Terbaru

LightBlog

Friday, October 27, 2017

Makalah Bantuan Oprasional Sekolah (Dana BOS)

BAB II
PEMBAHASAN

2.1.       Bantuan Operasional Sekolah (BOS)
Sesuai dengan undang-undang (UU) nomor 20 tahun 2003 tentang system pendidikan nasional, setiap warga negara yang berusia 7-15 tahun wajib mengikuti pendidikan dasar. Pasal 34 ayat 2 UU tersebut menyebutkan bahwa pemerintah dan pemerintah daerah menjamin terselenggaranya wjib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut baiaya. Selanjutnya pada pasal 34 ayat 3 UU itu menyebutkan bahwa wajib belajar merupakan. Tanggung jawab Negara yang diselenggarakan oleh lembaga pendidikan pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat konsekuensi dari amanat UU tersebut adalah pemerintah dan pemerintah daerah wajib memberikan layanan pendidikan bagi seluruh peserta didik pasa tingkat dasar (SD dan MI, SMP dan MTs) serta satuan pendikan lain yang sederajat.[1]
            BOS adalah program pemerintah yang pada dasarnya adalah untuk penyediaan pendanaan biaya oprasional nonoprasional bagi satuan pendidikan dasar sebagai plaksana program wajib belajar, yang secara umum bertujuan untuk meringankan beban masyarakat terhadap pembiayaan pendidikan dalam rangka wajib belajar Sembilan tahun yang bermutu. Secara khusus program BOS bertujuan untuk:
a.       Membebaskan pungutan bagi seluruh siswa SD negeri dan SMP negeri terhadap biaya operasi sekolah, kecuali pada rintisan sekolah bertaraf internasional (RSBI) dan sekolah bertaraf internasional (SBI).
b.      Membebaskan pungutan seluruh siswa miskin dari seluruh pungutan dalam bentuka apapun, di sekolah negeri maupun swasta, dan
c.       Meringankan beban biaya operasi sekolah bagi siswa di sekolah swasta.
Berdasarkan PP NOmor 48 tahun 2008 tentang pendanaan pendidikan, pendanaan pendidikan menjadi tanggung jawab bersama antara pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat. Dalam peraturan tersebut biaya pendidikan dibagi menjadi tiga jenis yaitu biaya satuan pendidikan, biaya penyelenggaraan atau pengelolaan pendidikan, serta biaya pribadi peserta didik.
1.    Biaya satuan pendidikan adalah biaya penyelenggaraan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan yang meliputi berikut ini:
a.       Biaya investasi yang merupakan biaya penyediaan sarana dan prasarana pengembangan sumber daya manusia, dan modal kerja tetap.
b.      Biaya operasi, terdiri dari biaya personalia dan biaya nonpersonalia. Biaya personalia terdiri dari gaji pendidik dan tenaga kependidikan serta tunjangan-tunjangan yang melekat pada gaji. Biaya nonoprasionbal adalah biaya untuk bahan atau peralatan pendidikan habis pakai. Dan biaya tidak langsung berupa daya listrik, air, jasa, telekomunikasi, pemeliharaan sarana dan prasarana, uang lembur, transportasi, konsumsi, pajak, asuransi dan lain-lain.
c.       Bantuan biaya pendidikan yaitu dana pendidikan  yang diberikan kepada peserta didik yang orang tua atau walinya tidak mampu membiayai pendidikannya.
