Terbaru

LightBlog

Wednesday, October 25, 2017

Makalah PKI "Sistem Politik"

1.1 Latar belakang

Propaganda – Propaganda yang dilakukan PKI sangat berhasil pada masa orde lama, PKI memiliki taring semenjak memenangkan pemilu 1955, PKI Menjadi sangat kuat ditambah dukungan dari pemimpin Revolusi Indonesia pangti Abri Ir.Soekarno dan dukungan dari rakyat tani dan buruh, gerakan PKI Bertambah bebas semenjak pengunduran diri WAPRES M.HATTA.
Pada tanggal 4 Oktober inilah diketahui untuk pertama kalinya kejelasan mengenai “Gerakan 30 September” tersebut. Gerakan itu ternyata terkait dengan Partai Komunis Indonesia (PKI), yang sejak tahun 1951 membengun kembali kekuatannya setelah terlibat dalam pemberontakan terhadap republic Indonesia dalam bulan November1948 PKI madiun , jawa timur.
Rangakaian sidang mahkamah militer Luar Biasa (Mahmillub) untuk mengadili mereka yang telibat dalam kudeta tersebut telah mengungkapakan lebih dalam lagi keterlibatan PKI. Partai ini tyerbukti merupakan dalang dan pelaku dari aksi subversi sejak tahun 1954, yang berpuncak pada kueta berdarah pada awal bulan Oktober 1965 tersebut. Oleh karena itu “Gerakan 30 september” disebut secara lengkap sebagai “Gerakan 30 September/artai Komunis Indonesia” atau “G30S/PKI”.
Pengungkapan peranan PKI dalam sidang mahkamah tersebut telah menimbulkan reaksi hebat dalam masyarakat Indonesia, yang berujung dengan ditetapkannya ktetapan MPR sementara No. TAP-XXV/MPRS/1966 tanggal 5 juli 1966 tentang pembubaran Partai Komunis Indonsia, pernyataan sebgai organisasi terlarang di seluruh wilayah Negara RI bagi Partai Komunis Indonesia, dan larangtan setiap kegiatan untuk menyebarkan atau mengembangkan paham atau ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme.
Penumpasan G30S/PKI mencakup penumpasan secara fisik dengan menghancurkan pimpinan, organisasi dan gerakan bersenjatanya. Penumpasan secara konstitusional dengan melarang paham Marxisme/leninisme-Komunisme dan penumpasan secara ideologis dengan mengadakan penataran Kewaspadaan Nasional.

Bab II
Pembahasan

Sejarah Berdirinya Partai Komunis Indonesia (PKI),

Partai Komunis Indonesia (PKI) adalah partai politik di Indonesia yang berideologi komunis. Dalam sejarahnya, PKI pernah berusaha melakukan pemberontakan melawan pemerintah kolonial Belanda pada 1926, mendalangi pemberontakan PKI Madiun pada tahun 1948, serta dituduh membunuh 6 jenderal TNI AD di Jakarta pada tanggal 30 September 1965 yang di kenal dengan peristiwa G30S/PKI.
Sejarah Berdirinya Partai Komunis Indonesia (PKI), Latar Belakang, Tujuan, Tokoh, Pergerakan Nasional - Benih-benih paham Marxisme dibawa masuk ke Indonesia oleh seorang Belanda yang bernama H.J.F.M Sneevliet. Dengan keahliannya, Sneevliet dapat mempengaruhi dan membawa Vereniging van Spoor en Tramweg Personeel (VSTP) ke arah yang lebih radikal. VSTP ini merupakan serikat pekerja jawatan kereta api, serikat buruh tertua di Indonesia. Kemudian pada 9 Mei 1914, Sneevliet bersama-sama dengan J.A Brandsteder, H.W Dekker dan P. Bersgma (tokoh sosialis) berhasil mendirikan Indische Sociaal Democratische Vereniging. Karena ISDV tidak bisa berkembang, maka Sneevliet menyusupkan kader-kadernya ke dalam Sarikat Islam. Di situ ia melakukan infiltrasi dengan cara menjadikan anggota-anggotan ISDV sebagai anggota SI dan sebaliknya menjadikan anggota-anggota SI menjadi anggota ISDV.

Dengan cara ini, Sneevliet dan kawan-kawannya telah mempunyai pengaruh yang kuat di kalangan SI. Lebih-lebih setelah berhasil mengambil alih beberapa pemimpin muda SI menjadi ISDV, yaitu Semaun dan Darsono. Mereka inilah yang dididik secara khusus, untuk menjadi tokoh-tokoh Marxisme tulen. Akibatnya SI cabang Semarang yang sudah berada di bawah pengaruh ISDV semakin jelas warna Marxisme-nya. Lebih-lebih ketika Darsono diangkat menjadi propagandis resmi Centraal Sarekat Islam dan Semaun sebagai komisaris Jawa Tengah.

