ekonomi dan politik sehari-hari. Persoalannya karena ketidakpedulian masyarakat awam, ataupun tiadanya akses untuk memperoleh informasi yang memadai bagi semua lapisan masyarakat. Hal yang pertama dapat ditelusuri dari kurang antusiasnya reaksi atau tanggapan masyarakat terhadap pengumuman anggaran baik di tingkat nasional, propinsi ataupun kabupaten/kota. Hal yang kedua karena ketertutupan pemerintah untuk memberikan informasi yang rinci pada masyarakat, bahkan cenderung enggan mengumumkan dan mempublikasikannya secara luas. Ini adalah warisan masa lalu yang selalu menutupi rincian anggaran sampai pada pihak-pihak (instansi/dinas) yang bertanggung jawab membelanjakannya.
Masalah yang kita hadapi yaitu kemiskinan, bukanlah sekedar persoalan kekurangan makan atau rendahnya penghasilan. Kemiskinan sebaiknya dipahami pula sebagai ketiadaan kemampuan individu atau kelompok untuk keluar dari kesulitan ekonomi, sosial dan politik karena terciptanya struktur masyarakat yang menindas dan kebijakan pemerintah yang mengungkung proses pembebasan dari penindasan. Ketiadaan ini menyebabkan kemampuan rakyat untuk mengakses keputusan yang strategis-termasuk penganggaran- sangat lemah dan cenderung tidak pernah diberdayakan.
Peran dari Organisasi non-pemerintah juga sangat besar dalam memperkuat daya kritis masyarakat untuk terlibat dalam proses pengambilan keputusan khususnya penganggaran. Ada dua sisi yang harus diperhatikan dalam penganggaran. Pertama, di sisi penerimaan baik berupa penerimaan pajak, non-pajak dan hibah. Kedua, di sisi belanja berupa belanja pemerintah pusat dan dana perimbangan antara pemerintah pusat dan daerah. Belanja pemerintah pusat, demikian pula pada umumnya belanja pemerintah propinsi dan kabupaten/kota, terdiri dari belanja rutin (operasional) dan belanja pembangunan (investasi kapital). Belanja rutin utamanya untuk belanja pegawai, belanja barang dan perlengkapan kantor di departemen atau dinas-dinas di daerah. Sedangkan belanja pembangunan umumnya terbagi dalam sektor-sektor kegiatan yang terbagi dalam beberapa besaran seperti: pendidikan, industri, tenaga kerja, kesehatan, dan seterusnya.(lihat: KUA Kabupaten Lebak tahun 2009)
Organisasi non-pemerintah khususnya yang bergelut dalam hal anggaran, dapat memberikan analisis dan informasi yang terandalkan (kredibel), membuka akses yang luas bagi masyarakat, dan memberikan sumbangan pemikiran bagi debat tentang anggaran pada saat yang tepat. Tentu saja peran ini harus ditujukan untuk mempengaruhi bagaimana isyu-isyu anggaran diarahkan, bagaimana membangun prioritas yang sesuai dengan tuntutan kaum miskin dan keputusan yang berpihak pada yang tertindas. Penentuan prioritas, bahkan sering ditandai dengan besarnya anggaran yang dialokasikan, menjadi indikator komitmen dari pemerintah terhadap masalah dan kebutuhan nyata dalam masyarakat. Sebab itu kepedulian pemerintah terhadap penderitaan masyarakat miskin harus pula ditandai dengan penajaman prioritas untuk memperkuat daya kemampuan masyarakat miskin dan tersingkir. Perubahan cara pandang harus dilakukan dan dapat dimulai oleh pemikiran yang kritis dan cermat dari masyarakat sipil untuk memahami anggaran.
Pada sisi penerimaan seperti pajak, non pajak (retribusi), serta pinjaman dari pihak lain (hutang) dapat saja menjadi instrumen yang akan membebani rakyat yang sudah menderita . Pemungutan pajak atau retribusi pada kelompok yang miskin dan tak berdaya secara sosial politik akan menimbulkan penindasan baru bagi mereka. Hal tersebut sama pentingnya mencermati hutang yang akan membebani kehidupan sosial ekonomi kita sekarang dan masa mendatang. Apalagi pada tahun 2009 ditargetkan bahwa pendapatan Kabupaten Lebak akan mengalami penurunan sebesar 17,53 % dari PAD pada APBD perubahan tahun 2008 (lihat: PPAS Kabupaten Lebak Tahun 2009). Organisasi non-pemerintah memiliki jejaring yang sangat luas. Hal ini menjadi satu modal dasar bagi proses gerakan massal yang bisa menggugah pemerintah, khususnya di kabupaten Lebak ini.
