Terbaru

LightBlog

Friday, October 27, 2017

Makalah Hubungan Organisasi

PEMBAHASAN
HUBUNGAN ORGANISASI

A.      Pengertian Hubungan Dalam Organisasi
Organisasi berasal dari bahasa Yunani “organon”, yang berarti “alat”. Menurut C. Argyris organisasi adalah suatu strategi besar yang diciptakan individu-individu dalam rangka mencapai berbagai tujuan yang membutuhkan usaha dan banyak orang. [1]
Organisasi adalah suatu sistem berkelanjutan dari aktivitas-aktivitas manusia yang terdiferensiasi dan terkoordinasi, yang mempergunakan, mentransformasi, dan menyatupadukan seperangkat khusus wanita, material, modal, gagasan, dan sumber daya alam menjadi  suatu kesatuan pemecahan masalah yang unik dalam rangka memuaskan kebutuhan-kebutuhan tertentu manusia dalam interaksinya dengan sistem-sistem lain dari aktivitas manusia dan sumber daya dalam lingkungannya.[2]
Hubungan dalam organisasi dapat berupa komunikasi yang baik antara pemimpin dan karyawan, yang komunikasi merupakan bagian yang vital dan pekerjaan manejerial yang paling penting. Apara menejer harus bisa menyampaikan visi serta tujuannya yang menyangkut organisasi,  agar organisasi berjalan dengan baik sesuai dengan tujuan. Selain itu dengan adanya komunikasi yang baik dalam organisasi juga bisa memahami apa yang sedang terjadi dalam lingkungan organisasinya serta bagaimana organisasi bisa berjalan dengan efektif.[3]
Antar hubungan sebagai ciri kedua dari organisasi. Hanya orang-orang dalam organisasi akan menciptakan suatu hubungan. Hubungan tersebut dapat bersifat pribadi (personal relationship), dapat bersifat sosial (social relationship), dapat pula bersifat hubungan kerja (task relationship). Hubungan-hubungan ini akan merupakan kunci keberhasilan organisasi. Individu menyadari kedudukannya dalam kelompok. Dengan demikian akan disadari bahwa tidak etislah apabila seseorang hanya bekerja unuk kepentingan sendiri. Demikian pula kelompok, maka akan terciptalah suasana kerja sama atau koordinasi yang baik dalam melaksanakan kegiatan dalam menuju tercapainya tujuan organisasi. Bekerja yang terkotak-kotak bukanlah merupakan kamus dalam melaksanakan kegiatan, tetapi koordinasi merupakan kunci keberhasilan organisasi.[4]
            Hubungan Antar Manusia (Human Relation atau Interpersonal Relation)
            Dalam organisasi dikenal adanya dua macam hubungannya yaitu :
1.      Hubungan Formal berarti hubungan yang timbul dikarenakan adanya organisasi. Hubungan ini merupakan hubungan resmi (Formal Relation). Hubungan Formil ini lebih banyak mengandung muatan instruksi atau top-down.
2.      Hubungan Informal berarti hubungan yang berada di luar hubungan resmi atau di luar kedinasan ( Informal Relation). Hubungan Informil ini mempunyai kekuatan yang cukup besar dan merupakan arus balik. Hubungan Informil ini lebih banyak mengandung muatan-muatan tuntutan(demand) dan kebutuhan (needs), jadi lebih banyak mengandung muatan bottom-up.
B.       Manfaat Hubungan Dalam Organisasi