Karena pengaruh dari suksesnya Revolusi Rusia (1917) yang dilandasi oleh marxisme dan berubahnya Sociaal Democratische Arbieders Partij (SDAP atau Partai Buruh Sosial Demokrat) pada tahun 1918 menjadi Indische Communistische Partij atau Partai Komunis Hindia, maka beberapa anggota di dalam ISDV mengusulkan untuk mengikuti jejak itu. Dalam kongres ISDV ke-7 bulan Mei 1920 dibicarakan usul untuk menggantikan ISDV menjadi Perserikatan Komunis Hindia (Indonesia).

Karena ada kelompok yang tidak setuju (hartogh), maka diadakanlah pemungutan suara. Hasilnya, kelompok pendukung usul yang disponsori oleh Adolf Baars, Bergsma, Semaun dan kawan-kawan menang, sehingga pada tanggal 23 Mei 1920 ISDV menjadi Partai Komunis Hindia. Kemudian pada Desember 1920 ISDV berubah menjadi Partai Komunis Indonesia (PKI) dengan susunan pengurus sebagai berikut:



1) Ketua : Semaun
2) Wakil Ketua : Darsono
3) Sekretaris : Bergsma
4) Bendahara : Dekker
5) Anggota Pengurus : Baars, Sugono, Tan Malaka, dan lain-lain.

Karena merasa bahwa dirinya telah besar, pada 1926, PKI mulai melancarkan petualangan politiknya. Pada 13 November 1926, PKI melancarkan pemberontakan di Jakarta dan disusul dengan tindakan-tindakan kekerasan di Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa timur. Tetapi dalam waktu singkat pemberontakan itu dapat ditumpas. Akibatnya ribuan rakyat ditangkap, dipenjarakan dan dibuang ke Tanah Merah, Digul Atas, Irian Jaya.

BERKEMBANGNYA PKI DI INDONESIA TAHUN 1950-1965
·          Tampilnya D.N. Aidit dalam Kepemimpinan PKI, Tahun 1950
Alam demokrasi liberal yang berlangsung di Indonesia pada kurun waktu 1950-1959 memberikan kesempatan kepada PKI untuk mengadakan rehabilitasi walaupun sebelumnya partai komunis itu telah melakukan pemberontakan. Alimin mengakifkan kembali PKI pada 4 februari 1950. Akan tetpi, kepemimpinan Alimin ini tidak berjalan lama karena pada Juli 1950 D.N. Aidit yang melarikan diri ke luar negeri akibat pemberontakan PKI-Madiun kembali lagi ke indonesia bersama M.H Lukman. Ketika mendarat di Tanjung Priok mereka dibantu oleh Kamarusaman bin Ahmad Mubaidah alias Sjam, yang pada saat itu mempunyai kedudukan sebagai salah seorang pimpinan buruh di Pelabuhan Tanjung Priok.
Tindakan pertama D.N. Aidit adalah menyatukan kembali seluruh potensial partai. Setengah tahun kemudian D.N. Aidit berhasil mengambil alih kepemimpinan  PKI dan mengintensifkan propaganda untuk merehabilitasi nama PKI dengan mengeluarkan “Buku Putih” tentang pemeberontakan Madiun. Bahkan, Alimin menuntut pengadilan dan penguburan kembali tokoh-tokoh PKIyang dihukum mati akibat pemberontakan PKI-Madiun, tetapi hal ini ditolak oleh pemerintah RI.
Kepemimpinan D.N. Aidit menjadi semakin kuat setelah tokoh-tokoh muda lainnya, seperti Njoto dan Sudisman, bergabung. Pada bulan Januari 1951 CC(Comitt Central) PKI memilih politbiro baru yang terdiri atas D.N Aidit, M.H Lukman, Njoto, Sudisman dan Alimin. Pemimpin-pemimpin baru inilah yang kemudian berhasil membangun kembali dan mengembangkan PKI. Politbiro ini menjalankan Strategi Front Persatuan Nasional. Sampai awal  tahun 1952 Politbiro CC PKI memusatkan perhatian pada perumusan taktik utama, bentuk perjuangan dan bentuk organisasi yang kemudian diikuti oleh PKI dalam tahun-tahun berikutnya.
Awal tahun 1951 DN Aidit jugsa merehabilitasi Mohammad Jusuf  “orang yang pernah dikutuk oleh orang-orang komunis karena tindakan penyelewengan garis partai dengan melakukan pemberontakann melawan Pemerintah RI di bogor pada tahun 1946.” kemudian pada bulan agustus 1951 PKI menggerakkan kerusuhan-kerusuhan di kota Jakarta dan Bogor. Di Bogor banyak penduduk yang menjadi korban. Kabinet Sukiman melakukan penangkapan dan penggeledahan dirumah- rumah para pemimpin PKI. Oleh PKI peristiwa penangkapan dan penggeledahan ini disebut “ Razia Agustus 1951” dan dianggap sebagai provokasi pemerintah Sukiman dalam mencari alasan untuk membubarkan PKI. Akibat tindakan pemerintah itu, sejumlah besar pimpinan PKI menjadi tahanan politik dan sebagian kecil melarikan diri. Dalam operasi penangkapan ini D.N. Aidit berhasil lolos dan melarikan diri ke Moskow, sedangkan  PKI melaksanakan gerakan bawah tanah.
Tahun 1953 D.N. Aidit kembali ke Indonesia dari Moskow. Ia muncul dengan konsep baru yang dikenal dengan “Jalan Demokrasi Rakyat bagi Indonesia”. Melalui konsep ini D.N.Aidit sekaligus menegaskan jalan yang revolusioner di samping cara-cara parlementer.Dengan berdasarkanMarxisme-Leninisme dan alanisis mengenal situasi kondisi Indonesia sendiri, CC PKI di bawah pimpinan D.N.aidit menyusun program partai untuk mencapai tujuannya, yaitu mengkomuniskan Indonesia. Adapun isi program tersebut adalah sebagai berikut.
·         Membina front persatuan nasional yang berdasarkan persatuan buruh dan kaum tani.
·         Membangun PKI yang meluas di seluruh negara dan mempunyai karakter massa yang luas, yang  sepenuhnya terkonsolidasi di lapangan idiologi, politik, dan organisasi.
Dalam pelaksanaan membina font persatuan nasional,PKI merasa perlu untuk membina apa yang mereka sebut borjuis nasional dan borjuis kecil kota karena oleh PKI golongan-golongan ini dinilai sebagai sebagai golongan yang tertekan oleh penghisap imperalis asing.Pembinaan kedua golongan ini amat penting,di samping membina buruh dan tani. Namun,PKI dibawah kepemimpinan D.N Aidit menaruh perhatian yang besar kepada para tani untuk dapat dimanfaatkan dalam mewujudkan konsep Demokrasi Rakyat. Dengan propaganda yang menarik dilancarkan bahwa petani harus merdeka,memiliki tanah atau menyewa tanah ,dan menerima upah dengan harga yang sesuai dengan yang di kehendakinya. Selanjutnya,D.N.Aidit berpendapat bahwa desa adalah sunber bahan makanan,sumber prajurit revolusioner,sebagai tempat menyembunyikan diri jika terpukul di perkotaan,dan sebagai basis untnk merebut kembali perkotaan.
Dalam membangun PKI D.N.Aidit mengatakan “ Kalau kita mau menang dalam revolusi,kalau kita mau mengubah wajah masyarakat yang setengah jajahan menjadi Indonesia yang merdeka penuh, kalau kita mau ambil bagian dalam mengubah wajah dunia, maka kita harus mempunyai partai model partai komunis Uni Sofiet dan model partai komunis Cina”
Jadi, jelas disini bahwa titik tolak strategi dan taktik PKI pada masa kepemimpinan D.N.Aidit ialah dengan memakai model partai komunis Uni soviet dan model partai komunis Cina sekaligus, disesuaikan dengan kondisi nyata di Indonesia.