d.      Beasiswa dalah bantuan dana pendidikan yang diberikan kepada peserta didik yang berprestasi.
2.    Biaya penyelenggaraan dan atau pengelolaan pendidikan adalah biaya penyelenggaran atau pengelolaan pendidikan oleh pemerintah, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten kota, atau satuan pendidikan yang didirikan masyarakat.
3.    Biaya pribadi peserta didik adalah biaya personal yang meliputi biaya pendidikan yang harus dikeluarkan oleh peserta didik untuk bias mengikuti proses pembelajaran secara teratur dan berkelanjutan.[2]
       Dengan adanya program BOS yang terkait pendidikan dasar Sembilan tahun, setiap pengelola program pendidikan harus harus memperhatikan hal-hal berikut:  
a.    BOS harus menjadi sarana penting untuk menigkatkan akses dan mutu pendidikan dasar Sembilan tahun yang bermutu.
b.    Dengan adanya BOS, tidak boleh ada siswa miskin yang putus sekolah karena tidak mampu membayar iuran atau pungutan yang dilakukan oleh sekolah.
c.    Anak lulusan sekolah setingkat SD , harus di upayakan kelangsungan pendidikannya kesekolah setingkat SMP. Tidak boleh ada tamatan SD  atau setara yang tidak dapat melanjutkan pendidikan agar dapat diajak kembali ke bangku sekolah.
d.   Kepala sekolah mencari dan mengajak siswa SD atau setara yang akan lulus dan yang berpotensi tidak melanjutkan sekolah untuk ditampung di SMP atau setara. Demikian juga bila ditemukan ada anak putus sekolah yang masih berminat melanjutkan pendidikan agar dapat diajak kembali ke bangku sekolah.
e.    Kepala sekolah harus mengelola dana BOS secara transparan dan akuntabel.
f.     BOS tidak menghalangi peserta didik, orang tua yang mampu atau walinya memberikan sumbangan sukarela yang tidak mengikat kepada sekolah. Sumbangan sukarela dari orang tua siswa harus bersifat ikhlas, tidak terikat waktu, dan tidak ditetapkan jumlahnya serta tidak ada intimidasi bagi yang tidak menyumbang.
PP Nomor 48 Tahun 2008 juga menyebutkan bahwa dalam rangka penyelenggaraan pendidikan dasar Sembilan  tahun, tanggung jawab pemerintah pusat dan pemerintah daerah terkait biaya satuan pendidiikan adalah sebagai berikut:[3]
a.    Pemerintah pusat dan pemerintah daerah bertanggung jawab terhadap pendanaan biaya investasi dan biaya operasi satuan pendidikan bagi sekolah yang di selenggarakan oleh pemerintah pusat atau pemerintah daerah sampai terpenuhinya Standar Nasional Pendidikan.
b.    Sekolah yang diselenggarakan oleh pemerintah pusat atau pemerintah daerah menjadi bertaraf internasional, selain dari pemerintah pusat dan pemerintah daerah , pendanaan tambahan juga dapat bersumber dari masyarakat, bantuan pihak asing yang tidak mengikat atau dari masyarakat, bantuan pihak asing yang tidak mengikat, dan sumber lain yang tidak sah.
c.    Pemerintah pusat dan pemerintah daerah dapat membantu pendanaan biaya non personalia sekolah yang diselenggarakan oleh masyarakat.

