Terbaru

LightBlog

Friday, October 27, 2017

Makalah Kelembagaan Pelayanan Publik

BAB II
LANDASAN TEORI

2.1.    Pengertian Pelayanan Publik
Menurut Kotler dalam Sampara Lukman[1] pelayan adalah setiap kegiatan yang menguntungkan dalam suatu kumpulan atau kesatuan, dan menawarkan kepuasan meskipun hasilnya tidak terikat pada suatu produk secara fisik. Sempara berpendapat pelayanan adalah suatu kegiatan atau urutan kegiatan yang terjadi dalam interaksi langsung antar seseorang dengan orang lain atau mesin secara fisik,dan menyediakan kepuasan pelanggan.[2] Sementara dalam kamus besar Bahasa Indonesia dijelaskan pelayanan sebagai hal, cara, atau hasil pekerjaan melayani. Sedangkan melayani adalah menyuguhi (orang) dengan makanan atau minuman, menyediakan keperluan orang, mengiyakan, menerima dan menggunakan.[3]
          Sedangkan istilah publik berasal dari Bahasa Inggris public yang berarti umum, masyarakat, negara. Kata publik sebenarnya sudah diterima menjadi Bahasa Indonesia baku menjadi Publik yang berarti umum, atau orang banyak, ramai.[4] Inu dan kawan-kawan mendefinisikan publik adalah sejumlah manusia yang memiliki kebersamaan berfikir, perasaan, harapan, sikap dan tindakan yang benar dan baik berdasarkan nilai-nilai norma yang merasa memiliki. Oleh karena itu pelayanan publik dapat diartikan sebagai setiap kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah terhadap sejumlah manusia yang memiliki setiap kegiatan yang menguntungkan dalam suatu kumpulan atau kesatuan, dan menawarkan kepuasan meskipun hasilnya tidak terikat pada suatu produk secara fisik. Pelayanan publik juga diartikan, pemberian layanan (melayani) keperluan orang atau masyarakat yang mempunyai kepentingan pada organisasi itu sesuai dengan aturan pokok dan tata cara yang telah ditetapkan.[5]
          Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2009 Pelayanan Publik adalah kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga dan penduduk atas barang, jasa, dan pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik.
          Beberapa pengertian dasar yang dituliskan di dalam keputusan mentri pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 63 Tahun 2003. Pelayanan Publik adalah segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan penerima pelayanan maupun pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan.[6] Dengan demikian, pelayanan publik adalah suatu kegiatan pemberi layanan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan publik tertentu atau kepentingan publik, baik berupa barang, jasa, atau layanan administratif yang diselenggarakan oleh lembaga pelayanan publik.
          Ruang lingkup pelayanan publik berupa:
1.             Pelayanan Barang dan Jasa Publik
Pelayanan pengadaan dan penyaluran barang dan jasa publik bisa dikatakan mendominasi seluruh pelayanan yang disediakan pemerintah kepada masyarakat. Pelayanan publik kategori ini bisa dilakukan oleh instansi pemerintah yang sebagian atau seluruh dananya merupakan kekayaan negara yang tidak bisa dipisahkan atau bisa diselenggarakan oleh badan usaha milik pemerintah yang sebagian atau seluruh dananya berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan (Badan Usaha Milik Negara/BUMN)
Contoh pelayanan barang dan jasa publik ini adalah pelayanan jasa kesehatan yang diselenggarakan oleh oleh rumah sakit milik pemerintah pusat atau pemerintah daerah yang notabene merupakan kekayaan negara yang tidak dipisahkan. Demikian pula halnya dengan pelayanan jasa pendidikan yang di selenggarakan oleh pemerintah daerah (SD hingga SMA) hingga perguruan tinggi oleh pemerintah pusat. Begitu juga dengan pelayanan jasa publik yang oleh badan usaha milik pemerintah juga termasuk dalam lingkup ini seperti layanan telekomunikasi dan informasi yang dilakukan oleh PT. Pos dan PT. Telkom. Dan layanan jasa angkutan penumpang dan barang, seperti PT. Garuda Indonesia, dan PT. Kereta Api Indonesia.
2.           Pelayanan Administratif
Kegiatan pelayanan publik yang dilakukan oleh instansi pemerintah adalah layanan yang menyediakan dokumen penting atau surat-surat bernilai kepada masyarakat untuk memberikan perlindungan terhadap hak-hak masyarakat. Contohnya adalah layanan pada bidang penerbitan akta kelahiran, kartu tanda penduduk, izin mendirikan bangunan, sertifikat tanah, surat nikah, dan sebagainya. Kegiatan seperti ini biasanya bersifat monopoli dan mandotori artinya diselenggarakan oleh hanya satu instansi pemerintah dan tidak bisa dilakukan oleh instansi non pemerintah/swasta, terutama layanan penerbitan surat nikah, akta kelahiran, dan sertifikat tanah.