PKI pada Masa Demokrasi Liberal, Tahun 1950-1959
Setelah D.N.Aidit memperoleh kesempatan merehabilitasi PKI dalam alam demokrasi liberal,dia dan kawan-kawannya mengambil kesimpulan bahwa untuk memperoleh kesempatan duduk dalam pemerintahan, seperti pada masa sebelum pemberontakan PKI-Madiun, PKI perlu mengadakan aliansi dengan kekuatan-kekuatan politik yang penting. Pada awal tahun lima puluhan di Indonesia terdapat Partai besar, yaitu Partai Nasional Indonesia ( PNI ) dan Majelis Syura Muslimin Indonesia ( MASYUMI ). Menurut jalan pikiran PKI, yang potensial dan harus didekati adalah PNI.
Ketika kabinet Sukiman jatuh pada tanggal 23 februari 1952 sebagai akibat persetujuan Mutual Security Asct ( MSA ) dengan Amerika Serikat yang ditanda tangani oleh Menteri Luar Negeri Mr.Achmad Soebardjo (Masyumi ), CC PKI mengeluarkan pernyataan politik yang pada hakikatnya menawarkan kepada PNI untuk membentuk kabinet tanpa Masyumi. Meskipun kemudian dalam kabinet baru yang dibentuk dibawah pimpinan Mr. Wilopo ( PNI ) ternyata terdapat pula menteri-menteri dari Masyumi, tetapi PKI tetap menyatakan dukungannya walaupun kecewa karena Masyumi diikutsertakan.

