Terbaru

LightBlog

Friday, October 27, 2017

Makalah Pemilihan Badan legislatif

BAB II
PEMBAHASAN

A.                BADAN LEGISLATIF
1.      Pengertian Bada Legislatif
Badan legislatif adalah struktur politik yang berfungsi mewakili warga negara di dalam proses pembuatan kebijakan negara. Legislatif itu sendiri berasal dari kata “legislate” yang berarti lembaga yang bertugas membuat undang-undang. Anggotanya dianggap sebagai perwakilan rakyat, karena itulah lembaga legislatif sering dinamakan sebagai badan atau dewan perwakilan rakyat. Nama lain yang sering dipakai juga adalah parlemen, kongres, ataupun asembli nasional. Dalam sistem parlemen, legislatif adalah badan tertinggi yang menunjuk eksekutif. Sedangkan dalam sistem presiden, legislatif adalah cabang pemerintahan yang sama, dan bebas dari eksekutif.
2.       Badan Legislatif di Indonesia
Melalui UUD 1945, dapat diketahui bahwa struktur legislatif yang ada di Indonesia terdiri atas MPR (Majelis Permusyawaratan Rakyat), DPR (Dewan Perwakilan Rakyat RI, DPRD I, DPRD II), dan DPD (Dewan Perwakilan Daerah). Badan-badan ini memiliki fungsi dan wilayah kewenangan yang berbeda-beda.
Ø  MPR (Majelis Permusyawaratan Rakyat)
                        MPR merupakan struktur legislatif yang berkedudukan di tingkat pusat. Setelah amandemen UUD 1945 ke-4 pada tanggal 10 Agustus 2002, maka MPR RI sebagai kelembagaan Negara, tidak lagi diberikan sebutan sebagai lembaga  tertinggi Negara dan hanya sebagai lembaga Negara, seperti juga DPR, Presiden, BPK dan MA. Dalam pasal 1 ayat 2 yang telah mengalami perubahan perihal kedaulatan disebutkan bahwa “kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut undang-undang dasar,” sehingga tampaklah bahwa MPR RI tidak lagi menjadi pelaksana kedaulatan rakyat. Masa jabatan anggota MPR 5 tahun dan bersamaan pada saat anggota DPR dan anggota DPD yang baru mengucapkan sumpah atau janji. Tugas dan wewenang MPR di atur dalam pasal 3 UUD 1945 yang berbunyi :
1) Majelis Permusyawaratan Rakyat berwenang mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar.
2) Majelis Permusyawaratan Rakyat melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden.
3) Majelis Permusyawaratan Rakyat hanya dapat memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya menurut Undang-Undang Dasar.