Hubungan antar pribadi dalam beberapa hal menyerupai kontrak bilateral. Sebuah kontrak resmi tidak akan ada tanpa pertimbangan dengan pertukaran dari sesuatu yang berharga sebagai imbalan untuk produk atau jasa. Suatu hubungan, pada gilirannya tidak akan ada jika kedua belah pihak tidak memperoleh sesuatu yang bermanfaat darinya. Agar hubungan berhasil, kita perlu memutuskan mengenai nilai-nilai apa di dalam suatu hubungan yang penting bagi orang lain dan jika kedua belah pihak tidak mendapatkan sesuatu yang bermanfaat dari hubungan tersebut, maka hubungan itu tidak akan berlangsung  lama.[5]
Pada dasarnya kita mempekerjakan orang berdasarkan keterampilan mereka yang berkaitan dengan pekerjaan. Undang- undang tentang kesempatan kerja yang sama dengan tepat telah melembagakan kebutuhan untuk berkonsentrasi pada kemampuan, dan bukan pada kepribadian atau karakteristik lain yang agaknya tidak relevan (seperti ras, agama, jenis kelamin, atau kecacatan).
C.      Hubungan Organisai dengan Lingkungan
Banyak teori yang menjelasakna hubungan organisasi dengan lingkungan. Menurut Hatch (1997:76) kita dapat membagi dua priode, yaitu: Priode awal 1960-an hinggaakhir 1970-an, dimana teori-teori yang dikembangkan bersifat kontijensi, dalam arti lingkungan berhubungan den mempengaruhi organisasi dan Priode awal 1980-an sampai sekarang dimana teori-teori yang dikembangkan lebih ditekankan pada penjelasan secara lebih detile tentang bagaimana hubungn organisasi dengan lingkungsn atau bagaimana lingkungan memepengaruhi organisasi.
1.      Teori Kontijensi Organisasi
Pengembangan teori kontijensi dimulai ketika Burn dan Stalker(1996) melakukan penelitian terhadap 20 organisasi industri di Inggris dan Skotlandia, untuk melihat bagaimana pengaruh perubahan  lingkungan terhadap pengelola dan terhadap organisasi itu sendiri. Dari sinilah Burn dan Stalker membedakan bahwa organisasi-organisasi yang mereka teliti ternyata dapat dinbedakan menjadi dua jenis struktur yang berbeda, yaitu struktur mekanistik dan organik (Gerloff, 1985:51).[6]
Struktur organisasi mekanistik dibuat atas dasar pertimbangan bahwa sistem kerja yang stabil dibutuhkan agara organisasi dapat menjalankan berbagai fungsinya secara efektif dan efesien. Oleh karena itu, untuk setiap posisi atau jabatan dalam organisai harus ditentukan secara jelas otoritas atau wewenangnya, kebutuhan informasi atau (information requirements), kompensasi, dan aktivitas-aktivitas teknik yang dilakukan.
2.      Teori Ketergantungan Sumber Daya
Ide dasar dari teori ketergantungan sumber daya adalah bahwa hubungan organisasi dengan lingkungan bersifat dependen. Dalam artinya organisasi bergantung kepada lingkungan untuk mendapatkan sumber daya.
Teori ini bertujuan memberikan suau gambaran kepada para pengelola organisasi mengenai faktor-faktor yang perlu diperhatikan pada lingkungan, berdasarkan ketergantungan organisasi terhadap sumber daya tertentu yang vital bagi kelangsungan hidupnya. Dalam hal ini sumber daya yang diperlukan dapat dikelompokan pada beberapa kategori, misalnya bahan mentah, tenaga kerja, modal, peralatan, dan pengetahuan. Selain itu organisasi bergantung pada lingkungan berkenaan dengan output atau hasil produksinya yang harus dipasarkan atau disampaikan kepada konsumen atau pelanggan.

