Terbaru

LightBlog

Friday, October 27, 2017

Makalah Etika Birokrasi Indinesia

BAB II
PEMBAHASAN

2.1.       Pengertian Etika Birokrasi
Etika berasal dari bahasa Yunani yaitu ethos, yang artinya kebiasaan atau watak, sedangkan moral berasal dari bahasa Latin yaitu mos yang artinya cara hidup atau kebiasaan. Dari istilah ini muncul pula istilah moril dan norma, moril bisa berarti semangat atau dorongan batin, sedangkan norma dalam bahasa Inggris berarti aturan atau kaidah. Etika cenderung dipandang sebagai suatu cabang ilmu dalam filsafat yang mempelajari nilai-nilai baik dan buruk bagi manusia (Kumorotomo : 2008). Etika adalah kebiasaan yang baik dalam masyarakat, yang kemudian mengendap menjadi norma-norma atau kaidah atau dengan kata lain yang menjadi normatif dalam perikehidupan manusia ( Simorangkir : 1978 ).[1]
Menurut Weber, birokrasi adalah metode organisasi terbaik dengan spesialisasi tugas. Walaupun kemudian banyak pakar yang mengkritik Weber, seperti Warren Bennis yang menyampaikan perlunya kebijaksanaan memperhatikan keberadaan manusia itu sendiri. Birokrasi tetap akan diperlukan di kantor-kantor pemerintah, terutama di negara-negara berkembang yang harus dipacu dengan kedisiplinan.
Aristoteles juga memberikan istilah Ethica yang meliputi dua pengertian yaitu etika meliputi Kesediaan dan Kumpulan peraturan, yang mana dalam bahasa Latin dikenal dengan kata Mores yang berati kesusilaan, tingkat salah saru perbuatan (lahir, tingkah laku), Kemudian kata Mores tumbuh dan berkembang menjadi Moralitas yang mengandung arti kesediaan jiwa akan kesusilaan. Dengan demikian maka Moralitas mempunyai pengertian yang sama dengan Etika atau sebaliknya, dimana kita berbicara tentang Etika Birokrasi tidak terlepas dari moralitas aparat Birokrasi penyelenggara pemerintahan itu sendiri.
Menurut Drs.Haryanto, MA, Etika merupakan instrumen dalam masyarakat untuk menuntun tindakan (perilaku) agar mampu menjalankan fungsi dengan baik dan dapat lebih bermoral. Ini berarti Etika merupakan norma dan aturan yang turut mengatur perilaku seseorang dalam bertindak dan memainkan perannya sesuai dengan aturan main yang ada dimasyarakat agar dapat dikatakan tindakannya bermoral.
Dari beberapa pendapat yang menegaskan tentang pengertian Etika di atas jelaslah bagi kita bahwa Etika terkait dengan moralitas dan sangat tergantung dari penilaian masyarakat setempat. Dapat dikatakan bahwa moral merupakan landasan normatif yang didalamnya mengandung nilai-nilai moralitas itu sendiri dan landasan normatif tersebut dapat pula dinyatakan sebagai Etika yang dalam Organisasi Birokrasi disebut Etika Birokrasi.
Inilah prinsip dasar dan karakteristik yang ideal dari birokrasi yang pertama kali ditulis Max Weber (Max Weber : 1946). Namun prinsip ideal yang dikemukakan Weber tidak memperhatikan aspek manusia itu sendiri dalam birokrasi. Padahal efektivitas dan efisiensi birokrasi sangat dipengaruhi oleh etika dan moralitas dari pegawainya. [2]
Etika jabatan atau etika birokrasi adalah etika yang berkaitan dengan tugas-tugas yang dilakukan seseorang yang ditunjukkan oleh kewajiban-kewajiban dan tanggung jawab tertentu yang membutuhkan waktu dan perhatian penuh yang dilakukan oleh pemegang jabatan tersebut ( Simorangkir : 1978 ).
Dengan demikian etika birokrasi adalah suatu kebiasaan yang baik dalam birokrasi, yang kemudian mengendap menjadi norma-norma atau kaidah atau dengan kata lain yang menjadi normatif dalam perikehidupan manusia dan penyelenggaraan administrasi negara.
2.2.       Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik[3]
Dari paparan tersebut di atas maka dapat pula dikatakan bahwa etika sangat diperlukan dalam praktek administrasi publik untuk dapat dijadikan pedoman, referensi, petunjuk tentang apa yang harus dilakukan oleh administrasi publik. Disamping itu perilaku birokrasi tadi akan mempengaruhi bukan hanya dirinya sendiri, tetapi juga masyarakat yang dilayaniSeperangkat nilai dalam etika birokrasi yang dapat digunakan sebagai acuan, referensi, penuntun bagi birokrasi publik dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya antara lain adalah:
1.     efisiensi, artinya tidak boros, sikap, perilaku dan perbuatan birokrasi publik dikatakan baik jika mereka efisien.
2.     membedakan milik pribadi dengan milik kantor, artinya milik kantor tidak digunakan untuk kepentingan pribadi
3.     impersonal, maksudnya dalam melaksanakan hubungan kerjasama antara orang yang satu dengan lainnya secara kolektif diwadahi oleh organisasi, dilakukan secara formal, maksudnya hubungan impersonal perlu ditegakkan untuk menghindari urusan perasaan dari pada unsur rasio dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab berdasarkan peraturan yang ada dalam organisasi
4.     merytal system, nilai ini berkaitan dengan rekrutmen dan promosi pegawai, artinya dalam penerimaan pegawai atau promosi pegawai tidak di dasarkan atas kekerabatan, namun berdasarkan pengetahuan (knowledge), keterampilan (skill), sikap (attitude), kemampuan (capable), dan pengalaman (experience).
5.     accountable, nilai ini merupakan tanggung jawab yang bersifat obyektif, sebab birokrasi dikatakan akuntabel bilamana mereka dinilai obyektif oleh masyarakat karena dapat mempertanggungjawabkan segala macam perbuatan dan sikap
6.     responsiveness, artinya birokrasi publik memiliki daya tanggap terhadap keluhan, masalah dan aspirasi masyarakat dengan cepat dipahami dan berusaha memenuhi, tidak suka menunda-nunda waktu atau memperpanjang alur pelayanan.
2.3.    Fungsi Etika Birokrasi  