2.2.       Mekanisme Penyaluran Dana Bos
          Mekanisme penyaluran dana BOS misalnya yang diterapkan sejak tahun 2005 sampai dengan 2010 dapat digambarkan dalam bagan berikut.


Rounded Rectangle: Kementerian

                                                                                                           
Info jumlah anggaran tiap                                              
provinsi berdasarkan pada                                              alokasi anggaran     
 jumlah sekolah dan siswa              
Rounded Rectangle: Tim Manajemen BosRounded Rectangle: Dinas Pendidikan Provinsikondisi jumlah sekolahan
                                               dan siswa tiap provinsi
 

                                                                                  transfer dana ke rekening sekolah
Rounded Rectangle: Sekolahinformasi jumlah sekolah


          Dalam bagan diatas terlihat bahwa dalam penyaluran dana bos tahun 2005 sampai dengan tahun 2010, peran Dinas provinsi sangat dominan. Dana BOS dialokasikan dalam DIPA provinsi melalui dana dekonsentrasi. Mekanisme yang demikian memiliki keuntungan dari segi kecepatan penyaluran dan adanya keseragaman antara sekolah negri denga sekolah swasta karena dana sama-sama ditransfer langsung kesekolah-sekolah penerima BOS dari pengelola dana dekonsentrasi BOS didinas pendidikan provinsi. Namin demikan, mekanisme ini dianggap belum berjalan dengan amanat PP Nmor 38 Tahun 2007 tentang pembagian urusan pemerintah antara pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten/kota yang antara lain menyatakan bahwa pemerintah daerah kabupeten/kota menyelenggarakan urusan yang wajib diselenggarakan oleh pemerintah daerah yang terkait dengan pelayanan dasar (basic services) bagi masyarakat, termasuk didalam nya pendidikan dasar.
          Dari bagan diatas juga terlihat bahwa peran pemerintah kabupaten atau kota sangat lah minim. Mekanisme ini juga menujukkan kurangnya sinkronisasi program BOS dengan program pemerintah kabupaten atau kota karena kurangnya keterlibatan pemerintah kabupaten atau kota. Namun demikian, dalam pelaksanaannya pengajuan ususlan sekolah beserta jumlah penerima tetap melibatkan dinas pendidikan kabupaten/kota.
          Selain dana BOS yang dananya berasal dari APBN, melalui anggaran kementerian Pendidikan Nasional maupun melalui dana transfer, terdapat juga dana BOS Daerah (BOSDA) yang akan lebih banyak di bahas dalam tulisan ini adalah BOSDA propinsi. BOSDA adalah program bantuan operasional sekolah yang di berikan oleh pemerintah provinsi kepada SD dan SMP yang secara umum bertujuan memenuhi kekurangan dari melengkapi BOS yang dialokasikan oleh pemerintah pusat melalui anggaran pendapatan dan belanja negara dan di tujukan untuk menjamin penyelenggaraan pendidikan dasar sembilan tahun pemerintah provinsi memberikan dana BOSDA kepada pemerintah kabupaten/kota pada alokasi belanja hibah yang akan masuk dalam APBD kabupaten/kota yang selanjutnya pemerintah kabupaten/kota akan menyalurkan dana BOSDA tersebut kepada satuan pendidikan (sekolah) penerima BOSDA mengikuti mekanisme penyauran dana BOS.