Pernyataan dukungan PKI itu berisi pembetitahuan kepada partai-partai pendukung kabinet bahwa PKI sedia mendukung mereka dengan satu imbalan yang ringan, yaitu agar partai-partai politik mengahpuskan kecurigaan dan sikap anti terhadap PKI beserta organisasi-organisasi massanya ( ormas-ormasnya ). Upaya PKI tersebut beshasil dan sejumlah pimpinan PNI mulai bekerja sama dengan PKI. Kerja sama itu berpuncak pada usaha menjatuhkan kabinet Mr.Wilopo oleh PNI sendiri, meskipun kabinet itu dipimpin oleh seorang tokoh PNI. Sebagai penyebabnya ialah peristiwa Tanjung Murawa di Sumatra Utara, yakni insiden antara polisi dan penyerobot tanah perkebunan milik Negara yang didukung oleh PKI. Peristiwa ini merupakan kesempatan bagi PNI dan PKI untuk merongrong Gubernur Sumatra Utara, Abdul hakim dan Menteri Dalam Negeri Mr.Moh.Roem, yang kedua-duanya dari Masyumi. Akhirnya, kabinet Mr.Wilopo jatuh.
Setelah kabinet Mr.Wilopo jatuh PKI mengeluarkan pernyataan yang menuntut pembentukan kabinet baru sesuai dengan Font Persatuan yang di dalamnya termasuk PKI, tetapi tanpa Masyumi dan Partai Sosialis Indonesia (PSI). Krisis kabinet berlangsung agak lama dan beberapa formatur telah menemuai kegagalan. Dalam pernyataan berikutnya, PKI meniadakan tuntutanya untuk duduk di dalam kabinet baru. Setelah satu bulan, terbentuknya kabinet baru dibawah pimpunan Mr.Ali Sastroamidjojo ( PNI ) dengan menteri-menteri dari berbagai partai kecil, tetapi tanpa Masyumi dan PSI. Kabinet ini disebut kabinet Mr.Ali Sastroamijojo 1. Dan pernyataan PKI setelah mendukung kabinet itu disebutkan bahwa kabinet itu sebagai suatu “Kemenangan gemilang daripada demokrasi terhadap fasisme.
Selama masa pemerintahan kabinet Mr.Ali Sastroamijojo 1, PKI memberikan dukungannya secara gigih pada PNI. Walaupun diketahui oleh umum bahwa kabinet tersebut tidak berhasil mengatasi kesulitan ekonomi yang dihadapi bangsa Indonesia, tetapi PKI tetap membela kabinet Mr.Ali Sastroamijojo I. Setiap kali kabinet terrancam perpecahan dari dalam, PKI mengadakan pembelaan yang keras untuk kabinet dan menyerang kelompok-kelompok yang hendak menjatuhkannya.
Posisi PKI menjadi semakin mantap berkat aglitasi dan propaganda D.N.  Aidit yang intensif sehingga pada Pemilihan Umum tahun1955 PKI berhasil mengumpulkan enam juta suara pemilih. Dengan hasil yang dicapainya itu, PKI masuk salah satu dari empat besar setelah PNI, Masyumi, dan Nahdatul Ulama(NU). Meskipun PKI mendapat suara yang cukup besar dalam Pemilu, namun PKI tidak berhasil duduk dalam kabinet yang terbentuk setelah pemilu tersebut.
Dalam suasana yang kurang menguntungkan bagi PKI tersebut, presiden Soekarno secara terbuka menyatakan keinginannya agar PKI diikutsertakan dalam kabinet. Presiden Soekarno berpendapat bahwa PKI perlu diikutsertakan dalam kabinet karena partai itu telah berhasil tampil sebagai salah satu dari empat partai besar dalam pemilu. Akan tetapi, keinginan presiden tidak terwujud karena kabinet yang terbentuk adalah kabinet koalisi antara PNI-Masyumi-NU. Kabinet yang tersusun setelah pemilu ini dinamakan Kabinet Mr. Ali Sastroamidjojo II. Walaupuin gagal, sikap Presiden  Soekarno tersebut telah banyak menolong PKI dalam proses perkembangan politik Indonesia selanjutnya.
Keadaan yang dihadapi kabinet Mr. Ali Sastroamidjojo II memang sulit, apalagi setelah Drs. Moh. Hatta mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Wakil Presiden pada bulan Desember 1956. Berpisahnya  Dwitunggal Soekarno-Hatta ini merupakan perkembangan yang menguntungkan bagi PKI karena setelah itu PKI lebih leluasa geraknya didalam upaya menarik Presiden Soekarno agar lebih dekat lagi kepada PKI.
Kemenagan yang dicapai PKI dalam Pemilu 1955 sebagai hasil aglitasi dan propaganda D.N. Aidit sungguh sesuatu yang luar biasa, jika diingat kembali bahwa tujuh tahun sebelumnya PKI pernah mengkhianati perjuangan bagsa Indonesia. Dengan kemenangan itu, PKI berusaha kembali untuk mewujudkan tujuan politiknya yang telah gagal mereka capai pada tahun 1948, yakni membentuk negara lain masyarakat komunis yang sebenarnya tidak dikenal dalam kehidupan bangsa Indonesia yang berfalsafah Pancasila. Untuk mencapai tujuan politik tersebut, PKI melakukan langkahnya dengan cara menanamkan pengaruhnya diberbagai bidang kehidupan kenegaraan, bauki dibidang ideologi, politik maupun dibidang militer.
Dibidang ideologi, PKI telah melancarkan upaya perubahan yang mendasar terhadap pancasila. PKI berusaha menggati sila pertama dari pancasila, yakni “Ketuhanan Yang Maha Esa” dengan rumusan “kemerdekaan beragama”, seperti yang dikemukakan oleh Njpto dalam sidang-sidang Konstutuante tahun 1958. Menurut PKI tidak semua masyarakat Indonesia beragama monotheis, banyak di antaranya yang beragama politheis, bahkan ada yang tidak berahgama sama sekali. Jelaslah bahwa sejak semula PKI sudah berusaha untuk mengganti Pancasila dengan paham lain.
Dibidang politik dan milter, PKI menyusun strategi politiknya dalam Kongres V yang diselenggarakan tahun 1954. Strategi politik itu mereka sebut Metode Kombinasi Tiga Bentuk Perjuangan (MKTBP). Salah satu sasaran dari strategi ini adalah menanamkan paham komunisme dikalangan anggota-anggota Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI)sebagai kekuatan sosial politik yang menentang PKI.
Disamping berkembangnya pengaruh PKI, ketidakpuasan yang melahirkan ketegangan-ketegangan politik terus meningkat. Dengan alasan untuk menyelamatkan negara dan bangsa dari perepecahan, Soekarno yang telah berhasil didekati oleh PKI melontarkan sebuah konsepsi yang disampaikannya pada tanggal 21 Februari 1957 dalam pidatonya yang berjudul “Menyelamatkan  Republik Indonesia”, yang kemudian dikenal sebagai “Konsepsi Presiden”. Dalam gagasan itu Presiden mengemukakan konsep politik yang disebut Demokrasi terpimpin. Dalam rangka melaksanakan konsep tersebut Preisden mengusulkan pembentukan kabinet Gotong Royong dan Dewan Nasional, yang didalamnya duduk wakil-wakil parpol dan semua golongan fungsional. Preiden Soekarno menghendaki agar orang-orang PKI duduk dalam kabinet dan Dewan Nsioanal tersebut walaupun beliau belum mengetahui bahwa banyak partai politik yang tidak menyetujui gagasannya. Bagi PKI, keinginan Presiden Soekarno itu sangat menguntungkan,. Oleh karena itu, PKI segera menyatakan dukunhgannya, terutama mengenai pembentukan kabinet Gotong Royong dan pelaksanaan Demokrasi Terpimpin. Dengan terbentuknya pemerintahan koalisi nasional, dan melalui pemerintahan koalisi  nasional itulah akan dapat diwujudkannya Front Persatuan Nasional, yaitu adanya organisasi-organisasi yang bersimpati dan mendukung PKI.