Etika sangat erat fungsinya dan menyatu dengan kegiatan pembangunan. Apa saja yang dilakukan demi mencapai taraf hidup yang lebih baik, peranan etika sangat berfungsi. Sistem dan prosedur yang berlaku dalam pembangunan, sarat dengan nilai-nilai moral yang harus dipegang teguh oleh mereka yang terlibat dalam pembangunan. Apa yang kita laksanakan dalam pembangunan pada hakekatnya adalah dari, oleh, dan untuk manusia atau 'people centered development'. Dalam rumusan Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) disebut pembangunan manusia se-utuhnya dan masyarakat Indonesia seluruhnya.
Harapan masyarakat untuk memiliki pemerintahan yang baik, peduli, melayani, dan meningkatkan kesejahteraan rakyat, masih jauh dari realitas. Masuknya orang-orang baru dalam pemerintahan (birokrasi), baik di legislatif maupun eksekutif, dirasa masih belum mampu menciptakan perbaikan nyata kinerja pemerintahan.
Kinerja birokrasi pelayanan publik menjadi isu yang strategis, karena memiliki implikasi yang luas dalam kehidupan masyarakat dan pembangunan. Salah satu upaya pembenahan birokrasi dan manajemen Pemerintah sebagai fasilitator pembangunan adalah perubahan mindset sumber daya manusia (SDM) dari pola pikir priyayi yang selalu ingin dilayani menjadi pola pikir wirausahawan yang melayani konsumen yaitu masyarakat. Hal ini didasarkan pada pemikiran yang berkembang dalam mewujudkan spirit reinventing government. Spirit tersebut mengajak aparat pemerintah (public sector) untuk berpikir seperti kalangan wirausaha (private sector), tanpa melibatkan organisasi pemerintah sebagai organisasi perusahaan (bisnis). Di dalam kehidupan masyarakat, perbaikan kinerja birokrasi pemerintah akan memperbaiki kehidupan masyarakat dan gairah usaha, guna menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan kehidupan masyarakat serta pembangunan . [4]
Di bidang pemerintahan, perbaikan kinerja birokrasi akan meningkatkan kepercayaan masyarakat kepada pemerintah dan citra (image) pemerintah di mata masyarakat, yang selanjutnya akan meningkatkan legitimasi pemerintah dan partisipasi masyarakat.  Dan dalam hal pemilihan nilai-nilai etika penyelenggara negara, perlu ditetapkan nilai-nilai etika yang akan dilaksanakan oleh seluruh penyelenggara negara sesuai dengan harapan rakyat dan pemerintah serta dapat dilaksanakan. Agar nilai-nilai etika birokrasi dapat dilaksanakan dengan baik maka diperlukan payung hukum yang menjadi acuan seluruh aturan etika di bawahnya, dan aturan yang sudah ada perlu diharmonisasi atau diubah. Semoga paparan ini dapat memberi masukan bagi masyarakat dan para pimpinan dalam memahami dan mengimplementasikan etika birokrasi yang efektif di jajaran pemerintahan.
2.3.       Implementasi Etika Birokrasi
Misalnya Peraturan Kepegawaian Sebagai Bagian Dari Penerapan Etika Birokrasi. Berbicara Etika Birokrasi tidak dapat dipisahkan dari Etika Aparatur Birokrasi itu karena secara eksplisit Etika Birokrasi telah termuat dalam peraturan Kepegawaian yang mengatur para aparat Birokrasi (Pegawai negeri) itu sendiri. Birokrasi merupakan sebuah organisasi penyelenggara pemerintahan yang terstruktur dari pusat sampai ke daerah dan memiliki jenjang atau tingkatan yang disebut hierarki. Jadi Etika Birokrasi sangat terkait dengan tingkah laku para aparat birokrasi itu sendiri dalam melaksanakan tugas dan fungsinya. Aparat Birokrasi secara kongkrit di negara kita yaitu Pegawai Negeri baik itu Sipil maupun Militer, yang secara organisatoris dan hierarkis melaksanakan tugas dan fungsi masing-masing sesuai aturan yang telah ditetapkan.[5]
Etika Birokrasi merupakan bagian dari aturan main organisasi Birokrasi atau Pegawai Negeri yang kita kenal sebagai Kode Etik Pegawai Negeri, diatur oleh Undang-undang Kepegawaian. Kode Etik yang berlaku bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS) disebut Sapta Prasetya Korps Pegawai Republik Indonesia (Sapta Prasetya KORPRI) dan di kalangan Tentara Nasional Indonesia (TNI) disebut Sapta Marga. Kode Etik itu dibaca secara bersama–sama pada kesempatan tertentu yang kadang-kadang diikuti oleh wejangan dari seorang pimpinanupacara yang disebut inspektur upacara (IRUP). Hal ini dimaksudkan untuk menciptakan kondisi–kondisi moril yang menguntungkan dalam organisasi yang berpengalaman dan menumbuhkan sikap mental dan moral yang baik. Kode Etik tersebut biasanya dibaca dalam upacara bendera, upacara bulanan atau upacara ulang tahun organisasi yang bersangkutan dan upacara–upacara nasional.
Setiap organisasi, misalnya PNS atau TNI ada usaha untuk membentuk Kode Etik yang lebih mengikat atau mengatur anggotanya agar lebih beretika dan bermoral. Namun sampai sekarang belum diketahui sampai seberapa jauh dan juga belum dapat dipantau secara jelas apakah perbuatan seseorang melanggar Etika atau Kode Etik atau tidak, karena belum jelas batasannya dan apa sanksinya. Dengan demikian Kode Etik dapat benar-benar dipergunakan sebagai ukuran atau kriteria untuk menilai perilaku atau tingkah laku aparat Birokrasi sehingga disebut beretika atau tidak. Namun demikian, apapun maksud yang hendak dicapai dengan membentuk dan ,menanamkan Kode Etik tersebut adalah demi terciptanya Aparat Birokrasi lebih jujur, lebih bertanggung jawab, lebih berdisiplin, dan lebih rajin serta yang terpenting lebih memiliki moral yang baik serta terhindar dari perbuatan tercela seperti korupsi, kolusi, nepotisme dan sebagainya.
Agar tercipta Aparat Birokrasi yang lebih beretika sesuai harapan di atas, maka perlu usaha dan latihan ke arah itu serta penegakkan sangsi yang tegas dan jelas kepada mereka yang melanggar kode Etik atau aturan yang telah ditetapkan. Dalam hubungannya dengan Kode Etik Pegawai Negeri yaitu dengan betul-betul menjiwai, menghayati dan melaksanakan Sapta Pra Setya Korpri, serta aturan-aturan kepegawaian yang telah ditentukan atau ditetapkan sebagai aturan main para aparat Birokrasi.