Selain tugas dan wewenang tersebut anggota MPR memiliki hak pada pasal 9, diantaranya adalah sebagai berikut :
a.       Mengajukan usul pengubahan pasal UUD 1945.
b.      Menetukan sikap dan pilihan dalam pengambilan keputusan.
c.       Memilih dan dipilih.
d.      Membela diri.                                                    
e.       Hak imunitas.
f.       Hak protokoler.
g.      Hak keuangan dan administratif.
h.      Bersidang sedikitnya sekali dalam 5 tahun di ibu kota Negara.
Selain mempunyai hak, MPR juga memiliki kewajiban yang diatur dalam UU No.27 Tahun 2009 pada pasal 10 :
a. memegang teguh dan mengamalkan Pancasila;
b. melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan menaati peraturan perundangundangan;
c. mempertahankan dan memelihara kerukunan nasional dan menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
d. mendahulukan kepentingan negara di atas kepentingan pribadi, kelompok, dan golongan; dan
e. melaksanakan peranan sebagai wakil rakyat dan wakil daerah.
Ø  DPR (Dewan Perwakilan Rakyat)
DPR adalah suatu struktur legislatif yang punya kewenangan membentuk undang-undang. DPR terdiri atas anggota partai politik peserta pemilihan umum yang di pilih melalui pemilihan umum. Dan dalam membentuk undang-undang tersebut DPR harus melakukan pembahasan serta persetujuan bersama Presiden. Tugas dan wewenang yang dimiliki oleh DPR adalah sebagai berikut (dilihat dari UUD 1945).     1)       mengusulkan pemberhentian Presiden/Wakil Presiden kepada MPR, terlebih dahulu mengajukan permintaan kepada Mahkamah Konstitusi dan seterusnya.
2)     DPR mempunyai kekuasaan membentuk undang-undang.
Hal ini termuat dalam UUD 1945 Pasal 20 ayat 1 yang menyatakan “Dewan Perwakilan Rakyat memegang kekuasaan membentuk undang-undang”
Dan juga terdapat dalam Pasal 20 ayat 2 yang menyatakan “Setiap rancangan undang-undang dibahas oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden untuk mendapat persetujuan bersama”
3)       Di dalam DPR menetapkan rancangan undang-undang, tidak di sahkan oleh Presiden Rancangan Undang-Undang tetap sah menjadi undang-undang dan wajib diundangkan.
4)      Setiap anggota DPR berhak mengajukan usul rancangan undang-undang.
Fungsi dari DPR adalah fungsi legislasi, fungsi penganggaran dan fungsi pengawasan. Hal ini termuat dalam UUD 1945 Pasal 20A ayat 1 yaitu:
a.       Fungsi legislasi adalah fungsi yang dilaksanakan sebagai perwujudan DPR selaku pemegang kekuasaan membentuk undang-undang.
b.      Fungsi penganggaran adalah fungsi yang dilaksanakan untuk membahas dan memberikan persetujuan atau  tidak memberikan persetujuan terhadap rancangan undang-unang tentang APBN yang diajukan oleh Presiden.
c.       Fungsi pengawasan yaitu fungsi yang dilaksanakan melalui pengawasan atas pelaksanaan undang-undang dan APBN. Hak DPR adalah salah satunya hak interpelasi, hak angket dan hak menyatakan pendapat sebagaimana yang termuat di dalam UUD 1945 Pasal 20A ayat 2 yaitu:
a.       Hak interpelasi adalah hak DPR untuk meminta keterangan kepada pemerintah mengenai kebjakan pemerintah yang penting dan strategis serta berdampakluas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
b.      Hak angket hak DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan suatu undang-undang dan/atau kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan hal penting, strategis dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
c.       Hak menyatakan pendapat adalah hak DPR untuk menyatakan pendapat atas:
·            Kebijakan pemerintah atau mengenai kejadian luar biasa yang terjadi di tanah air atau di dunia internasional;
·            Tindak lanjut pelaksanaan hak interpelasi dan hak angket;
·            Dugaan bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden melakukan pelanggaran
Ø  DPD (Dewan Perwakilan Daerah)
            Dewan Perwakilan Daerah adalah lembaga daerah dalam sistem ketatanegaraan Republik Indonesia, dengan maksud untuk memberikan tempat bagi daerah-daerah menempatkan wakilnya dalam lembaga perwakilan tingkat nasional untuk mengakomodir dan memperjuangkan kepentingan daerah-daerahnya, sehingga memperkuat kesatuan nasional.
            Kewenangan yang dimiliki oleh DPD termuat di dalam UUD 1945 Pasal 22D yang menyatakan :
1)      DPD dapat mengajukan kepada DPR rancangan UU yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah pembentukan serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dn sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah.
2)      DPD ikut membahas rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan, pemerakan dan pembangunan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya serta memberikan pertimbangan kepada DPR atas rancangan UU anggaran pendapatan dan belanja negara dan rancangan UU yang berkaitan dengan pajak, pendidikan dan agama
3)      DPD dapat melakukan pengawasan atas pelaksanaan UU mengenai otonomi daerah, pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara, pajak, pendidikan, agama serta menyampaikan hasil pengawasannya itu kepada PDR sebagai bahan pertimbangan untuk ditindaklanjuti.
                        DPD mempunyai fungsi yang terdapat pada UU No.27 Tahun 2009 pada pasal 223, yaitu:
a.       pengajuan usul kepada DPR mengenai rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah;
b.      ikut dalam pembahasan rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah;
c.       pemberian pertimbangan kepada DPR atas rancangan undang-undang tentang anggaran pendapatan dan belanja negara dan rancangan undang-undang yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama; dan
d.      pengawasan atas pelaksanaan undang-undang mengenai otonomi daerah, pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan APBN, pajak, pendidikan, dan agama..
DPD mempunyai hak:
1)      mengajukan rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah;
2)      ikut membahas rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah;
3)      memberikan pertimbangan kepada DPR dalam pembahasan rancangan undang-undang tentang anggaran pendapatan dan belanja negara dan rancangan undang-undang  yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama;
4)      melakukan pengawasan atas pelaksanaan undangundang mengenai otonomi daerah, pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan APBN, pajak, pendidikan, dan agama.
B.                 PEMILIHAN UMUM (PEMILU)
1.    Pengertian Pemilihan umum
Pemilu adalah lembaga sekaligus prosedur praktik politik untuk mewujudkan kedaulatan rakyat yang memungkinkan terbentuknya sebuah pemerintahan perwakilan. Secara sederhana, Pemilihan Umum didefinisikan sebagai suatu cara atau sarana untuk menentukan orang-orang yang akan mewakili rakyat dalam menjalankan pemerintahan.
2.    Sistem Pemilihan Umum
Dalam ilmu politik dikenal bermacam-macam sistem Pemilihan Umum dengan berbagai variasinya, akan tetapi pada umumnya berkisar pada dua prinsip pokok, yaitu:

a. Single-member Constituency (satu daerah pemilihan memilih satu wakil,     biasanya disebut Sistem Distrik)
Sistem Distrik Sistem ini merupakan sistem pemilihan umum yang paling tua dan didasarkan atas kesatuan geografis. Setiap kesatuan geografis (yang biasanya disebut distrik karena kecilnya daerah yang diliputi) mempunyai satu wakil dalam dewan perwakilan rakyat. Untuk keperluan itu, negara dibagi dalam sejumlah besar distrik dan jumlah wakil rakyat dalam dewan perwakilan rakyat ditentukan oleh jumlah distrik. Calon yang di dalam satu distrik memperoleh suara terbanyak dikatakan pemenang, sedangkan suara-suara yang ditujukan kepada calon-calon lain dianggap hilang dan tidak diperhitungkan lagi, bagaimanapun kecilnya selisih kekalahannya.
Sistem distrik ini mempunyai beberapa kelemahan, diantaranya:
1)        kurang memeperhitungkan adanya partai kecil dan golongan minoritas, apalagi jika golongan ini terpancar dalam beberpa distrik.
2)        Kurang representatif dalam arti bahwa calon yang kalah dalam suatu distrik, kehilangan suara-suara yang telah mendukungnya.
Disamping itu sistem ini juga mepunyai kelebihan, diantaranya:
1)        Wakil yang terpilih dapat dikenal oleh penduduk distrik, sehingga hubungannya dengan penduduk distrik lebih erat
2)        Lebih mendorong kearah integritas partai-partai politik karena kursi yang diperebutkan dalam setiap distrik pemilihannya hanya satu. Mendorong partai-partai agar menyisihkan perbedaan-paerbedaan yang ada dan mengadakan kerjasama.
3)        Berkurangnya partai meningkatkan kerjasama antara partai-partai yang mempermudah terbentuknya pemerintah yang stabil dan meningkatkan stabilitas nasional.
4)        Sederhana dan mudah untuk diselenggarakan.
b.       Multy-member Constituency (satu daerah pemilihan memilih beberapa wakil; biasanya dinamakan sistem perwakilan berimbang atau Sistem Proporsional).
Sistem ini dianut oleh Indonesia. Bahawa jumlah kursi yang diperoleh suatu golongan atau partai adalah swsuai dengan jumlah suara yang diperoleh, dalam artinya bahwa, Pemilu tidaklah langsung memilih calon yang didukungnya, karena para calon ditentukan berdasarkan nomor urut calon-calon dari masing-masing parpol atau organisasi social politik (orsospol).
Para pemilih adalah memilih tanda gambar atau lambing sustu orsospol. Perhitungan suara untuk menentukan jumlah kursi raihan masing-m,asing orsospol, ditentukan melalui pejumlahan suara secara nasional atau penjumlahan pada suatu daerah (provinsi). Masing-masing daerah diberi jatah kursi berdasarkan jumlah penduduk dan kepadatan penduduk di daerah yang bersagkutan. Banyak atau sedikitnya kursi yang diraih adalah ditentukan oleh jumlah suara yang diraih masing-masing parpol atau orsospol peserta pemilihan umum. Calon terpilih untuk menjadi wakil rakyat duitenukan berdasarkan nomor urut calon yang disusun guna mewakili orsospol pada masing-masing daerah. Inilah yang disebut perhitungan suara secara proporsional, bukan menurut distrik pemilihan (yang pada setiap distrik hanya aka nada satu calon yang terpilih).
Sistem ini ada beberapa kelemahan yaitu:
1.)      Mempermudah fragmentasi partai dan timbulnya partai-partai baru
2.)      Wakil yang terpilih merasa dirinya lebih terikat kepada partai dan kurang merasakam loyalitas kepada daerah yang telah memilihnya
3.)      Mempersukar terbentuknya pemerintah yang stbil, oleh karena umumnya harus mendasarkan diri atas koalisi dari dua partai atau lebih.
Sedankan keuntungannya yaitu:
1)        Sistem propotional dianggap representative, karena jumlah kursi partai dalam parlemen sessuai dengan jumlah suara masyarakat yang diperoleh dalam pemilu.
2)        Sistem ini dianggap lebih demokratis dalam arti lebih egalitarian, karena praktis.
3.    Sistem Pemilihan Umum di Indonesia
Bangsa Indonesia telah menyelenggarakan pemilihan umum sejak zaman kemerdekaan. Semua pemilihan umum itu tidak diselenggarakan dalam kondisi yang vacuum, tetapi berlangsung di dalam lingkungan yang turut menentukan hasil pemilihan umum tersebut. Dari pemilu yang telah diselenggarakan juga dapat diketahui adanya usaha untuk menemukan sistem pemilihan umum yang sesuai untuk diterapkan di Indonesia.