PKI pada Masa Demokrasi Terpimpin, Tahun 1959-1965
Konstituante hasil pemilu 1955 tidak berhasil menyusun Undang-undang dasar baru sebagai Undang-Undang Dasar Sementara (UUDS). Ketidakberhasilan itu disebabkan oleh adanya perbedaan pendapat yang tajam mengenai dasar negara di antara anggota-anggota konstituante. Untuk mengatasi kemacetan di dalam Dewan Konstituante, Presiden Soekarno pada tanggal 5 Juli 1959 mengumumkan dekrit kembali ke UUD 1945. Isi dekrit presiden 5 Juli 1959 adalah sebagai berikut:
1.      Bubarkan Konstituante
2.      Belakunya kemabali UUD 1945 dan tidak berlakunya UUDS 1950
3.      Pembentukan MPRS dan DPAS
Penjelasan mengenai Dekrit Presiden 5 Juli 1959 tersebut disampaikan dalam pidatonya yang berjudul “Penemuan Kembali Revolusi Kita”, yang di ucapakan tanggal 17 Agustus 1959.
Presiden Soekarno selanjutnya meminta kepada Dewan Pertimbangan Agung (DPA) agar isi pidato tersebut dirumuskan menjadi Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN). Yang memimpin Panitia Kerja Dewan Pertimbangan Agung itu adalah D.N. Aidit, ketua CC PKI. Kesempatan itu dimanfaatkannya untuk memasukkan program-program PKI kedalam GBHN, yang kemudian dikenal sebagai “Manifesto Politik (manipol) RI. D.N. Aidit berussahaq memenfaatkan kedudukannya itu untuk merumuskan isi manipol sesuai dengan thesis revolusi PKI, yaitu “Masyarakat Indonesia dan Revolusi Indonesia (MIRI) yang dirumuskan PKI tahun1957, dua tahun sebelum Presiden mengucapkan pidato “Penemuan Kembali Revolusi Kita”. Meskipun upaya PKI untuk mendominasi isi manipol sesuai dengan konsep MIRI mendapat hambatan yang gigih dari tokoh-tokoh anti komunis di DPA, namun konsep manipol akhirnya disetujui Presiden.
Keleluasaan PKI semakin bertamabah ketika Presiden membentuk Front Nasional. Pembentukan Front Nasional tersebut semula dimaksudkan sebagai penggerak masyarakat, tetapi dalam kenyataannya menyimpang dri tujuan tersebut karena badan itu menjadi sasaran penggarapan PKI untuk dibawa kedalam strategi Front Persatuannya. PKI bersusaha membawa Font Nasional menjadi alat politiknya dengan cara memanfaatkan organisasi-organisasi massa, yang menjadi anak organisasi PKI atau yang sudah dipengaruhi PKI.
Pertengahan tahun 1960 PKI mencoba kekuatannya untuk menghadapi TNI-AD dengan melancarkan kritik dan tuduhan bahawa TNI-AD tidak bersungguh-sungguh dalam menumpas pemberontakan PRRI/Permesta (Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia/Perjuangan Rakyat Semesta). Bersama dengan dilancarkannya kritik dan tuduhan tersebut, PKI melakukan pengacauan di beberapa daerah, seperti di sumatera Selatan, Kalimantan Selatan, dan Sulawesi Selatan. Pimpinan TNI-AD menilai bahwa kritik dan tuduhan itu adalah upaya untuk mengacau keadaan, apalagi dengan adanya bukti terjadinya kekacauan oleh PKI di beberapa daerah tersebut. Untuk itu, TNI-AD melalui wewenagnya selaku Penguasa Perang Daerah (Peperda) menghentikan dan memebekukan berbagai kegiatan PKI atas dasar Undang-Undang Keadaan Bahaya yang sedang berlaku pada saat itu. Oleh Perpeda dilakuikan pula penangkapan dan pemeriksaan terhadap tokoh-tokoh PKI, serta melarang media massa PKI terbit dan beredar. Dan menyapaikan kepada preisden agar tidak percaya terhadap loyalitas PKI, tetapi preisden tidak mengindahkannya, bahkan sebaliknya beliau memperingatkan TNI-AD supaya fobi (perasaan takut terhadap sesuatu tanpa sebab tertentu) terhadap PKI.
Keberhasilan PKI secara politik semakin memperkuat PKI untuk memperbesar dan mancapai cita-citanya. Untuk memperoleh perimbangan kekuatan, PKI melukan “ofensif manipolis, Kemudian dirngkatkan menjadi “ofensif revolusioner, yang ditujukan kepada semua kekuatan sosial politik yang tidak mereka senangi. Selain itu, PKI berusaha pula merangkul golongan lain yang kiranya dapat dijadikan “kawan”, Seperti Pertindo dan mensyusupi PNI melalui Ir.surachman, yang ketika itu menjabat sebagai Sekjen DPP PNI.
Tahun 1964 intensitas ofensif revolusioner PKI terhadap tokoh-tokoh politik yang dianggap sebgai lawannya makin ditingkatkan. Secara intensif PKI melancarkan tuduhan kontra revolusi terhadap lawan-lawan politik mereka. Posisi PKI semakin kuat dengan dibentuknya kabinet Dwikora pada tanggal 27 Agustus 1964, yang didalamnya duduk beberapa tokoh PKI Sebagai Menteri Koordinator (Menko) dan menteri. Pembentukan Komando Tertinggi RetroolingAparatur Negara ternyata sejalan dengan PKI, karena itu pembentukan ini mereka sambut dengan tangan terbuka. Namun, ABRI tidak tinggal diam, dan terus mengawasi gerak-gerik PKI. Bagi PKI tidak ada cara lain  untuk kabur dari pengawasan tersebut, kecuali dengan melancarkan fitnah dan kampanye menjelek-jelekkan Jendral A.H. Nasution sebagai seorang tokoh ABRI yang dikatakannya ingin menyabotase Nasakom.
Sementara itu, pada tahun 1963 tersiar adanya dokumen CC PKI yang berisi program rahasia yang berjudul “Resume Program dan Kegiatan PKI Dewasa Ini”. Pragram itu berupa program jangka pendek yang berisi penilaian situasi dan rencana aksi untuk mewujudkan tujuan akhir PKI. Dokumen rahasia itu diketemukan oleh anggota Partai Murba. Oleh Wakil Perdana Menteri III, Dr. Chaerul Saleh, seorang tokoh Partai Murba, dokumen itu diserahkan kepada ketua umum DPP PNI, Mr. Ali Sastroamidjojo. Selnjutnya, dokumen itu dipaparkan dalam sidang kabinet pada awal Desember 1964. PKI membantahnya dan dengan berbagai dalih mengatakan bahwa dokumen tersebut adalah dokumen palsu, buatan kaum Trotskyst yang dibantu kaum Nekolim berusaha untuk menghancurkan PKI. Tersiarnya dokumen rahasia itu menyebabkan ketegangan Politik makin meningkat karena partai-partai lain mencurigai OKI. PKI tetap meyakinkan kepada Presiden bahwa dokumen itu palsu. Untuk meredam ketegangan, Presiden memanggil para pemimpin partai ke istana Bogor dan memerintahkan nmereka menyusun sebuah rumrusan menyelesaikan masalah persengketaan antar partai. Pada tanggal 12 Desember 1964 sepuluh paarpol menandatangani sebuah deklarasi yang disebut deklasi Bogor. Deklarasi itu dianggap sebagai cetusan kebulatan tekad partai-partai dihadapan Pemimpin Besar Revolusi, Bung Karno. Soal dokumen rahasia tidak disebut-sebut dalam deklarasi tersebut dan dengan demikian masalahnya doianggap selesai.
Selama tahun 1964 itu dapat dicatat sejumlah aksi yang dilakukan PKI, antara lain sebagai berikut :
1.      Gerakan riset di kecamatan-kecamatan untuk memastikan kekuatan apa yang oleh PKI disebut petani miskin.
2.      Aksi yang menuntut penyitaan milik inggris dan AS
3.      Aksi menuntut retooling, tuntutan penggantian pejabat yang anti PKI, dan aksi tunjuk hidung
4.      Pengindonesiaan Marxisme
5.      Aksi-aksi teror di berbagai daerah.