Seperti Apa Anggaran Partisipatif?
Ada beberapa hal yang harus kita cermati dalam proses penganggaran agar lebih partisipatif, diantaranya: Pertama, sektor pembangunan daerah utamanya subsektor pengembangan wilayah dan pemberdayaan masyarakat. Kedua, sektor sumber daya alam dan lingkungan hidup dan tata ruang, khususnya subsektor tata ruang dan pertanahan. Ketiga, sektor perumahan dan pemukiman, utamanya subsektor pemukiman. Keempat, sektor pertahanan dan keamanan utamanya subsektor keamanan. Perhatian bukan hanya pada belanja rutin tetapi juga belanja pembangunan.
Nota keuangan biasanya mengawali penyampaian Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja baik di tingkat nasional maupun di daerah. Bila kita telah memiliki dokumen Rancangan APBN atau APBD, maka ada beberapa langkah yang dapat kita bandingkan di antara mata anggaran dan diteliti untuk siapa atau kegiatan apa. Kita dapat mencermati antara sisi pendapatan dan belanja. Sisi penerimaan menyangkut seberapa besar sumber-sumber rakyat diambil (melalui pajak,dan retribusi,). Apakah ada pajak, retribusi, atau pungutan lain yang tidak adil atau bahkan ditujukan pada kelompok rentan kemiskinan seperti para pedagang kaki lima atau sopir angkutan kota atau kelompok-kelompok yang berpenghasilan rendah. Bila ya, mungkin bisa dibandingkan dengan beban yang harus dikenakan pada kelompok yang lebih baik kondisi sosial ekonominya.
Sedang pada sisi belanja dapat dibandingkan antara belanja rutin (kegiatan operasional pemerintah) dengan belanja pembangunan (kegiatan yang langsung untuk kegiatan rakyat). Berapa besar biaya untuk pemeliharaan rumah para pejabat dengan penyediaan pemukiman bagi kelompok miskin. Selain itu bisa pula dilihat besaran belanja yang rasional untuk pembelian barang atau peralatan kantor seperti komputer kendaraan operasional untuk kantor gubernur atau bupati dan sebagainya. Namun perlu secara cermat melihat apakah dalam kegiatan pembangunan masih terdapat kegiatan seperti biaya administrasi umum, pemeriksaan, verifikasi dan penelitian yang biasanya akan kembali ke biaya aparatur dan lembaga pemerintah. Banyak APBD menempatkan sebagian kegiatan rutin yang dibiayai oleh belanja pembangunan.
Problematika dan Solusi dalam Penguatan Partisipasi
Peran serta masyarakat sangat penting untuk dilibatkan dalam pengkajian atas rencana kebijakan, substansi kebijakan dan implementasi kebijakan pemerintah dengan tujuan membuat kebijakan yang meningkatkan kesejahteraan masyarakat luas secara adil. analisis kebijakan yang merupakan bagian upaya peningkatan kapasitas agar secara bermutu mampu terlibat dalam proses kebijakan. Akan tetapi, mereka juga menyadari bahwa masyarakat menghadapi banyak kendala.
Pertama, analisis kebijakan membutuhkan kecakapan tertentu. Ada yang berpendapat bahwa analisis kebijakan merupakan kerja ilmiah/ akademis, sedangkan sebagian besar masyarakat berpendidikan rendah. Kedua, kegiatan analisis kebijakan memerlukan data, informasi, dokumen/ referensi yang sesuai (misalnya berbagai kebijakan pemerintah), kemampuan memahami data, informasi, dokumen/referensi.
Dari berbagai kendala yang teridentifikasi tersebut, penulis berupaya menernukan solusi. Beberapa solusi antara lain: Pertama, membentuk forum dialog/konsultasi antar warga masyarakat (citizen forum) yang meliputi seluruh elemen masyarakat dengan latar belakang dan kepentingan yang berbeda. Pejabat/ aparat pemerintah dan anggota legislatif sebagai pribadi adalah juga warga masyarakat sehingga mereka perlu terlibat aktif seperti anggota lainnya di dalam forum konsultasi antar warga tersebut. Sebagai pribadi, mereka juga terikat pada kebijakan pemerintah, selain juga berkepentingan untuk menikmati layanan publik yang berkualitas sebagai hasil kebijakan pemerintah. Mereka juga perlu menyadari bahwa tidak selamanya mereka adalah pejabat/aparat pemerintah dan anggota legislatif yang rnemperoleh fasilitas dan keistimewaan (privilese). Forum dialog warga semacam itu bertujuan membahas kepentingan bersama tanpa membeda-bedakan latar belakang dan kepentingan masing- masing kelompok rnasyarakat, membuka komunikasi polltik dan membangun saling pengertian sekaligus kepercayaan di antara semua kelompok masyarakat termasuk dengan pemerintah, dan membagikan lnformasi/ pengetahuan yang bermanfaat untuk mencari solusi atas berbagai persoalan dan untuk meningkatkan kualitas serta ekfektivitas partisipasi dalam proses kebijakan.