CONTOH PENERAPAN TEORI KETERGANUTUNGAN SUMBER DAYA[7]

ORGANISASI
Input pengetahuan dan peralatan
(Sektor Teknologi)
Input modal
(investor)
Input bahan mentah
(Supplier)
Input tenaga kerja
(Pegawai)
Ouput
(Konsumen)

3.    Teori Ekologi Populasi
Teori ini hampir sama dengan teori sebelumnya, dimana organisasi diasumsikan memiliki ketergantungan sumber daya terhadap lingkungan, tetapi sudut pandangnya dibalik. Jika teori ketergantungan sumber daya terhadap sumber daya melihat drai sudut pandang organisasi, maka teori ekologi populasi melihat dari sudut pandang lingkungan.
Teori ini terutama bermanfaat apabila kita hendak menganalisis kelompok-kelompok industrui tertentu, dimana organisasi-organisasi seperti restoran, surat kabar, klinik keshatan, agen periklanan, penitipan anak dan lain-lain. Terbentuk dan berhenti dengan relatif mudah.
Hubungan organisai terhadap lingkunga. Misalnya, hubungan organisasi-organisasi dengan lingkungan ekosistem
Dipandang dari segi ekologis, maka sebuah organisasi yang “bertahan”, yaitu organisasi yang berhasil dalam hubungan dengan lingkungannya dan memuaskan para anggotanya. Lingkungan menyediakan sumber-sumber daya serta kesempatan bagi organisasi-organisasi. Disamping itu, dapat dikatakan bahwa lingkungan sebagai syarat untuk mendukung organisasi yang bersangkutan dapat meminta output yang dibutuhkan dari organisasi tersebut. Sebuah organisasi dan lingkungannya membentuk sebuah ekosistem organisatoris (organizational ecosystem) atau organisasi yang lebih besar.
Pandangan ekologis menganggap sebuah organisasi dan lingkungannya sebagai sistem-sistem interaksi terbuka. Pertukaran lingkungan tersebut menyediiakan sumber-sumber daya yang diperlukan bagi suatu organisasi untuk mendapatkan output yang dihasilkan oleh organisasi tersebut. Pada sistem ekologis manusia (human ecosystem or organization) dapat ditemukan macam-macam jenis variabel yang berkaian satu sama lain. Variabel-variabel tersebut adalah: Populasi, Organisasi, Lingkungan, Teknologi.[8]
Pandagan individu yang membentuk organisasi tersebut merupakan populasinya. Cara dengan apa mereka berhubungan satu sama lain merupakan organisasi mereka. Organisasi merek terdapat dalam suatu lingkungan dengan apa mereka berhubungan.[9]
D.      Hubungan Karyawan dan Perusahaan
   Hubungan yang tidak serasi dapat menurunkan semangat kerja. Oleh karena itu, lingkungan kerja sangat berpengaruh terhadap pelaksanaan pekerjaan yang dilakukan, maka setiap perusahaan harus mempersiapkan berbagai faktor yang mempengaruhi sehingga mempunyai pengaruh dan diperhatikan dalam lingkungan kerja.[10]

E.       Hubungan Individu dengan Pekerjaan
Kecocokan individu dengan pekerjaan (person Job fit) adalah sejauh mana kontribusi-kontribusi yang diberikan oleh seorang individu sesuai dengan insentif-insentif yang ditawarkan oleh organisasi. Kecocokan individu dengan pekerjaan adalah hubungan yang penting dalam organisasi manapun.
Dalam teori, setiap karyawan memiliki sekelompok kebutuhan yang ingin dipenuhi dan menentukan perilaku-perilaku lingkungan kerja dan kemampuan-kemampuan yang akan dikontribusikan kepada organisasi. Jadi, jika organisai bisa mengambil manfaaat sepenuhnya dari perilaku-perilaku dan kemampuan-kemampuan tersebut serta memenuhi kebutuhan-kebutuhan-kebutuhan sang individu secara penuh, organisasi akan meraih kecocokan pekerjaan yang sempurna. Infotek manajemen menjelaskan bagaimana sejumlah organissi menggunakan teknologi dalam upaya meningkatkan kecocokan orang dengan pekerjaan.
Tentu saja, kecocokan individu dengan pekerjaan yang sempurna semacam itu jarang terjadi untuk beberapa alasan. Pertama, prosedur-prosedur seleksi organisasi yang tidak sempurna. Organisasi hanya bisa menerka tingkat keahlian seorang karyawan saat membuat keputusan perekrutan, tapi bisa memperbaikinya melalui pelatihan.
Alasan lain dari adanya ketidak sempurnaan pada kecocokan individu dengan pekerjaan aalah bahwa individu maupun organisasi berubah. Seorang individu yang pada awalnya bersemangat dan tertarik pada sebuah pekerjaan, mungkin akan merasa bosan dan monoton setelah beberapa tahun melakukannya. Alasan lainnya lagi adalah karena tiap indivudu unik. Mengukur keahlian dan kinerja saja sudah sulit, apalagi menilai kebutuhan, sikap, dan kepribadian. Tiap perbedaan antar individu membuat percocokan  antara individu dengan pekerjaan menjadi proses yang sukar dan kompleks.[11]
Kecocokan orang dengan pekerjaan adalah konsep yang sangat penting dalam organisasi. Kecocokan individu dengan pekerjaan yang baik menguntungkan organisasi maupun individu. Tetapi kecocokan individu dan pekerjaan yang buruk bisa memunculkan karyawan yang berkinerja rendah dan tidak puas.
Individu-ndividu dalam organisasi menampakkan sikap menyangkut banyak hal yang berbeda. Sebagai contoh, karyawan akan memilliki sikap menyangkut gaji, peluang promosi, bos, tunjangan. Tentu saja sebagian sikap ini lebih penting dari sikap-sikap yang lain. Sikap-sikap yang sangat penting adalah kepuasan atau ketidak puasan kerja dan komitmen organisasi. Kepuasan atau ketidak puasan kerja adalah suatu sikap yang mencerminkan sejauh mana seorang individu bahagia atau puas pada pekerjaannya.[12]
F.       Hubungan Antar Individu
Perbedaan individu memiliki dampak langsung terhadap perilaku organisasi. Setiap orang merupakan pribadi yang unik berkat latar belakang mereka karakteristik individual, kebutuhandan cara mereka memandang berbagai hal secara berbeda dan berperilaku secara berbeda. Perilaku seseorang didalam pekerjaan merupakan interaksi kompleks yang digambarkan dalam gambar berikut[13]