AKSI G30S/PKI DI TINGKAT PUSAT
PKI Melaksanakan Tindakan Peningkatan Situasi Ofensif Revolusioner, Tahun 1964-1965
Setelah penyusupan kader-kader PKI ke dalam tubuh aparatur negara, termasuk ABRI, organisasi Politik, dan Oraganisasi kemasyarakatanmencapai taraf yang oleh PKI dinilai cukup kuat, maka PKI mulai melaksanakan kegiatan yang mereka sebut sebagai tahap ofensif revolusioner, hal tersebut meliputi:
A. Sabotase, Aksi Sepihak dan Aksi Teror
Upaya PKI,untuk menciptakan suasana revolusionr, selain dilakukan melalui kegiatan-kegiatan politik yang menghebat, juga melalui kegiatan-kegiatan sabotase, aksi sepihak dan teror.kegiatan-kegiatan tersebut antara lain adalah:
1)      Tindakan Sabotase terhadap Transportrasis Umum Kereta Api oleh Serikat Buruh Kereta Api
Tindakan sabotase yang dilakukan kaum Komunis terhadap sarana-sarana penting Pemerintah mulai terlihat sejak bulan Januari 1964 rangkaian kereta api rute selatan melanggar sinyal dan langsung masuk stasiun purwokerto, jawa tengah sehingga menabrak rangkaian gerbong yang berhenti di stasiun tersebut. Tanggal 6 Februari 1964, kasus tabrakan antara dua rangkaian Kereta Api juga terjadi di Kallyasa, Sala, Jawa Tengah. Pada tanggal 30 April 1964, peristiwa yang sama terjadi di Kroya, Jawa Tengah. Tanggal 14 Mei 1964 di Cirebon dan Semarang, serta tanggal 6 Juli 1964 di Cipapar, Jawa Barat.