Selain layanan yang bersifat mandatori atau monopoli yang dilakukan oleh instansi pemerintah, layanan administratif non-pemerintah juga bisa dilakukan oleh instansi di luar pemerintah dalam hal pelayanan pemberian dokumen, misalnya urusan perbankan, asuransi, kesehatan, keamanan, pengelolaan kawasan industri, dan pengelolaan kegiatan sosial. Contoh tindakan administratif yang dilakukan oleh instansi non pemerintah adalah dokumen polis yang diterbitkan oleh perusahaan asuransi sebagai perjanjian yang mengikat antara pemberi jasa dengan penerima jasa asuransi, akta jual beli yang dikeluarkan oleh kantor notaris yang telah diberi izin oleh Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia.
Pola penyelenggaraan pelayanan publik berdasarkan keputusan Mentri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 63 Tahun 2004 ada empat pola pelayanan yaitu:[7]
1.      Fungsional
Pola pelayanan publik diberikan oleh penyelenggara pelayanan, sesuai dengan tugas, fungsi dan kewenangan.
2.      Terpusat
Pola pelayanan publik diberikan secara tunggal oleh penyelenggara pelayanan berdasarkan pelimpahan wewenang dari penyelenggara pelayanan terkait lainnya yang bersangkutan.
3.      Terpadu
Pola pelayanan publik terpadu dibedakan menjadi dua yaitu:
a.    Terpadu satu atap
          Pola pelayanan terpadu satu atap diselenggarakan dalam satu tempat yang meliputi berbagai jenis pelayanan yang tidak mempunyai keterkaitan proses dan dilayani melalui beberapa pintu.
b.   Terpadu satu pintu
         Pola pelayanan satu pintu diselenggarakan pada satu tempat yang meliputi berbagai jenis pelayanan yang memiliki keterkaitan proses dan dilayani melalui satu pintu.
4.               Gugus tugas
   Petugas pelayanan publik secara perorangan atau dalam bentuk gugus tugas ditempatkan pada instansi pemberi pelayanan dan lokasi pemberian pelayanan tertentu.
2.2   Pengertian Teori Institusional (Teori Kelembagaan)
Ada berbagai defenisi kelembagaan yang disampaikan oleh ahli dari berbagai bidang :
1.      Lembaga adalah aturan di dalam suatu kelompok masyarakat atau organisasi yang memfasilitasi koordinasi antar anggotanya untuk membantu mereka dengan harapan dimana setiap orang dapat bekerjasama atau berhubungan satu dengan yang lain untuk mencapai tujuan bersama yang diinginkan (Ruttan dan Hayami, 1984)
2.      Lembaga adalah aturan dan rambu-rambu sebagai panduan yang dipakai oleh para anggota suatu kelompok masyarakat untuk mengatur hubungan yang saling mengikat atau saling tergantung satu sama lain. Penataan institusi (institusional arrangements) dapat ditentukan oleh beberapa unsur : aturan operasional untuk pengaturan pemanfaatan sumber daya, aturan kolektif untuk menentukan, menegakan hukum atau aturan itu sendiri dan untuk merubah aturan operasional serta mengatur hubungan kewenangan organisasi (Ostrom, 1985; 1986)
3.      Lembaga adalah suatu himpunan atau tatanan norma-norma dan tingkah laku yang bisa berlaku dalam suatu periode tertentu untuk melayani tujuan kolektif yang akan menjadi nilai bersama. Institusi ditekankan pada norma-norma perilaku, nilai budaya dan adat istiadat (Uphoff, 1986)
4.      Lembaga adalah sekumpulan batasan atau faktor pengendali yang mengatur hubungan perilaku antar anggota atau antar kelompok. Dengan defenisi ini kebanyakan organisasi umumnya adalah institusi karena organisasi umumnya mempunyai aturan yang mengatur hubungan antar anggota maupun dengan orang lain diluar organisasi itu (Nabli dan Nugent, 1989)
5.      Lembaga adalah aturan main di dalam suatu kelompok sosial dan sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor ekonomi, sosial dan politik. Institusi dapat berupa aturan formal atau dalam bentuk kode etik informal yang disepakati bersama. North membedakan antara institusi dari organisasi dan mengatakan bahwa institusi dari organisasi dan mengatakan bahwa institusi adalah aturan main sedangkan organisasi adalah pemainnya (North, 1990)
6.      Lembaga adalah mencakup penataan institusi (institutional arrangement) untuk memadukan organisasi dan institusi. Penataan institusi adalah suatu penataan hubungan antara unit-unit ekonomi yang mengatur cara unit-unit ini apakah dapat bekerjasama dan atau berkompetisi. Dalam pendekatan ini organisasi adalah suatu pertanyaan mengenai aktor atau pelaku ekonomi dimana ada kontrak atau transaksi yang dilakukan dan tujuan utama kontrak adalah mengurangi biaya transaksi (Williamson, 1985).
2.3.    Jenis-Jenis Kelembagaan Pelayanan Publik
          Kelembagaan pelayanan publik merupakan pelaksana dari layanan publik yang melibatkan semua instansi pemerintahan yaitu pemerintah pusat sampai pemerintah daerah, Korporasi dan lembaga nirlaba.
1.             Instansi Pemerintah
A.           Pemerintah Pusat
Dalam pemerintahan terdapat lembaga-lembaga Negara yang sesuai dengan UUD 1945, yaitu Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Mahkamah Agung (MA), Dewan Pertimbangan Agung (DPA), dan Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK).[8] MPR disebut lembaga tertinggi Negara, Presiden, DPR, MA, DPA, dan  BPK lembaga tinggi Negara. Kedudukan dan hubungan tata kerja lembaga tertinggi Negara dengan atau Negara lembaga-lembaga tertinggi Negara menurut Tab MPR No. III/MPR/1978 ditentukan sebagai berikut.