1. Zaman Demokrasi Parlementer (1945-1959)
Pada masa ini pemilu diselenggarakan oleh kabinet BH-Baharuddin Harahap (tahun 1955). Pada pemilu ini pemungutan suara dilaksanakan 2 kali yaitu yang pertama untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat pada bulan September dan yang kedua untuk memilih anggota Konstituante pada bulan Desember. Sistem yang diterapkan pada pemilu ini adalah sistem pemilu proporsional
Pelaksanaan pemilu pertama ini berlangsung dengan demokratis dan khidmat,  Tidak ada pembatasan partai politik dan tidak ada upaya dari pemerintah mengadakan intervensi atau campur tangan terhadap partai politik dan kampanye berjalan menarik. Pemilu ini diikuti 27 partai dan satu perorangan.
Akan tetapi stabilitas politik yang begitu diharapkan dari pemilu tidak tercapai. Kabinet Ali (I dan II) yang terdiri atas koalisi tiga besar: NU, PNI dan Masyumi terbukti tidak sejalan dalam menghadapi beberapa masalah terutama yang berkaitan dengan konsepsi Presiden Soekarno zaman Demokrasi  Parlementer berakhir.
            2. Zaman Demokrasi Terpimpin (1959-1965)
Setelah pencabutan Maklumat Pemerintah pada November 1945 tentang keleluasaan untuk mendirikan partai politik, Presiden Soekarno mengurangi jumlah partai politik menjadi 10 parpol. Pada periode Demokrasi Terpimpin tidak diselanggarakan pemilihan umum.
 3. Zaman Demokrasi Pancasila (1965-1998)
Setelah turunnya era Demokrasi Terpimpin yang semi-otoriter, rakyat berharap bisa merasakan sebuah sistem politik yang demokratis & stabil. Upaya yang ditempuh untuk mencapai keinginan tersebut diantaranya melakukan berbagai forum diskusi yang membicarakan tentang sistem distrik yang terdengan baru di telinga bangsa Indonesia.
Pendapat yang dihasilkan dari forum diskusi ini menyatakan bahwa sistem distrik dapat menekan jumlah partai politik secara alamiah tanpa paksaan, dengan tujuan partai-partai kecil akan merasa berkepentingan untuk bekerjasama dalam upaya meraih kursi dalam sebuah distrik. Berkurangnya jumlah partai politik diharapkan akan menciptakan stabilitas politik dan pemerintah akan lebih kuat dalam melaksanakan program-programnya, terutama di bidang ekonomi. Karena gagal menyederhanakan jumlah partai politik lewat sistem pemilihan umum, Presiden Soeharto  melakukan beberapa tindakan untuk menguasai kehidupan kepartaian. Tindakan pertama yang dijalankan adalah mengadakan fusi atau penggabungan diantara partai politik, mengelompokkan partai-partai menjadi tiga golongan yakni Golongan Karya (Golkar), Golongan Nasional (PDI), dan Golongan Spiritual (PPP). Pemilu tahun1977 diadakan dengan menyertakan tiga partai, dan hasilnya perolehan suara terbanyak selalu diraih Golkar.
4 .        Zaman Reformasi (1998- Sekarang)
 Pada masa Reformasi 1998, terjadilah liberasasi di segala aspek kehidupan berbangsa dan bernegara. Politik Indonesia merasakan dampak serupa dengan diberikannya ruang bagi masyarakat untuk merepresentasikan politik mereka dengan memiliki hak mendirikan partai politik. Banyak sekali parpol yang berdiri di era awal reformasi. Pada pemilu 1999 partai politik yang lolos verifikasi dan berhak mengikuti pemilu ada 48 partai. Jumlah ini tentu sangat jauh berbeda dengan era orba.
Pada tahun 2004 peserta pemilu berkurang dari 48 menjadi 24 parpol saja. Ini disebabkan telah diberlakukannya ambang batas(Electroral Threshold) sesuai UU no 3/1999 tentang PEMILU yang mengatur bahwa partai politik yang berhak mengikuti pemilu selanjtnya adalah parpol yang meraih sekurang-kurangnya 2% dari jumlah kursi DPR. Partai politikyang tidak mencapai ambang batas boleh mengikuti pemilu selanjutnya dengan cara bergabung dengan partai lainnya dan mendirikan parpol baru. Untuk partai politik baru. Persentase threshold dapat dinaikkan jika dirasa perlu seperti persentasi Electroral Threshold 2009 menjadi 3% setelah sebelumnya pemilu 2004 hanya 2%. Begitu juga selanjutnya pemilu 2014 ambang batas bisa juga dinaikan lagi atau diturunkan.