2.3.       Permasalahan Dana Bos
Walaupun dana BOS ini sudah dilaksanakan sejak tahun 2005, namun dalam pelaksanaannya masih terdapat permasalahan-permasalahan yang harus terus diperbaiki. Permasalahan umum yang terjadi misalnya dalam kurun waktu penyaluran tahun 2011 antara lain adalah sebagai berikut.
a.         Masalah Penganggaran Yang Mengakibatkan Terlambatnya penyaluran
       Sebagaimana telah diuraikan sebelimnya, untuk penyaluran dana Bos setelah 2011 terjadi perusahaan mekanisme yang pada tahun sebelumnya dana BOS ini merupakan  anggaran kementerian pendidikan nasional yang dilaksanakan oleh Dinas pendididkan provinsi melalui dana dekonsentrasi sekarang menjadi dana transfer dari APBN  kepada APBD kabupaten/kota. Dengan adanya perubahan ini,  pemerintah kabupaten/kota harus mengaanggarkan adanya penerimaan atas dana transfer tersebut serta mengaanggarkan adanya belanja hibah di SKPKD untuk sekolah swasta, dan belanja langsung di SKPKD (dinas Pendidikan kabupaten/kota) untuk kegiatan penyaluaran dana BOS kepada sekolah negeri.
       Peraturan menteri keuangan yang menempatkan alokasi sementara bantuan operasional sekolah bagi pemerintah kabupaten/kota yang di tebitkan pada tanggal 27 Desember 2010,sedangkan pada tanggal tersebut APBD tahun 2011 telah selesai di bahas dan di susun, sehingga alokasi dana BOS ini belum tercantum dalam APBD tahun 2011.Untuk menjembatani  hambatan tersebut, menteri dalam negeri dan menteri pendidikan nasional dalam menerbitkan surat edaran (SE) bersama pada tanggal 28 Desember 2010 tentang pedoman pengelolaan dana BOS tahun anggaran 2011 merupakan pengalihan dari anggaran kementerian pendidikan nasional menjadi dana transfer ke daerah, sehingga memerlukan persiapan yang memadai baik oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.
       Pemerintah terkait dengan perangkat peraturan perundang-undangan, sedangkan pemerintah daerah terkait dengan pengelolaan dana BOS dalam APBD dan kesiapan SKPD pendidikan dan sekolah dalam melaksanakan kegiatan tersebut. Hal ini mengingat penyelenggaraan pendidikan dasar, yang merupakan program/ kegiatan pelayanan dasar masyarakat, harus tetap di laksanakan tepat waktu dan apabila di tunda akan menimbulkan kerugian yang besar bagi pemerintah daerah dan masyarakat, berdasarkan hal tersebut, maka pengeluaran dana BOS dapat di kategori sebagai keperluan mendesak, sebagaimana diatur dalam pasal 81 ayat (2) PP Nomor 58 Tahun 2005[4] dan pasal 162 permendagri nomor 13 Tahun 2006. Bagi daerah yang telah menetapkan peraturan daerah tentang APBD tahun anggaran 2011 dan belum menganggarkan dana BOS yang bersumber dari transfer pemerintah, maka daerah dapat melaksanakan kegiatan BOS mendahului penetapan peraturan daerah tentang perubahan APBD tahun anggaran 2011.
       Walaupun sudah ada SE bersama tersebut, namun pada kenyataannya, banyak daerah yang tidak berani untuk melaksanakanya sehingga penyaluran dana BOS mengalami penundaan sampai dengan di tebitkannya perda tentang perubahan APBD. Masalah lain yang berkaitan dengan masalah penganggaran adalah persoalan teknis akuntansi. Sebagai contoh, pemerintah provinsi DIY pada tahun anggaran 2011 telah menganggarkan adanya dana BOSDA.