a.        MPR
        MPR terdiri dari anggota DPR ditambah dengan utusan golongan daerah dan golongan. MPR, sebagai penjelmaan seluruh rakyat, adalah pemegang kekuasaan tertinggi dan pelaksanaan kedaulatan rakyat. MPR memberikan mandate kepada persiden untuk melaksanakan GBHN dan keputusan MPR lainnya. MPR dapat memberhentikan presiden sebelum habis masa jabatannya karena permintaan sendiri, berhalangan tetap, atau sungguh-sungguh melanggar haluan Negara.[9]
        Dalam Tab MPR No. I/MPR/1978 dikatakan bahwa MPR punya tugas menetapkan undang-undang dasar, serta memilih presiden dan wakil presiden. MPR juga mempunyai wewenang:
1)      Membuat putusan-putusan, termasuk GBHN, yang tidak dapat dibatalkan oleh lembaga Negara lain, yang dilaksnakan oleh presiden.
2)      Memberikan penjelasan yang berupa penafsiran putusan MPR.
3)      Menyelesaikan pemulihan dan mengangkat Presiden dan Wakil Presiden.
4)      Meminta pertangungjawaban Presiden mengenai pelaksanaan GBHN dan menilai pertangungjawaban itu.
5)      Mencabut mandate dan memberhentikan Presiden dalam masa jabatannya jika Presiden bersungguh-sungguh melanggar haluan Negara dan/atau undang-undang dasar.
6)      Mengubah undang-undang dasar.
7)      Menetapkan tata tertib MPR.
8)      Menetapkan pemimpin MPR yang dipilih dari dan anggota MPR.
9)      Mengambil putusan mengenai anggota yang melanggar sumpah/janji anggota.
b.        Presiden
Presiden tunduk dan bertangung jawab kepada MPR dan pada akhir  masa jabatannya memberikan pertanggung jawaban atas pelaksanaan haluan Negara yang ditetapkan oleh undang-undang dasar atau MPR. Presiden wajib memberikan pertanggung jawaban di hadapan sidang istimewa MPR, yang khusus diadakan untuk meminta pertanggung jawaban presiden atas pelaksanaan haluan Negara yang ditetapkan oleh undang-undang dasar atau MPR.
Presiden adalah penyelenggara kekuasaan pemerintahan Negara yang tertinggi dibawah MPR, yang dalam melaksanakn kewajiban dibantu oleh wakil presiden. Presiden tidak bertangung jawab kepada DPR dan tidak bisa membubarkan DPR.
c.         DPA
DPA adalah badan penasehat presiden yang berkewajiban memberikan jawaban atas pertanyaan presiden. DPA juga berhak mengusulkan dan juga wajib mengajukan pertimbangan kepada presiden.
d.        DPR
Seluruh anggota DPR adalah juga MPR dan berkewajiban mengawasi tindakan presiden dalam rangka pelaksanaan GBHN. Jika Presiden dianggap sungguh-sungguh melanggar GBHN atau undang-undang dasar, DPR dapat menyampaikan memorandum untuk mengingatkan presiden. Apabila dalam waktu tiga bulan presiden tidak memperhatikan peringatan itu, DPR dapat menyampaikan momerandum ke dua. Jika dalam waktu dua bulan memorandum ini tidak diindahkan oleh Presiden, DPR dapat meminta MPR mengadakan sidang istimewa untuk pertanggungjawaban presiden.
e.         BPK
BPK adalah  badan yang memeriksa keuangan Negara. Dalam melakukan tugasnya, BPK lepas dari pengaruh dan kekuasaan pemerintah, tetapi ia tidak berdiri di atas pemerintah. BPK memeriksa semua pelaksanaan APBN dan hasilnya dilaporkan kepada DPR.
f.         Mahkamah Agung (MA)
MA adalah badan pelaksanaan kehakiman yang dalam melaksanakan tugasnya lepas dari pengaruh dan kekuasaan pemerintah dan pengaruh lainnya. MA dapat memberikan pertimbangan-pertimbangan di bidang hukum, baik diminta maupun tidak diminta, kepada lembaga-lembaga tinggi Negara. MA juga dapat memberikan nasihat hukum kepada Presiden agar memberi atau menolak grasi.
B.            Pemerintah Daerah
Menurut Undang-Undang tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah, yang dimaksud dengan pemerintah daerah adalah kepala daerah, yaitu kepala daerah pada umumnya, seperti gubernur, bupati, dan walikota madya, serta DPRD.[10] 
a.        Kepala Daerah
       Kedudukan kepala daerah dan DPRD sama tinggi. Kepala daerah memimpin bidang eksekutif dan DPRD bergerak dibidang legislatif. Meskipun demikian, harus diakui bahwa pembuatan peraturan daerah tidak dapat dilakukan oleh DPRD sendiri, tetapi bersama-sama dengan kepala daerah dan DPRD mengingat luasnya tugas kepala daerah, perlu diadakan wakil kepala daerah. Tugas utama kepala daerah adalah memimpin penyelenggaraan dan bertanggung jawab penuh atas jalannya pemerintahan daerah. Adapun yang disebut kepala daerah yaitu:
1.         Gubernur, ialah Kepala wilayah provinsi dan ibukota negara yang dalam tugasnya bertanggung jawab kepada presiden melalui mentri dalam negeri.
2.         Bupati, ialah kepala wilayah
3.         Walikota madya, ialah kepala wilayah kotamadya, baik bupati maupun walikota madya bertanggung jawab kepada kepala wilayah provinsi bersangkutan.
4.         Walikota, ialah wilayah kota administrasi yang bertanggung jawab kepada kepala wilayah kabupaten yang bersangkutan.
5.         Camat, kepala wilayah kecamatan yang bertanggung jawab kepada kepala wilayah kabupaten atau kotamadya atau kota administrasi yang bersangkutan.