 BAB III
PENUTUP

A.   Kesimpulan
Setelah dijelaskan dari pemaparan materi diatas dapat disimpulkan bahwa
Badan legislatif adalah struktur politik yang berfungsi mewakili warga negara di dalam proses pembuatan kebijakan negara. Dalam sistem parlemen, legislatif adalah badan tertinggi yang menunjuk eksekutif. Sedangkan dalam sistem presiden, legislatif adalah cabang pemerintahan yang sama, dan bebas dari eksekutif.
Sedangkan Pemilihan umum adalah Pemilu adalah lembaga sekaligus prosedur praktik politik untuk mewujudkan kedaulatan rakyat yang memungkinkan terbentuknya sebuah pemerintahan perwakilan. Secara sederhana, Pemilihan Umum didefinisikan sebagai suatu cara atau sarana untuk menentukan orang-orang yang akan mewakili rakyat dalam menjalankan pemerintahan.

B.   SARAN  
Semoga dengan pemaparan materi diatas para pembaca dapat memahami tentang BDAN LEGISLATIF DAN PEMILIHAN UMUM dan memanfaatkannya untuk kedepannya, selanjutnya pemakalah menyadari dalam makalah ini bnyak kekurangan baik itu dalam segi penulisan maupun yang lainnya, jadi kritik dan saran pemakalah harapkan untuk kedepannya menjadi lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA
Prof.Budardjo,Miriam,Dasar-Dasar Ilmu Politik,Jakarta:PT Gramedia Pustaka Utama,2007

Maksudi, Bedddy Iriawan, Sistem Politik Indonesia Pemahaman secara  dan Empirik. Jakarta: PT.RajaGrafindo Persada.2011.
Situs Internet (Wikipediawan,Revo Arka Giri Suekanto)    
Penulis Syima

No comments:

Post a Comment

Adbox