       Anggaran BOSDA semula dianggarkan pada SKPD dinas pendidikan, pemuda, dan olah raga provinsi DIY sebagai belanja langsung pada SKPD tersebut. Penganggaran BOSDA sebagai belanja langsung pada Dinas Pendidikan, Pemuda, pemuda, dan olahraga tersebut dianggap menyalahi ketentuan SAP. Seharusnya dana BOSDA tersebut dianggarkan sebagai  belanja tidak langsung (belanja hibah) pada SKPKD karena dana tersebut akan ditransfer ke APBD kabupaten/kota sebagai belanja hibah. Akibatnya dana BOSDA provinsi ini sampai dengan akhir september 2011 belum dapat di cairkan. Sebenarnya dalam menghadapi kendala ini, Gubernur DIY telah menerbitkan peraturan gubernur yang isinya antara pemuda, dan olahraga provinsi DIY menjadi belanja tidak langsung di SKPKD/DPPKA Provinsi DIY. Dalam peraturan gubernur tersebut juga dinyatakan bahwa revisi ini dapat langsung di laksanakan mendahului terbitnya perda tentang perubahan APBD.
b.        Masalah Besaran Dana Bos Persiswa
Dana BOS merupakan dana bantuan operasional kepada satuan pendidikan (sekolah) yang besarannya dihitung berdasarkan jumlah siswa yang ada disekolah tersebut dengan menggunakan Standar Biaya Operasional non personalia yang ditetapkan dengan peraturan mentri pendidikan Nasional. Sesuai dengan Pemendikmas Nomor 69 Tahun 2009 tentang standar biaya operasi non personalia tahun 2009 untuk sekolah dasar atau madrasah ibtidaiyah (SD/MI). sekolah menengah pertama atau Tsanawiyah (SMP/MTS), sekolah menengah atas atau madrasah aliyah (SMA/MA) , sekolah menengah kejuruan  (SMK), sekolah dasar luar biasa (SDLB) , sekolah menegah pertama luar biasa (SMPLB), sekolah menengah atas luar biasa (SMALB) , besarnya biaya standar operasional non personalia persiswa dalam satu tahun adalah sebesar Rp,580.000 untuk SD / MI dan Rp.710.000 untuk SMP/MTS. Sedangkan alokasi dana BOS yang disediakan APBN adalah sebesar RP.397.000 untuk SD/MI dan Rp.570.000 untuk SMP/MTs. Kekurangannya  dapat ditutup dengan dana BOSDA.
Sasaran program BOS adalah semua sekolah SD dan SMP termasuk sekolah menengah terbuka (SMPT) dan tempat kegiatan belajar mandiri (TKBM) yang diselenggarakan oleh masyarakat , baik negeri maupun swasta diseluruh provinsi di Indonesia. Dengan kata lain program dana BOS pada dasarnya diberikan  kepada semua sekolah tanpa mempertimbangkan apakah sekolah tersebut merupakan sekolah “mahal” atau sekolah dengan pemenuhan standar yang sangat minimal.
Penyeragaman besaran dana BOS per siswa ini dalam penganggaran memang sangat memudahkan perhitungannya. Namun, hal ini dirasakan kurang adil karena biaya operasional di masing-masing sekolah ditiap wilayah berbeda , padahal dengan adanya dana BOS ini, sekolah dilarang melakukan pungutan kepada peserta didik.
Dengan penyeragaman ini, ternyata masih terdapat sekolah yang melakukan pungutan kepada peserta didik dengan alasan kebutuhan biaya operasional yang ditetapkan. Besaran biaya untuk daerah yang sulit akses transportasinya tentu akan berbeda dengan kebutuhan biaya untuk sekolah di daerah yang mudah di akses. Sekolah yang sebelum adanya dana BOS telah menerapkan standar pendidikan yang cukup tinggi (sekolah mahal) tentu memiliki biaya standar operasinal yang lebih tinggi dari pada sekolah yang menerapkan standar pendidikan minimal.
Untuk itu, sebaiknya masing-masing dinas pendidikan kabupaten atau kota menetapkan standar biaya operasionak sekolah misalnya berdasarkan regional , berdasarkan kemampuan pemenuhan standar pendidikan nasional, atau berdasarkan kriteria-kriteria lain yang sesuai.
c.         Masalah Penggunaan Dan Pertanggung Jawaban Dana Bos  Yang Dianggap Kurang Transparan
       Program dana bos diberikan kepada sesekolah  dengan menerapkan manajemen berbasis sekolah (MBS) yaitu, dana BOS diterima oleh sekolah secara utuh, dan dikelola secara mandiri oleh sekolah dengan melibatkan dewan guru dan komite sekolah. Jadi pada dasarnya MBS secara umum bertujuan untuk memberdayakan sekolah melalui pemberian kewanangan (otonomi),  pemberian fleksibilitas yang lebih basar untuk mengelola sumber daya sekolah, dan mendorong partisipasi warga sekolah dan masyarakat untuk meningkatkan mutu pendidikan disekolah.