b.      DPRD
DPRD merupakan salah satu unsur pemerintah daerah, yang mempunyai hak anatara lain:
1.      Membuat peraturan daerah serta membuat dan menetapkan APBD bersama-sama dengan kepala daerah.
2.      Masing-masing anggota DPRD mempunyai hak-hak tertentu, seperti hak mengajukan pertanyaan, mengajukan pendapat, meminta keterangan, dan lainnya.
Sedangkan kewajiban DPRD adalah sebagai berikut:
1.      Mempertahankan, mengamankan, serta mengamalkan pancasila dan UUD 1945.
2.      Menjunjung tinggi dan melaksanakan GBHN dan ketetapan-ketetapan MPR lainnya secara konsekuen, serta menaati segala perundang-undangan yang berlaku.
3.      Bersama-sama kepala daerah menyusun dan menetapkan APBD dan peraturan-peraturan untuk kepentingan daerah dalam batasan-batasan wewenang yang diserahkan kepada daerah atau melaksanakan peraturan-peraturan perundang-undangan yang pelaksanaanya ditugaskan kepala daerah.
4.      Memperhatikan aspirasi dan memajukan tingkat kehidupan rakyat dengan berpegang pada program pembangunan pemerintah.
C.           Badan Layanan Umum/ Daerah
BLU/D merupakan instansi atau organisasi pemerintah yang memberikan pelayanan publik dengan tujuan memaksimalkan pelayanan publik tanpa mengutamakan pencarian keuntungan. Instansi yang berbentuk BLU/D pada awalnya adalah institusi birokrasi pemerintah biasa dalam kementrian negara/lembaga ataupun unit kantor yang berada langsung secara struktural dibawah kementrian atau lembaga induknya ataupun pemerintah daerah.[11]
D.           Badan Usaha Milik Negara/Daerah (Perusahan Negara/Daerah)
BUMN adalah Instansi milik pemerintah yang paling banyak diketahui masyarakat dengan beragam layanan usaha mulai dari layanan keuangan (perbankan, asuransi, dan dana pensiun) yang dilakukan oleh bank-bank BUMN/D ataupun perusahaan asuransi milik pemerintah. BUMBN/D memegang peran penting dalam pelayanan publik masyarakat Indonesia saat ini karena mereka bersentuhan dengan hajat hidup orang banyak, meskipun sebagian dari sahamnya telah dimiliki juga oleh individu atau badan-badan usaha swasta. Tidak hanya itu BUMN/D dan dalam perekonomian negara juga sangat kurusial terutama dalam menjaga ketersediaan bahan-bahan pokok. 
2.             Lembaga Nirbala
Lembaga atau organisasi nirlaba merupakan suatu lembaga atau kumpulan dari beberapa individu yang memiliki tujuan tertentu dan bekerja sama untuk mencapai tujuan tadi, dalam pelaksanaannya kegiatan yang mereka lakukan tidak berorientasi pada pemupukan laba atau kekayaan semata (Pahala Nainggolan, 2005 : 01). Lembaga nirlaba atau organisasi non profit merupakan salah satu komponen dalam masyarakat yang perannya terasa menjadi penting sejak era reformasi, tanpa disadari dalam kehidupan sehari-hari kini semakin banyak keterlibatan lembaga nirlaba.
Organisasi nirlaba pada prinsipnya adalah alat untuk mencapai tujuan (aktualisasi filosofi) dari sekelompok orang yang memilikinya. Karena itu bukan tidak mungkin diantara lembaga yang satu dengan yang lain memiliki filosofi (pandangan hidup) yang berbeda, maka operasionalisasi dari filosofi tersebut kemungkinan juga akan berbeda. Karena filosofi yang dimiliki organisasi nirlaba sangat tergantung dari sejarah yang pernah dilaluinya dan lingkungan poleksosbud (politik, ekonomi, sosial dan budaya) tempat organisasi nirlaba itu ada.
Organisasi nirlaba, non-profit, membutuhkan pengelolaan yang berbeda dengan organisasi profit dan pemerintahan. Pengelolaan organisasi nirlaba dan kriteria-kriteria pencapaian kinerja organisasi tidak berdasar pada pertimbangan ekonomi semata, tetapi sejauh mana masyarakat yang dilayaninya diberdayakan sesuai dengan konteks hidup dan potensi-potensi kemanusiaannya. Sifat sosial dan kemanusiaan sejati merupakan ciri khas pelayanan organisasi-organisasi nirlaba. Manusia menjadi pusat sekaligus agen perubahan dan pembaruan masyarakat untuk mengurangi kemiskinan, menciptakan kesejahteraan, kesetaraan gender, keadilan, dan kedamaian, bebas dari konflik dan kekerasan. Kesalahan dan kurang pengetahuan dalam mengelola organisasi nirlaba, justru akan menjebak masyarakat hidup dalam kemiskinan, ketidakberdayaan, konflik dan kekerasan sosial. Pengelolaan organisasi nirlaba, membutuhkan kepedulian dan integritas pribadi dan organisasi sebagai agen perubahan masyarakat, serta pemahaman yang komprehensif dengan memadukan pengalaman-pengalaman konkrit dan teori manajemen yang handal, unggul dan mumpuni, sebagai hasil dari proses pembelajaran bersama masyarakat.
Dalam konteks pembangunan organisasi nirlaba yang unggul, berkelanjutan dan memberikan energi perubahan dan pembaruan bagi masyarakat, Bernardine R. Wirjana, profesional dalam bidang pemberdayaan masyarakat, yang selama dua dasawarsa menjadi pelaku manajemen organisasi nirlaba, mengabadikan proses pembelajaran atas pengalaman-pengalaman lapangan dan teori-teori manajemen terkini dalam bidang pemberdayaan masyarakat.