Menyususul kemudian beberapa kasus lepas dan larinya gerbong-gerbong dari rangkaian lokomotifnya di Tanah Abang  tanggal 18 agustus 1964, di Bandung tanggal 31 Agustus  1964, Tasikmalaya tanggal 11 Oktober 1964. Seminggu kemudian tanggal 18 Oktober 1964 di daerah yang sama yaitu Tasikmalaya terjadi kasus kecelakaan yang menimpa 20 rangkaian gerbong KA yang mengangkut peralatan Militer.
Dari hasil interogasi oleh aparat keamanan menunjukkan bahwa kasusu-kasus yang terjadi merupakan tindakan kesengajaan (sabotase) yang bertendensi politik. Para pelaku adalah anggota Serikat Buruh Kereta Api(SBKA) yang merupakan organisasi yang berada dibawah naungan Sentral Organisasi Buruh Seluruh Indonesia (SOBSI).
2)      Aksi-Aksi Sepihak BTI (Barisan Tani Indonesia)
Pada tanggal 23 Mei 1964, setelah kegiatan HUT ke-44 PKI yang dilaksanakan di Semarang , ketua CC PKI D.N Aidit serta 58 tokoh PKI termasuk didalamnya Himpunan Sarjana Indonesia (HSI) yang terpengaruh oleh PKI mengadakan gerakan Turba (Turun Kebawah) yang sekaligus melakukan penelitian yang bertujuan untuk membuktikan bahwa petani di daerah Jawa sangat miskin dan sangat potensial untuk digerakkan mendukung program PKI melalui aksi-aksi melawan tuan tanah di desa-desa.
Untuk dapat mempengaruhi para petani tersebut, PKI berpura-pura membantu mereka dengan cara melakukan kampanye penuntutan Undan-undang Bagi hasil tanah pertanian. Sejalan dengan kampanye tersebut, untuk memepertajam pertentangan kelas sesuaia dengan doktrin Marxisme-Leninisme. PKI mengkampanyekan pula sikap anti “Tujuh Setan Desa”  yaitu; tuan tanah, lintah darat, tengkulak, tukan ijon, kapitalis birokrat (kabir), bandit desa dan pemungut/pengumpul zakat. Dalam melaksanakan kampanye melawan “Tujuh Setan Desa”, PKI dengan gencar melakukan aksi massa dan aksi sepihak secara sistematis dan terencana, aksinya antara lain:
a.       Aksi Massa BTI di Jawa Tengah
Kasus peratama yang mengawali aksi massa oleh BTIadalah terjadinya konflik fisik anttara kurang lebih 1000 orang sesama petani di desa Kingkang, Kecamatan Wonosari, Kabupaten Klaten pada tanggal 26 Maret 1964. Atas hasutan tokoh-tokoh PKI  setempat ratusan massa BTI melakukan pengeroyokan terhadap seorang petani yang bernama Partosoekardjo sehubungan dengan sewa-menyewa dengan Kartodimedjo.
b.      Aksi Massa BTI di Jawa Barat
Kemudian rentetan aksi BTI berikutnya terjdi di area kehutanan milik negara di hutan Karticala dan tugu, kabupaten indramayu. Pada tanggal 15 dan 16 Oktober 1964 terjadi pengeroyokan dan penganiayaan terhadap 7 anggota polisi kehutanan, yang menjaga perkebunan milik negara.
c.       Aksi Massa BTI di Jawa Timur
Pada tanggal 15 Januari 1965 terjadi gerakan aksi massa yang dilakukan oleh BTI di desa Gayam, Kediri.sekitar 1000 orang anggota BTI menyerbu dan menganiaya seorang petani bernama Soedarno yang sedang mengerjakan lahan sawahnya dengan alasan sawah yang dikerjakan oleh Soedarno adalah sawah sengketa.
  