       Melalui program BOS, warga sekolah diharapkan dapat lebih mengebangkan sekolah dengan memperhatikan hal-hal berikut.
a.       Sekolah mengelola dana secara profesianal, transparan, dan dapat dipertanggungjawabkan.
b.      BOS harus menjadi sarana penting peningkatan pemberdayaan sekolah dalam rangka peningkatan akses, mutu, dan manajemen sekolah.
c.       Sekolah harus memiliki rencana jangka menengah yang disusun untuk peride empat tahunan
d.      Sekolah harus menyusun rencana kerja tahunan (RKT). Dalam bentuk rencana kegiatan dan anggaran sekolah (RKAS). Dana BOS merupakan bagian integral didalam RKAS tersebut.
e.       Rencana jangka menengah  dan RKAS harus disetujuai dalam rapat dewan pendidikan setelah memperhatikan pertimbangaan komite sekolah dan disahkan oleh dinas pendidikan kabupaten/kota (untuk sekolah negri) atau yayasan (untuk sekolah swasta)
           Dalam pelaksanaan nya, terdapat berbagai permasalahan dalam pengelolaan dan pertanggung jawaban dana BOS, seperti sekolah tidak mencantumkan penerimaan BOS, sekolah tidak menggratiskan biaya operasional  sekolah pada perserta didiknya, dan dana BOS digunakan sesuai dengan alokasi awalnya. Selain itu, masalah lain adalah kurangnya pelibatan komite sekolah sebagai alat kontrol dalam pengelolaan dana BOS. Komite sekolah yang seharusnya dibentuk dengan unsur-unsur dari stakeholder sekolah yaitu guru orangtua murid, pada kenyataannya banyak orang tua murid yang  tidak mengetahui keberadaan dan komisi komite sekolah. Ketidak tahuan ini bisa merupakan sikap apatis dari pihak kepala sekolah dan pejabat sekolah lainnya. Akibatnya pertanggungjawaban penggunaan dana BOS menjadi tidak transparan sehingga berpotensi terjadi penyelewengan.
           Pemerintah pusat melihat banyaknyan daerah-daerah yang  terlambat menyalurkan dana BOS pada tahun 2011, sehingga melalui kementrian pendidikan Nasional kembali mengubah mekanisme penyaluran dana Bantuan Operasianal Sekolah (BOS) untuk tahun 2012, yaitu melalui pemerintah provinsi dan tidak lagi melalui kabupaten atau kota. Sistem/ mekanisme penyaluran dana BOS tahun 2011 dianggap tidak dapat berjalan dengan baik. Kebijakan dengan asas desentralisasi tersebut dianggap rumit birokrasinya terutama saat penyaluran kesekolah negri. Melalui mekanisme baru ini diharpkan penyaluran dana BOS akan lebih cepat dimana dana BOS ditransfer oleh kemetrian keuangan (KEMENKU) dari kas umum negara (KUN) kkas umum daerah (KUD) provinsi.
           Peda tahun 2012 terjadi kenaikan besarnya biaya satuan BOS yang diterima oleh sekolah termasuk untuk BOS buku, dihitung berdasarkan jumlah siswa dengan ketentuan umtuk SD/SDLB sebesar Rp.580.000/ siswa/ tahun dan untuk SMP/SMPLB/ SMPT sebesar Rp. 710.000/ siswa/ tahun atau sama dengan besarnya operasional nonpersonalia sesuai Permendiknas tahun 2009. Dana BOS akan diberikan selama 12bulan untuk periode januari sampai dengan desember 2012, yaitu pada semester 2 tahun pelajaran 2011/2012 dan semester 1 tahun pelajaran 2012/2013. Penyaluran dana dilakukan setiap periode 3 bulanan, yaitu peroide januari-maret, april-juni, juli-september, dan oktober- desember. Berdasarkan pemeritaan dimedia masa, dana BOS tahun 2012 untuk periode januari-maret 2012, dibeberapa daerah telah dilakukan penyaluran pada awal januari 2012. Provinsi daerah istimewa yogyakarta merupakan salah satu daerah yang paling awal menyalurkan dana BOS tersebut. Ini merupakan hal yang baik, dan semoga pelaksanaan penyaluran dana BOS kedepan menjadi lancar dan makin baik.
BAB III
PENUTUP