Ciri-Ciri Organisasi Nirlaba adalah:
1.    Sumber daya entitas berasal dari para penyumbang yang tidak mengharapkan pembayaran kembali atas manfaat ekonomi yang sebanding dengan jumlah sumber daya yang diberikan.
2.    Menghasilkan barang dan/ atau jasa tanpa bertujuan memupuk laba, dan kalau suatu entitas menghasilkan laba, maka jumlahnya tidak pernah dibagikan kepada para pendiri atau pemilik entitas tersebut.
3.    Tidak ada kepemilikan seperti lazimnya pada organisasi bisnis, dalam arti bahwa kepemilikan dalam organisasi nirlaba tidak dapat dijual, dialihkan, atau ditebus kembali, atau kepemilikan tersebut tidak mencerminkan proporsi pembagian sumber daya entitas pada saat likuiditas atau pembubaran entitas.
Contoh Organisasi Nirlaba adalah
a.         Yayasan Sosial Misalnya : Supersemar, Yatim Piatu dsb
b.         Yayasan Dana, misalnya : Pundi Amal SCTV, RCTI Peduli, Dompet Dhu’afa,
c.         Lembaga Advokasi. Misalnya : Perlindungan kekerasan dalam RT
d.        Balai Keselamatan. Misalnya : Tim SAR
e.         Yayasan Kanker Indonesia
f.          PMI