Kepribadian
Kemampuan dan keterampilan
Perilaku kerja
a.   Produktivitas
b.   Krativitas
c.   Kinerja


Sikap

Persepsi

Setiap individu memiliki Perbedaan-perbedaan. Perbedaan individual (individual differences) adalah atribut-atribut pribadi yang berbeda antara seseorang dengan yang lain. Perbedaan-perbedaan antar individu mungkin bersifat jasmaniah, psikologis, dan emosional. Bersama-sama, semua perbedaan individual yang menjadi ciri seseorang membuat seorang unik dibanding semua individu lain.
Seorang individu mungkin sangat tidak bahagia, tertekan, dan negatif dalam suatu lingkungan kerja. Tetapi sangat puas, energik, dan positif dalam lingkungan kerja yang lain. Kondisi dan rekan kerja merupakan faktor penting.
Jadi, setiap kali berupaya menilai atau memperhitugkan perbedaan-perbedaan individual karyawannya, organisasi tersebut harus mempertimbangkan sitasi yang mendasari perilaku. Berupaya memperhitungkan ciri-ciri serta kontribusi-kntribusi individual dalam hubungannya dengan insentif dan konteks, adalah tantangan besar bagi organisasi disaat mereka berusaha membentuk kontrak psikolgis yang efektif dengan para karyawan dan meraih kecocokan optimal diantara setiap karyawan[14]
G.      Hubungan Pemimpin dan Karyawan
Hubungan antara pemimpin dan karyawan/pegawai, sangat dipengaruhi oleh gaya kepemimpinan yang dimiliki. Ini disebabkan pemimpin memiliki kekuasaan dan otoritas lebih, dalam usaha membentuk terwujudnya suatu model manajemen organisasi yang diharapkan. Ada dua gaya kepemimpinan yaitu:[15]
a.       Pemimpin dengan gaya orientasi tugas (task-orientated)
b.      Pemimpin dengan gaya orientasi pegawai (employee-orientated)
Pemimpin dengan gaya kepemimpinan yang lebih mengutamakan berorientasi tugas cenderung sangat mengejar target penjualan atau pengejaran projek dengan hasil maksimal, dan menempatkan para karyawan serta seluruh sumber daya yang dimiliki  demi tercapainya target. Pada pemimpin dengan gaya orientasi tugas ini akan terlihat pada ciri-ciri sebagai berikut:
a.       Menghindari sifat suka melalaikan tugas
b.      Mengedepankan profesionalitas hasil kerja sesuai dengan target
c.       Berusaha memberikan kepuasan kepada klien, mitra bisnis, birokrat, konsumen dan lainnya sesuai dengan permintaan.
d.      Menghindari cacat kerja atau produk yang tidak sempurna
e.       Mengedepankan service purna jual kepada para konsumen, klien, dan lainnya.
f.       Menjunjung tinggi terwujudnya reputasi perusahaan sesuai dengan amanat visi dan misi perusahaan, termasuk memberikan kepuasan kepada pemegang saham
Adapun pemimpin dengan gaya orientasi pegawai adalah pemimpin yang memiliki pandangan dan konsep kaderisasi. Konsep kaderisasi tersebut terlihat dengan cara pemimpin berusaha membesarkan para karyawan yang dianggap memiliki potensi untuk didik dan diberi pelatihan kepemimpinan, dengan tujuan pegawai tersebut suatu saat diharapkan akan mampu memberi pengaruh bagi kemajuan organisasi serta dapat meningkatkan penjualan/ pelayanan. Hingga akhirnya pegawai tersebut diberi kesempatan untuk memimpin organisasi secara legatimit. Konsep gaya kepemimpinan yang berorientasi pada pegawai dianggap lebih demokratis[16].
H.      Hubungan Pekerjaan dalam Organisasi
Hubungan pekerjaan (job relationship) ditentukan oleh keputusan manajer berkenaan dengan dasar departementalisasi dan rentang pengendalian. Kelompok yang dihasilkan menjadi tanggung jawab sang manajer untuk mengkoordinasikannya menuju tujuan organisasi. Keputusan ini juga menentukan sifat dan cakupan dari hubungan interpersonal pemegang pekerjaan, secara individual dan dalam kelompok. Seperti yang telah kita lihat dalam pembahasan kelompok dalam organisasi, kinerja kelompok sebagian dipengaruhi oleh kohesivitas kelompok, dan tingkatan dari kohesivitas bergantung pada kualitas dan jenis hubungan interpersonal dari pemegang pekerjaan yang ditugaskan dalam suatu pekerjaan atau kelompok komando.