2.4.       Contoh Kasus dari Etika Birokrasi di Indonesia
Kasus yang akan dianalisis di makalah ini terjadi di ruang lingkup penegak hukum Indonesia, yaitu kejaksaan :
JAKARTA-Kronologi penangkapan jaksa Urip Tri Gunawan yang diduga menerima suap USD 660.000 sempat diwarnai aksi perlawanan tersangka. Bahkan, penyidik KPK sempat menabrak mobil yang dikendarai Urip karena mencoba melarikan diri saat akan ditangkap di depan rumah Sjamsul Nursalim di Jalan Hang Lekir RT 06/RW 08, Kaveling WG, Kel GrogolSelatan, Kebayoran Lama, JakartaSelatan. [6]
Menurut sumber di KPK, penangkapan Urip bukan sebuah kebetulan. KPK telah menerima informasi dugaan suap kasus BLBI tersebut beberapa hari sebelum penangkapan.
Pengintaian di sekitar rumah Sjamsul Nursalim. Ketua RT setempat Sambiyo mengaku melihat sejumlah penyidik serta anggota Brimob mengintai rumah mewah berpagar setinggi 5 meter tersebut. Para penyidik menunggu buruannya di tikungan samping rumah kediaman Sjamsul Nursalim. "Saya menerima laporan dari satpam perumahan bahwa ada beberapa orang yang mondar-mandir mengawasi rumah Sjamsul Nursalim," ungkapnya, Senin (3/3/2008).
Para satpam sempat curiga tapi setelah dicek ternyata mereka para penyidik dari KPK dan polisi yang sedang melakukan pengintaian. Kronologi penangkapan Urip pun digambarkan Sambiyo cukup dramatis. "Jadi, saat mobil Kijang silver (yang ditumpangi JaksaUrip) bernopol DK1832 CF keluar dari gerbang utama (rumah Sjamsul Nursalim) dan melewati tikungan tersebut, penyidik sudah siap menangkap. Karena ada gelagat kabur, mobil tersebut langsung dipepet dan sopir ditangkap meskipun sempat ada perkelahian,"ungkap Sambiyo.
Saksi mata mengungkapkan, penyidik sempat mendorong badan Urip ke tembok saat proses penangkapan. "Karena dia melawan saat akan ditangkap," ucap seorang penyidik yang enggan disebutkan namanya.
Sempat juga terjadi adu mulut karena Urip terus berusaha meyakinkan bahwa dirinya tidak bersalah. Pernyataan Sambiyo terbukti dengan ditemukannya kerusakan pada bemper depan mobil KPK. Selain itu, bagian belakang mobil jaksa Urip juga rusak akibat ditabrak penyidik KPK.Selain itu, bukti perkelahian dapat dilihat dari kumal dan kotornya bagian depan dan belakang baju putih berlengan panjang yang dikenakan Urip.
Bahkan, saat dimintai keterangan,Urip terlihat kelelahan dan ada bekas tanda kekerasan di bagian leher. Setelah ditangkap, penyidikKPK menyita uang senilai USD660.000 yang seluruhnya pecahan USD100. Selain itu, penyidik KPK juga melakukan penggeledahan di mobil mantan Kajari Klungkung, Bali, yang menjadi Ketua Tim Pemeriksa Kasus BLBI Kejagung tersebut. Polisi menyisir kendaraan Kijang silver dengan seksama dari jok depan sampai jok belakang.Penyidik KPK lalu membawa Urip ke Kantor KPK dan tiba di sana sekitar pukul 18.00 WIB.
Sekitar pukul 23.30 WIB, KPK menetapkan jaksa Urip sebagai tersangka. Di kesempatan pemunculannya yang sesaat itu pula, Urip sempat membantah menerima suap. ''Saya hanya berdagang permata sebagai usaha sampingan,''tuturnya.
Namun,pihak KPK menengarai keberadaan uang tersebut diduga terkait kasus BLBI karena dihentikannya penyelidikan kasus pengemplangan uang rakyat triliunan rupiah ini.  Hal ini semakinkuat saat jaksa Urip menangani kasus BLBI senilai Rp28 triliun yang melibatkan pengusaha Sjamsul Nursalim.Juru Bicara KPK Johan Budi SP membenarkan tersangka Urip sempat melawan saat akan ditangkap. "Dia sempat berusaha kabur saat akan ditangkap," kata Johan.