3.             Korporasi
Dalama kamus Bahasa Indonesia korporasi merupakan suatu badan usaha yang sah sebagai badan hukum. Suatu korporasi dikatakan dalam arti sempit jika ia merupakan badan hukum. Sementara dalam arti luas korporasi meliputi korporasi yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum.[12]
Korporasi adalah suatu perkumpulan atau organisasi yang oleh hukum diperlakukan seperti seorang manusia, sebagai pemilik hak dan kewajiban memiliki hak menggugat ataupun digugat di muka pengadilan.[13]

2.4 Pendekatan Institusional
Dalam pendekatan institusional, para ilmuan politik mencoba melihat bahwa dari segi-segi tertentu, ada kekurangan dalam ilmu politik kalau hanya dilihat dari segi konstitusional dan sejarah an-sich. Untuk lebih mempertajam lagi adalah harus melihat bagaimana kinerja personal yang ada di dalam institusi tersebut dan tanggung  jawab moralnya terhadap realitas yang di hadapinya di dalam institusi tempatnya bekerja. Dalam hal ini, mereka mengkaji realitas-realitas politik yang bersentuhan dengan kerja-kerja praktis, baik itu peristiwa politik, perilaku politik, dan tindakan para pelaku yang bekerja dalam dunia politik, baik legislatif, eksekutif maupun yudikatif.[14]
Pendekatan filsafat politik menekankan pada ide-ide dasar seputar dari mana kekuasaan berasal, bagaimana kekuasaan dijalankan, serta untuk apa kekuasaan diselenggarakan. Pendekatan institusional menekankan pada penciptaan lembaga-lembaga untuk mengaplikasikan ide-ide ke alam kenyataan. Kekuasaan (asal-usul, pemegang, dan cara penyelenggaraannya) dimuat dalam konstitusi. Obyek konstitusi adalah menyediakan UUD bagi setiap rezim pemerintahan. Konstitusi menetapkan kerangka filosofis dan organisasi, membagi tanggung jawab para penyelenggara negara, bagaimana membuat dan melaksanakan kebijakan umum.
Dalam konstitusi dikemukakan apakah negara berbentuk federal atau kesatuan, sistem pemerintahannya berjenis parlementer atau presidensil. Negara federal adalah negara di mana otoritas dan kekuasaan pemerintah pusat dibagi ke dalam beberapa negara bagian. Negara kesatuan adalah negara di mana otoritas dan kekuasaan pemerintah pusat disentralisir. Badan pembuat UU (legislatif) berfungsi mengawasi penyelenggaraan negara oleh eksekutif. Anggota badan ini berasal dari anggota partai yang dipilih rakyat lewat pemilihan umum.
Badan eksekutif sistem pemerintahan parlementer dikepalai Perdana menteri, sementara di sistem presidensil oleh presiden. Para menteri di sistem parlementer dipilih perdana menteri dari keanggotaan legislatif, sementara di sistem presidensil dipilih secara prerogatif oleh presiden.
Badan Yudikatif melakukan pengawasan atas kinerja seluruh lembaga negara (legislatif maupun eksekutif). Lembaga ini melakukan penafsiran atas konstitusi jika terjadi persengketaan antara legislatif versus eksekutif.
Lembaga asal-muasal pemerintahan adalah partai politik. Partai politik menghubungkan antara kepentingan masyarakat umum dengan pemerintah via pemilihan umum. Di samping partai, terdapat kelompok kepentingan, yaitu kelompok yang mampu mempengaruhi keputusan politik tanpa ikut ambil bagian dalam sistem pemerintahan. Terdapat juga kelompok penekan, yaitu suatu kelompok yang secara khusus dibentuk untuk mempengaruhi pembuatan kebijaksanaan umum ditingkat parlemen. Dalam menjalankan fungsinya, eksekutif ditopang oleh (administrasi negara). Ia terdiri atas birokrasi-birokrasi sipil yang fungsinya melakukan pelayanan publik.
Teori institusional  atau teori kelembagaan adalah terbentuknya organisasi oleh karena tekanan lingkungan institusional yang menyebabkan terjadinya institusionalisasi.
Zukler dalam donaldson  ,menyatakan bahwa ide atau gagasan pada lingkungan institusional yang membentuk bahasa dan simbol yang menjelaskan keberadaan organisasi dan diterima sebagai norma dalam konsep organisasi.[15]

