Terbaru

LightBlog

Friday, October 27, 2017

Makalah Hadits Bedasarkan Kuantitas

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Hadits
Hadits adalah segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa SallamSebagai sumber hukum Islam yang kedua, hadits memiliki kedudukan yang penting di dalam Islam. Oleh sebab itu hadits tidak hanya menjadi sumber hukum Islam, tetapi juga menjadi sumber ajaran bagi umat Islam yang menjadi pedoman ataupun acuan yang diperlukan di dalam menjalankan tata kehidupan manusia pada umumnya dan khususnya bagi umat Islam.

Kedudukan hadits sebagai sumber hukum Islam, tidak dapat dianggap remeh ataupun dianggap tidak penting, karena begitu pentingnya, maka Hadits harus dapat diseleksi dan diteliti kebenarannya. Penelitian hadits dilakukan untuk mengetahui akan kebenaran hadits tersebut datangnya dari Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Sallam atau bukan. Sehingga untuk menemukan kebenaran itu, para ulama hadits bekerja keras untuk menelitinya, sampai hipotesa ataupun anggapan sementara yang sebelumnya dapat terungkap melalui penelitian. Dengan ditemukannya kebenaran Hadits, maka Hadits dimaksud dapat dijadikan hujjah dalam pengambilan hukum di dalam Islam.

Apabila suatu hadits tidak dapat diterima kebenarannya, maka hadits tersebut tertolak atau tidak dapat diterima kehujjahannya. Kehujjahan hadits dapat diterima apabila syarat-syarat hadits telah terpenuhi seluruhnya atau pun hadits tersebut diterima oleh banyak orang, dimana sekelompok orang itu tidak mungkin bersepakat untuk berbohong. Tetapi ada juga Hadits yang hanya diterima oleh hanya satu, dua, atau tiga orang saja dan orang-orang itu dapat membacakan Hadits tersebut kepada beberapa orang juga, dan dapat memasyhurkannya di kalangan tertentu saja.

2.2 Pembagian Hadits Dari Segi Kuantitasnya

Para ulama hadits berbeda pendapat tentang pembagian hadits ditinjau dari aspek kuantitas atau jumlah perawi yang menjadi sumber berita. Diantara mereka ada yang mengelompokkan menjadi tiga bagian, yakni hadits mutawatir, masyhur, dan ahad. Ada juga yang membaginya menjadi dua, yakni hadits mutawatir dan hadits ahad. Ulama golongan pertama, menjadikan hadits masyhur sebagai berdiri sendiri, tidak termasuk ke dalam hadits ahad, ini disponsori oleh sebagian ulama ushul seperti diantaranya, Abu Bakar Al-Jashshash (305-370 H). Sedangkan ulama golongan kedua diikuti oleh sebagian besar ulama ushul (ushuliyyun) dan ulama kalam (mutakallimun). Menurut mereka, hadits masyhur bukan merupakan hadits yang berdiri sendiri, akan tetapi hanya merupakan bagian hadits ahad.
Mereka membagi hadits ke dalam dua bagian, yaitu hadits mutawatir dan ahad.Untuk itu kita akan membahas tentang permasalahan pembagian Hadits berdasarkan kuantitas (jumlah perawinya) yaitu Hadits Mutawatir, dan Hadits Ahad. Hadits mutawatir terbagi kepada dua macam, yaitu Mutawatir Lafzhi dan Mutawatir Ma’nawi. Sedangkan Hadits ahad terbagi 3, yaitu Hadits Masyhur, Hadits Azis dan Hadits Gharib.

2.2.1        Hadits Mutawatir

Secara etimologi, kata mutawatir berarti: Mutatabi’ yaitu yang (datang) berturut-turut, dengan tidak ada jaraknya. Sedangkan hadits mutawatir menurut istilah ialah Hadits yang diriwayatkan oleh banyak orang yang menurut adat mustahil mereka bersepakat untuk berdusta (jumlah banyak itu) sejak awal sanad sampai akhirnya. Ada lagi yang mendefenisikan hadits mutawatir ialah Hadits yang diriwayatkan banyak orang, dan diterima dari banyak orang pula, yang menurut adat mustahil mereka bersepakat untuk berdusta.
Dari definisi tersebut maka terdapat beberapa ciri atau syarat yang bisa disematkan pada hadis Mutawatir, yaitu: diriwayatkan banyak orang, diterima banyak orang, tidak mungkin perawi yang banyak itu bersepakat untuk berdusta, dan hadits itu didapat melalui panca indra. Jika dilihat berdasarkan fungsi dari ilmu hadis yaitu untuk memberikan keyakinan atas berita atau hadits yang disampaikan periwayat, maka kedudukan hadits mutawatir telah tercapai dengan baik bahwa yang terkandung di dalamnya adalah benar-benar dari Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam.

Syarat Hadits Mutawatir

1)    Hadits Mutawatir harus diriwayatkan oleh sejumlah besar perawi, dan dapat diyakini bahwa mereka tidak mungkin sepakat untuk berdusta. Ulama berbeda pendapat tentang jumlah minimal perawi. Al-Qadhi Al-Baqilani menetapkan bahwa jumlah perawi hadits mutawatir sekurang-kurangnya 5 orang, alasannya karena jumlah Nabi yang mendapat gelar Ulul Azmi sejumlah 5 orang. Al-Istikhari menetapkan minimal 10 orang, karena 10 itu merupakan awal bilangan banyak. Demikian seterusnya sampai ada yang menetapkan jumlah
 perawi hadits mutawatir sebanyak 70 orang.