Semakin luas rentang pengendalian, semakin besar kelompok, dan dampaknya adalah semakin sulit untuk membentuk hubungan pertemanan dan minat. Secara sederhana, orang dalam kelompok yang lebih besar lebih tidak mungkin berkomunikasi (dan  berinteraksi secara cukup untuk membentuk ikatan interpersonal) ketimbang orang dalam kelompok yang lebih kecil. Tampa kesempatan untuk berkomunikasi, orang tidak akan dapat membentuk kelompok kerja yang kohesif. Oleh karena itu, salah satu sumber penting dari kepuasan mungkin hilang bagi individu yang berusaha untuk memenuhi kebutuhan sosial dan kebutuhan harga diri melalui hubungan dengan rekan kerja.
Dasar departemenlisasi yang dipilih manajer juga memiliki implikasi penting terhadap hubungan pekerjaan. Dasar fungsional menempatkan pekerjaan dengan kedalaman dan rentang yang serupa dalam kelompok yang sama, sementara dasar produk, wilayah, dan konsumen menempatkan pekerjaan dengan kedalaman dan rentang yang berbeda dalam kelompok yang berbeda. Oleh karena itu, dalam departement yang fungsional, orang akan melakukan spesialisasi yang kurang lebih sama. Walaupun demikian, departement produk, wilayah, dan konsumen terbentuk dari pekerjaan yang cukup berbeda dan heterogen. Individu yang bekerja di departement yang heterogen mengalami perasaan ketidakpuasan dan stres, lebih intens dari departemen yang homogen dan fungsional. Orang-orang dengan latar belakang, keterampilan, dan pelatihan yang homogen memiliki minat yang lebih serupa dari pada mereka yang heterogen. Oleh karena itu, lebih mudah bagi mereka yang homogen untuk membentuk hubungan sosial yang memuaskan dengan stres yang lebih sedikit, tapi juga lebih sedikit keterlibatan dalam aktivitas departemen.
Perancangan pekerjaan mendeskripsikan karakteristik sasaran dari pekerjaan. Ini berarti, melalui teknik analisis jabatan, manajer dapat merancang pekerjaan dalam konteks aktivitas yang diperlukan untuk memproduksi hasil tertentu. Akan tetapi terdapat faktor lain  dengan konten pekerjaan yang dipersepsikan dengan harus dipertimbangkan sebelum kita dapat memahami hubungan antara pekerjaan dengan kinerja.[17]
SIMPULAN
 Organisasi adalah suatu sistem berkelanjutan dari aktivitas-aktivitas manusia yang terdiferensiasi dan terkoordinasi, yang mempergunakan, mentransformasi, dan menyatupadukan seperangkat khusus wanita, material, modal, gagasan, dan sumber daya alam menjadi  suatu kesatuan pemecahan masalah yang unik dalam rangka memuaskan kebutuhan-kebutuhan tertentu manusia dalam interaksinya dengan sistem-sistem lain dari aktivitas manusia dan sumber daya dalam lingkungannya.
Hubungan dalam organisasi dapat berupa komunikasi yang baik antara pemimpin dan karyawan, yang komunikasi merupakan bagian yang vital dan pekerjaan manejerial yang paling penting. Apara menejer harus bisa menyampaikan visi serta tujuannya yang menyangkut organisasi,  agar organisasi berjalan dengan baik sesuai dengan tujuan. Selain itu dengan adanya komunikasi yang baik dalam organisasi juga bisa memahami apa yang sedang terjadi dalam lingkungan organisasinya serta bagaimana organisasi bisa berjalan dengan efektif.
Banyak lagi hubungan-hubungan dalam organisasi diantaranya:
1.        Hubungan organisasi dengan lingkungan
2.        Hubungan karyawan dengan perusahaan
3.        Hubungan individu dengan pekerjaan
4.        Hubungan antar individu
5.        Hubungan pemimpin dengan karyawan dan
6.        Hubungan pekerjaan dalam organisasi.
  