1.Pendekatan Institusionalisme Tradisional
Para pengkritik institusionalisme tradisional menunjukkan keterbatasan teori ini dalam segi lingkup dan metode. Ia telah berkata (tentu saja) dengan institusi pemerintahan, dan juga beroperasi dengan pemahaman terbatas tentang subjek masalahnya. Fokusnya adalah terhadap aturan formal dan organisasi dan bukannya pada konvensi informal; dan terhadap struktur resmi pemerintahan dan bukan pada batasan institusional yang lebih luas tentang kepemerintahan (diluar  dan juga di dalam negara). Para kritikus telah berusaha ‘keluar’dari asumsi yang bersembunyi dibalik metode deskriptif dan meremehkan teori. Peters (1999: 6-11) menyebut ciri ‘proto-teori’ institusionalisme lama sebagai : normatif (berurusan dengan ‘pemerintahan yang baik’) strukturalis (struktur menentukan perilaku politik), historisis (pengaruh sentral terhadap sejarah), legalis (hukum memainkan peran penting dalam memerintah. Jhon (1998 : 40-1) menunjuk kecendrungan fungsionalis yang kuat-yakni , asumsi bahwa institusi tertentu merupakan ‘manifestasi dari fungsi kehidupan politik’, atau ‘penting bagi demokrasi’. Bagi pembaca modern, klaim institusionalis lam tentang objektivitas dan ‘sains’ sering sulit memahami polemik idiom mereka dan keinginan untuk membantu perkembangan ‘model Wesminter’.[16]

2.Pendekatan Institusionalisme Baru
Institusionalisme baru merupakan penyimpangan dari Institusionalisme lama. Institusionalisme Lama mengupas lembaga-lembaga kenegaraan (aparatur negara) seperti apa adanya secara statis. Berbeda dengan hal itu, institusionalisme baru  melihat institusi negara sebagai hal yang dapat diperbaiki kearah suatu tujuan tertentu, seperti misalnya membnagun masyarakat yang lebih makmur. Usaha itu perlu ada semacam rencana atau  design yang secara praktis menentukan langkah-langkah untuk tercapainya tujuan itu.
Institusionalisme Baru sebenarnya dipicu oleh pendekatan behavioralis yang melihat politik dan kebijakan publik sebagai hasil dari perilaku kelompok besar atau massa, dan pemerintah sebagai institusi yang hanya mencerminkan kegiatan massa itu. Bentuk dan sifat dari institusi ditentukan oleh para aktor serta pilihannya. Dengan demikian kedudukan sentral dari institusi-institusi dalam membentuk kebijakan publik dinomorduakan.[17]
3.Kelompok Institusional
Kelompok –kelompok formal yang berada dalam atau bekerja sama secara erat dengan pemerintahan seperti birokrasi dan kelompok militer. Contoh di Amerika : military industrial complek dimana Pentagon bekerjasama dengan industri pertahanan. Contoh di Indonesia : Darma Wanita, KORPRI, Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI).[18]
2.5.    Studi Kasus Kelembagaan Pelayanan Publik
Studi Kasus disini membahas tentang akuntabilitas penyelenggaraan pelayanan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) di Kota Denpasar yang menggunakan pola pelayanan terpadu satu pintu yaitu: 

Badan Pelayanan Perijinan Terpadu Satu Pintu dan Penanaman Modal Dan Dinas Tata Ruang dan Perumahan Kota Denpasar