2)    Adanya keseimbangan antara perawi pada thabaqat pertama dan thabaqat berikutnya. Keseimbangan jumlah perawi pada setiap thabaqat merupakan salah satu persyaratan.

3)   Berdasarkan
 tanggapan pancaindera. Berita yang disampaikan para perawi harus berdasarkan pancaindera. Artinya, harus benar-benar dari hasil pendengaran atau penglihatan sendiri. Oleh karena itu, apabila berita itu merupakan hasil renungan, pemikiran, atau rangkuman dari suatu peristiwa lain, atau hasil istinbath dari dalil yang lain, maka tidak dapat dikatakan hadits mutawatir.

Macam-macam Mutawatir
Hadits mutawatir terbagi menjadi dua bagian, yaitu Mutawatir Lafzhi dan Mutawatir Ma’nawi.
*      Mutawatir Lafzhi, yaitu hadits yang diriwayatkan dengan lafaz dan makna yang sama.
Contoh:
“Rasulullah SAW, bersabda من كذب علي متعمدا فليتبوأ مقعده في النار.“Siapa yang sengaja berdusta terhadapku, maka hendaklah dia menduduki tempat duduknya dalam neraka”. (Hadis Riwayat Bukhari). Hadits tersebut menurut keterangan Abu Bakar al-Bazzar, diriwayatkan oleh empat puluh orang sahabat, bahkan menurut keterangan ulama lain, ada 62 orang sahabat Rasul yang meriwayatkan hadits itu dengan redaksi yang sama.
*      Mutawatir Ma’nawi, yaitu hadits mutawatir yang berasal dari berbagai hadits yang
diriwayatkan dengan lafaz yang berbeda- beda, tetapi jika disimpulkan mempunyai makna yang sama tetapi lafaznya tidak.
Contoh hadits mutawatir ma’nawi yang artinya:“Rasulullah SAW pada waktu berdoa tidak mengangkat kedua tangannya begitu tinggi sehingga terlihat kedua ketiaknya yang putih, kecuali pada waktu berdoa memohon hujan”. (Hadis Riwayat Mutafaq’ Alaihi). Dalam penelitian As-Suyuthi terdapat 100  periwayatan yang menjelaskan bahwa Nabi mengangkat kedua tangannya ketika berdoa dalam beberapa kondisi yang berbeda, seperti dalam shalat istisqo’ pada saat ada hujan angin ribut, dalam suatu pertempuran dan lain-lain. Maka disimpulkan bahwa mengangkat kedua tangan dalam berdoa mutawatir melihat keseluruhan periwayatan dalam kondisi yang berbeda tersebut.

2.2.2        Hadits Ahad

Kata ahad merupakan bentuk plural dari kata wahid. Kata  wahid berarti “satu” jadi, kara ahad berarti satuan, yakni angka bilangan dari satu sampai sembilan. Menurut istilah hadits ahad berarti hadits yagn diriwayatkan oleh orang perorangan, atau dua orang atau lebih akan tetapi belum cukup syarat untuk dimasukkan kedalam kategori hadits mutawatir. Artinya, hadits ahad adalah hadits yang jumlah perawinya tidak sampai pada tingkatan mutawatir.
Macam-macam Ahad
Pembagian hadits ahad ada 3 macam, yaitu hadits masyhur, ‘aziz dan gharib.
*      Masyhur, hadits yang diriwayatkan oleh tiga rowi disetiap tingkatan, tapi belum
sampai pada derajat muttawatir. Contohnya perkataan Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Sallam,المسام من سلم المسلمون من لسانه و يده “Muslim sejati adalah muslim yang saudaranya terbebas dari gangguan lisan dan tangannya.”
*      ‘Aziz, hadits yang diriwayatkan oleh dua orang perawi pada seluruh tingkatan
(thabaqat) sanad atau walaupun dalam satu tingkatan sanad saja. Misalnya dikalangan sahabat hanya terdapat dua orang yang meriwayatkannya, atau hanya dikalangan tabi’in saja yang terdapat dua orang perawi. Jadi, pada salah satu tingkatan sanad hadits tersebut didapatkan tidak kurang dari dua orang perawi atau satu tingkatan sanad yang terdiri dari dua orang.
Contohnya perkataaan Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Sallam,لا يؤمن أحدكم حتى أكون أحب إليه من ولده و الناس أجمعين Artinya: “Tidak sempurna iman kalian hingga Aku lebih dia cintai dari orang tua, anaknya bahkan manusia seluruhnya.”
*      Gharib, hadits yang diriwayatkan oleh satu orang saja.
Contohnya perkataan Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Sallam,إنما الأعمال بالنيات، وإنما لكل امرئ ما نوى…“Sesungguhnya setiap amal perbuatan itu hanyalah dinilai bila disertai dengan niat, dan sesungguhnya setiap orang hanya memperoleh sesuai apa yang diniatkannya…(hingga akhir hadits)” (HR. Bukhori dan Muslim)

No comments:

Post a Comment

Adbox