BAB III
PENUTUP
3.1.    SIMPULAN
Etika birokrasi adalah suatu kebiasaan yang baik dalam birokrasi, yang kemudian mengendap menjadi norma-norma atau kaidah atau dengan kata lain yang menjadi normatif dalam perikehidupan manusia dan penyelenggaraan administrasi negara.
Seperangkat nilai dalam etika birokrasi yang dapat digunakan sebagai acuan, referensi, penuntun bagi birokrasi publik dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya antara lain adalah:
1.     efisiensi
2.     membedakan milik pribadi dengan milik kantor
3.     impersonal
4.     merytal system
5.     accountable
6.     responsiveness
   Etika sangat erat fungsinya dan menyatu dengan kegiatan pembangunan. Apa saja yang dilakukan demi mencapai taraf hidup yang lebih baik, peranan etika sangat berfungsi. Sistem dan prosedur yang berlaku dalam pembangunan, sarat dengan nilai-nilai moral yang harus dipegang teguh oleh mereka yang terlibat dalam pembangunan. Apa yang kita laksanakan dalam pembangunan pada hakekatnya adalah dari, oleh, dan untuk manusia atau 'people centered development'.
Setiap organisasi, misalnya PNS atau TNI ada usaha untuk membentuk Kode Etik yang lebih mengikat atau mengatur anggotanya agar lebih beretika dan bermoral. Dengan demikian Kode Etik dapat benar-benar dipergunakan sebagai ukuran atau kriteria untuk menilai perilaku atau tingkah laku aparat Birokrasi sehingga disebut beretika atau tidak.