3.1.    Simpulan
Pendidikan merupakan kebutuhan primer bagi manusia. Pendidikan juga memegang peran penting dalam pembangunan, sehingga kemajua pendidikan sangat dibutuhkan bagi suatu bangsa yang ingin menuju kemajuan. Untuk kemajuan pendidikan, dibutuhkan konsentrasi yang tinggi dari berbagai elemen bangsa terutama pemerintah. Dalam UUD 1945, dinyatakan bahwa pendidikan merupakan hak bagi setap warga Negara, dan untuk program wajib belajar pendidikan dasar, pemerintah berkewajiban untuk mengupayakan pendanaannya. Selain itu, Perkembangan pendanaan pemerintah melalui APBN mengalami perkembangan, pengurangan subsidi untuk BBM mempengaruhi besaran subsidi untuk bidang lainnya, begitu juga dengan pendidikan, salah satu hasinya yaitu adanya pendanaan Bantuan Operasioanl Sekolah (BOS) dalam pendidikan.
Mekanisme pencairan BOS pada awalnya berasal dari pusat, tapi sejak pertengahan 2010 dana BOS ditransfer ke pemerintah daerah yang akan menjadi sumber APBD. Shingga saat ni sekolah-sekolah tidak menerima langsung dari rekening pusat, tapi bersumber pada APBD. Penggunaan dana BOS diperuntukan bagi seluruh biaya operasional ruti sekolah, sedangkan untuk biaya pembangunan tidak berasal dari BOS.
Penyalahgunaan pengelolaan dana BOS banyak ditemukan di beberapa daerah, kasus yang paling sering adalah penggelembungan jumlah siswa, penyalahgunan dana, dan bahkan data dan pelaporan fiktif sering menghiasi surat kabar tentang penyelewengan dana BOS. Hal ini bisa juga dipicu oleh system yang berjalan, lemahnya pengaawasan dan partisipasi public yang kurang, sehingga menyebabkan tujuan dari adanya subsidi BOS sendiri menjadi kurang dan cenderung berkurang kebermanfaataannya. Untuk itu diperlukan tindakan preventif dari setiap lembaga dan elemen dari bangsa ini untuk kemajuan dan pengefektifan pengelolaan dana BOS. Diantaranya solusi yang kami tawarkan adalah kembali mengkaji kebijakan yang sudah ditetapkan, karena satu kebijakan tidak mungkin langsung cocok pada tataran implemntasi. Selain itu, kebijakan dana berkeadilan juga bisa menjadi salah satu solusi dari permasalahan, karena kondisi orang tua dan siswa serta sekolah tidak semua sama, sehingga yang mendapatan subsidi adalah orang-orang yang benar-benar layak mendapatkan subsidi.
Pengawasan yang lebih efektif dan efisien juga mendukung pencapaian tujuan dana BOS. Solusi lain yang bisa dicoba adalah pendampingan oleh ahli yang kompeten bisa mempermudah pengelolaan dan efektifitas penggunaan dana BOS, mahasiswa Administrasi Pendidikan, serta ahli dalam bidang manajerial pendidikan bisa menjadi pendamping utama dan ikut membantu dalam mengarahkan, hal ini dikarenakan kurangnya tenaga profesioanal terkait administrasi dan manajemen sekolah yang ada di sekolah.

DAFTAR PUSTAKA

Domai, Tjahjanulin. 2010. Manajemen Keuangan Publik. Malang: Universitas Barawijaya Press (UB Press).

Kementerian dan Pendidikan Nasional. 2011. Buku Panduan BOS 

             [1] Tjahjanulin Domai. 2010. Manajemen Keuangan Publik. Malang: Universitas Barawijaya Press (UB Press). Hlm. 243

[2] Ibid, hlm. 244
[3] Ibid, hlm. 245
             [4] Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah. Dalam buku  Tjahjanulin Domai. 2010. Manajemen Keuangan Publik. Malang: Universitas Barawijaya Press (UB Press). Hlm. 249-250

No comments:

Post a Comment

Adbox