REFERENSI


Brantas. 2009. Dasar-dasar Manajemen. Bandung: Alfabeta

Budijanto. 1994. Membina Hubungan yang Harmonis di Tempat Kerja. Jakarta: Binarupa Aksara
Eko Indrajit, Richardus. 2014. Manajemen Organisasi dan Tata Kelola Teknologi Informasi. Jakarta: Aptikom.

Fahmi, Irham. 2014.  Perilaku Organisasi: Teori, Aplikasi, Kasus. Bandung: Alfabeta

Griffin, Ricky w. 2004.  Manajeme. Jakarta: Erlangga

Hardjito, Dydiet. 1997.Teori Organisasi dan Teknik Pengorganisasian. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada

Ivancevich, John M.  dkk. 2006.  Perilaku dan Manajemen Organisasi. Jakarta: Erlangga

Kusdi. 2009. Teori Organisasi dan Administrasi. Jakarta: Salemba Humanika

Nuraini,  2013. Manajemen Sumber Daya Manusia. Pekanbaru: Yayasan Ainisyam

Moorhead. 2013. Prilaku Organisasi: Manajemen Sumber Daya Mnusia dan Organisasi. Jakarta: Salemba Empat.


[1] Dr.Kusdi, Teori Organisasi dan Administrasi ,(Jakarta: Salemba Humanika,2009),hlm.04
[2] Ibid. hlm.05.
[3] Ricky w griffin, Manajemen, (Jakarta: Erlangga, 2004),hlm. 102.
[4] Drs.Dydiet hardjito,Teori organisasi dan teknik pengorganisasian,(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,1997),hlm.14.
[5]Drs.Budijanto, Membina Hubungan yang Harmonis di Tempat Kerja ,(Jakarta: Binarupa Aksara,1994),hlm.20.
[6] Gerloff E. A, Organizational Theory and Design: A Strategic Approach For Managemeng, (Singapura: McGraw-Hill, 1985) Dalam Dr.Kusdi, Teori Organisasi dan Administrasi ,(Jakarta: Salemba Humanika,2009),hlm.73
[7] Hatch , M. J. Organizatin Theory: Modern, Symbolic, and Post-modern Perstive, (Oxford: Univ. Press, 1997), hlm. 79. Dalam Dr.Kusdi, Teori Organisasi dan Administrasi ,(Jakarta: Salemba Humanika,2009),hlm.75
[8] Amosh Newley, Human Ecology, International Encyclopedia of the Social Sciences, Vol.4. New York: MC. Milan and The Free Press, 1968. Dalam J. Winardi, Teori Organisasi & Pengorganisasian, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2003), hlm. 160.
[9] Dalam J. Winardi, Teori Organisasi & Pengorganisasian, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2003), hlm. 160.
[10] T. Nuraini,  Manajemen Sumber Daya Manusia, (Pekanbaru: Yayasan Ainisyam, 2013), hlm.99.
[11] Ricky w griffin, Op. Cit. hlm.7.
[12] John J. Clncy, “Is Loyalty Really Dead?”. Acros the Board, Juni 1999. Dalam Ricky w griffin, Manajemen, (Jakarta: Erlangga, 2004),hlm.14.
[13] John M. Ivancevich, dkk, Perilaku dan Manajemen Organisasi, (Jakarta: Erlangga, 2006), hlm. 82-83.
[14] Griffin.Op.Cit., hlm.9.
[15] Brantas, Dasar-dasar Manajemen, (Bandung: Alfabeta, 2009), hlm. 189.
[16] Irham Fahmi, Perilaku Organisasi: Teori, Aplikasi, Kasus, (Bandung: Alfabeta, 2014), hlm. 93.
[17] John M. Ivancevich, dkk, Op. Cit. hlm. 191.

Penulis Syima

No comments:

Post a Comment

Adbox