Terkait dengan pelaksanaan penyelenggaraan perizinan pada Badan Pelayanan Perijinan Terpadu Satu Pintu dan Penanaman Modal (BPPTSP&PM) Kota Denpasar dalam pelayanan Izin Mendirikan Bangunan di Kota Denpasar bahwa dalam pelaksanaan dan seluruh rangkaian kegiatan dalam pelayanan Izin Mendirikan Bangunan sudah diatur dalam Peraturan Walikota Denpasar Nomor 53 Tahun 2007 tentang Pelayanan Perijinan Pada Pemerintah Kota Denpasar pada dasarnya, Peraturan Walikota tersebut telah mengatur standar pelayanan sebagaimana Undang-Undang no 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik yang meliputi persyaratan prosedur pelayanan, waktu, biaya, sarana prasarana, dan lain lain, namun dalam realisasinya masih terdapat banyak penyimpangan sehingga pemerintah yang dalam hal ini adalah BPPTSP&PM Kota Denpasar belum sepenuhnya memberikan pelayanan
yang akuntabel kepada user/pemohon pengguna jasa.
Peraturan Walikota tersebut merupakan acuan dan pedoman dasar BPPTSP&PM Kota Denpasar dalam melaksanakan Pelayanan Publik khususnya pelayanan Izin Mendirikan Bangunan. Menurut hasil wawancara, informan dalam hal ini adalah pemohon Izin Mendirikan Bangunan mengatakan bahwa seluruh rangkaian kegiatan sudah sesuai dengan Peraturan Walikota tersebut. Namun dalam pelaksanaanya  Mendirikan Bangunan, meskipun telah sesuai prosedur namun pelaksanaan pelayanan Izin Mendirikan Bangunan di BPPTSP&PM Kota Denpasar sangat tidak efisien dari segi waktu pengurusan dan penyelesaian izin, hal ini membuat para user cenderung menggunakan jasa “calo” untuk mempermudah .dan mempercepat kepengurusan Izin Mendirikan Bangunan. Yang menyebabkan lamanya proses pelayanan Izin Mendirikan Bangunan rata-rata lama saat berada pada pemeriksaan berkas di advice planning, petugas pemeriksa advice planning tidak teliti dalam memberikan pelayanan, kekurangan dan kelengkapan berkas pemohon izin tidak sekaligus disampaikan kepada pemohon jasa Izin Mendirikan Bangunan, jadi pemohon Izin Mendirikan Bangunan harus berulangkali mengurus legislasi ke Kantor Kelurahan dan Kecamatan hal ini disebabkan karena sangat terbatasnya Sumber Daya Manusia dalam pelaksanaan penyelenggaraan pelayanan perizinan Izin Mendirikan Bangunan. Selain itu yang menyebabkan lamanya pelayanan adalah gambar yang diberikan oleh user/pemohon pengguna jasa tidak sesuai dengan kenyataan yang ada dan berbagai persyaratan yang masih kurang, seperti revisi gambar planning rumah yang berulangkali. Dan petugas sendiri tidak sekaligus mengatakan salah dan kekurangan pada berkas sehingga tidak hanya waktu tetapi juga biaya yang dikeluarkan oleh pemohon Izin Mendirikan Bangunan menjadi membengkak sehingga user/pemohon pengguna jasa terpaksa harus beberapa kali mendatangi Kantor BPPTSP&PM Kota Denpasar.
Adanya penolakan pelayanan yang terjadi di birokrasi pemerintahan dengan alasan berkas dokumen pengguna jasa yang dibawa tidak lengkap dengan persyaratan pelayanan yang telah ditentukan seringkali membuat pemohon pengguna jasa harus berulang kali mendatangi Kantor BPPTSP&PM Kota Denpasar. Hal ini telah mencerminkan gagalnya misi pemberian informasi secara akurat kepada masyarakat pengguna jasa oleh aparatur publik.
                                  

[1] Sampara Lukman, Manajemen Kualitas Pelayanan, (Jakarta: STIA LAN Press, 2000), hlm. 8. Dalam Lijan Poltak Sinambela, Reformasi Pelayanan Publik Teori, Kebijakan, dan Implementasi, (Jakarta:PT Bumi Aksara, 2006), hlm. 4.
[2] Ibid, hlm. 6.
[3] J.S. Badudu, Sutan Mohammad Zain, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Puataka Sinar Harapan, 2001), hlm. 781-782. Dalam Lijan Poltak Sinambela, Reformasi Pelayanan Publik Teori, Kebijakan, dan Implementasi, (Jakarta:PT Bumi Aksara, 2006), hlm. 5.
[4] Ibid, hlm 1095
[5] Agung Kurniawan, Transformasi Pelayanan Publik, (Yogyakarta: Pembaruan, 2005), hlm. 1. Dalam Lijan Poltak Sinambela, Reformasi Pelayanan Publik Teori, Kebijakan, dan Implementasi, (Jakarta:PT Bumi Aksara, 2006), hlm. 5 .

[6] Ratminto, Atik Septi Winarsih, Manajemen Pelayanan (Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2005), hlm. 18.
[7] Ratminto, Atik Septi Winarsih, Manajemen Pelayanan, (Pustaka Belajar, Yogyakarta: 2005), hlm. 25
[8] Cristin S.T.Kansil, Sistem Pemerintahan Indonesia, (Bumi Aksara: Jakarta, 2005),hlm. 137 
[9] Ibid, hlm. 138
[10] Ibid, hlm. 141
[11] Mediya Lukman, Badan Layanan Umum, (Bumi Aksara, Jakarta: 2013), hlm. 32
[12] Surat Remy Sjahdeni, pertanggung Jawaban Pidana Korporasi, (Grafiti Pers: Jakarta, 2006), hlm. 43
[13] Muladi dan Dwidja Priyatno, Pertanggungjawaban Pidana Korporasi, (Kencana Prenada Media Group:Jakarta, 2013), hlm. 45.
[14] Fatahullah Jurdi, Ilmu Politik Ideologi dan Hegemoni Negara, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2014) hlm. 4.
[15] Fatahullah Jurdi, Ilmu Politik Ideologi dan Hegemoni Negara, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2014) hlm. 5.
[16] David Marsh & Gerry Stoker, Teori Dan Metode Dalam Ilmu Politik. (Bandung : Nusa Media, 2011) hlm. 110.
[17] Miriam Budiardjo, Dasar- Dasar Ilmu Politik, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2008) hlm. 96.
[18] ibid

Penulis Syima

No comments:

Post a Comment

Adbox