  
1.2.       SARAN
Dengan adanya penyusunan Makalah Etika Birokrasi Indonesia ini dapat dimanfaatkan oleh teman-teman angota kelompok tiga maupun teman-teman dari kelompok yang lain yang memerlukan, terutama digunakan untuk menunjang pembelajaran Birokrasi. Dalam arti luas sehingga kita semua bisa mendapatkan hasil yang baik nantinya sesuai dengan yang kita inginkan.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada segenap pihak yang telah membantu dalam penyusunan Makalah Etika Birokrasi Indonesia ini, bidang studi Birokrasi, Ibu Abdiana Ilosa, S.Ap. MPA selaku dosen pembimbing, semua anggota kelompok tiga yang ikut serta dalam penyusunan Makalah Etika Birokrasi Indonesia ini, dan teman-teman anggota kelompok yang lain.
Dalam penyusunan Makalah ini penulis menyadari masih banyak kekurangan, baik penyajian materi, kalimat, maka kritik dan saran yang membangun dari semua pihak sangat penulis harapkan guna penyempurnaan penyusunan Makalah dimasa yang akan datang.


DAFTAR PUSTAKA

Yulita Angger RinaWajah Birokrasi di Indonesia dalam Konteks Korupsi dan Etika Birokrasi. 2010. http://anggerinacihatcie.blogspot.co.id/2010/12/wajah-birokrasi-di-indonesia-dalam.html. Di akses sabtu 28 November 2015.
 Fathoni, Naimah. 2009. Konsep Etika Birokrasi Pemerintah. Jakarta: Medik
Syafie, Kencana Inu. 2011. Etika Pemerintahan. Jakarta: PT. Rineka Cipta
Taufik, Akmal. Etika Pemerintahan. 2011. http://makalainet.blogspot.co.id/2014/01/etika-pemerintahan-2.html. diakses pada sabtu 28 November 2015

[1] Fathoni, NaimahKonsep Etika Birokrasi Pemerintah.(2009. Jakarta: Medik.) Hlm. 31
[2] Yulita Angger RinaWajah Birokrasi di Indonesia dalam Konteks Korupsi dan Etika Birokrasi. 2010. http://anggerinacihatcie.blogspot.co.id/2010/12/wajah-birokrasi-di-indonesia-dalam.html. Di akses sabtu 28 November 2015.
[3] Syafie, Kencana Inu. 2011. Etika Pemerintahan. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Hlm. 307

[4] Fathoni, Naimah. 2009. Konsep Etika Birokrasi Pemerintah. Jakarta: Medik. Hlm.32
[5] Taufik, Akmal. Etika Pemerintahan. 2011. http://makalainet.blogspot.co.id/2014/01/etika-pemerintahan-2.html. diakses pada sabtu 28 November 2015

No comments:

Post a Comment

Adbox