Kedua, menghimpun dan menyediakan data yang sesuai dengan permasalahan dan isu yang akan disikapi. Data yang lengkap, obyektif, bisa dipertanggungjawabkan, tepat dan terbaru akan berguna bagi semua pihak— pemerintah dan masyarakat—yang melakukan dialog, konsultasi dan debat. Data semacam itu diperoleh melalui suatu penelitian dan pengkajian yang ilmiah. Data berguna dalam pembuatan kebijakan. Terbukti bahwa kebijakan tanpa berdasarkan data tidak dapat dilaksanakan dengan baik sehingga wibawa pemerintah merosot.
Ketiga, membangun kerjasama resmi atau tidak resmi—sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan—dengan berbagai pihak yang memiliki kompetensi dan spesialisasi tertentu sesuai bidangnya. Dengan adanya kerjasama, kekurangan/kelemahan yang satu akan dapat dipenuhi oleh yang lain.. Forum konsultasi berguna untuk rnemperoleh informasi tentang mereka yang memiliki kompetensi dan spesialisasi. Bila diperlukan, kerjasama bisa bersifat lintas batas daerah. Kerjasama yang baik akan membuat masyarakat bisa memenuhi kebutuhan sendiri— dengan segala keterbatasan—tanpa menunggu belas kasihan pihak lain termasuk pemerintah.
Keempat, mengutamakan cara-cara, tatakrama dan kebiasaan sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku di daerah dalam menyampaikan sikap tentang suatu permasalahan atau isu berkenaan dengan kebijakan pemerintah. Penyampaian sikap didasarkan data dan informasi yang lengkap/rinci,objektif, bisa dipertanggungjawabkan dan tepat akan lebih berguna dalam menentukan kebijakan anggaran.
Penutup
Walaupun kendala oprasional masih sangat besar dan kental menghalangi implementasi dari partisipasi anggaran yang sesungguhnya. Namun kita masih memiliki semangat untuk mewujudkannya. Unsur yang harus kita jaga dan tingkatkan antara lain: 
(1) adanya upaya pelibatan seluruh stakeholders; (2) adanya upaya pembangunan institusi masyarakat yang kuat dan legitimit; (3) adanya proses politik melalui upaya negosiasi yang pada akhirnya mengarah pada pembentukan kesepakatan bersama; (4) adanya usaha pemberdayaan masyarakat sehingga masyarakat dapat mengetahui kebutuhannya, kapasitas yang dimilikinya, mampu mengidentifikasi alternatif solusi untuk memenuhi kebutuhannya tersebut, serta memilih alternatif terbaik yang paling sesuai dengan kapasitasnya; (5) upaya ke depan untuk mendukung proses perencanaan dan penganggaran pembangunan secara partisipatif seharusnya lebih berfokus pada pengembangan kapasitas di tingkat sistem, institusi, dan individu untuk menjamin kontinuitas perkembangan inovasi dan konsepnya pada masa yang akan datang.
Perjuangan untuk membantu kaum tertindas harus dimulai dari cara yang paling sederhana namun efektif. Keikutsertaan dalam proses pengambilan keputusan untuk menentukan prioritas anggaran adalah salah satu cara strategis yang harus diperjuangkan. Kesulitan pasti ditemui di lapangan karena kultur politik dan struktur birokrasi yang masih cenderung tertutup.Tetapi dengan adanya partisipasi publik dalam proses kebijakan anggaran yang dibangun oleh organisasi non-pemerintah maupun lapisan masyarakat lainnya, mudah-mudahan dapat mengarahkan perhatian yang lebih besar dan kebijakan yang lebih arif dari pemerintah untuk mengatasi kemiskinan struktural di Indonesia, khususnya di Kabupaten Lebak yang tercinta ini.. Wallahu`alam bisshawa

No comments:

Post a Comment

Adbox