3) Aksi-aksi Teror
a. Peristiwa Kanigaro Kediri
Tanggal 13 Januari 1965 sekitar pukul 04.30 massa anggota PKI yang di pimpin oleh Ketua Pengurus Cabang Pemuda Rakyat Daerah Kediri, Soerdjadi, mengadakan terot denagn melakukan penyerbuan terhadap para akytivis Pelajar Islam Indoneisa (PII) yang sedang mengadakan pelatihan mental di desa Kanigoro, Kediri. Pada kesempatan itu PKI/PR melakukan pemukulan dan penganiayaan terhadap para Kyai  dan Imam masjid serta merusak rumah ibadah bahkan menginjak-injak kitab suci Al-Qur’an.
b.Aksi Massa dan Demonstrasi Anti Amerika
Awal Desember 1964 sejumlah massa pendukung PKI mengadakan demonstrasi untuk memprotes kehadiran dan kegiatan Kantor Penerangan AS, United States Information Services(USIS) di seluruh indonesia. Dalam aksi massanya, mereka menghancurkan perpustakaan USIS yang berada di Jakarta dan Surabaya. Pada tanggal 11 Desember 1964, Wakil Ketua Umum Panitia Aksi Pembikotan Film Amerika Ny. Oetami Soeryadarma menuntut agar American Motion Pictures association Of  Importers (AMPAI)dibuabarkan. Untuk memperkuat tuntutan tersebut pada tanggal 28 Februari  1965 sejumlah massa PKI berdemonstrasi didepan ksiaman Dubes AS, Howard P. Jones seminggu kemudian Gerwani mengirim telegram kepada Presiden dan Menlu Dr. Soebnandrio agar menyatakan Pesona non Gatraterhadap direktur AMPAI, Bill Palmer, dan sekaligus mengusirnya dari Indonesia.
Dua minggu setelah peristiwa di kantor AMPAI Jalkarta, pada tanggal 1 April 1965 seluruh massa pendukung PKI menyerang villa milik Direktur AMPAI di tugu puncak, Bogor  meskipun Bill Palmer tidak ada dikediamannya saat itu.
B. Agitasi dan Propaganda
Rangakaian aksi Massa PKI dalam rangka menciptakan situasi ofensif revolusioner lebih di tingkatkan lagi melalui aglitasi dan Propagandadengan tujuan untuk lebih membakar emosi massa. Dalam upaya tersebut, PKI menggunakan unsur pers ysng sudah didominasi PKI, antara lain Kantor Berita antara dan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI). Melalui tokoh-tokoh utamanya, PKI membangkitkan semangat progresif revolusioner dengan melakukan pidato-pidato di segala forum kegiatan, baik pemerintahan maupun non pemerintahan.
Slogan politik tentang keterlibatan PKI dan mewarnai kehidupan politik dimana-mana sehingga gamabaran apa yang di sebut sebagai situasi ofensif revolusionerbenar-benar snagat mendominasi kohidupan sosial-politik mkasyarakat saat itu. PKI juga memanfaatkan program pendididkan kader revolusi dan kader Nasakom yang diselenggarakan oleh pemerintah melalui Front Nasional.
-          . Aksi Fitnah Terhadap Pimpinan TNI-AD tahun 1965
Setelah PKI secara politis berhasil memperlemah lawan-lawannya, baik parpol, ormas maupun perorangan, maka tinggallah satu kekuatan sebagai penghambat utama bagi pelaksanaan program politiknya, yaitu ABRI, khususnya TNI-AD. Karenanya PKI menyusun konsep-konsep kegiatan yang bertujuan melemahkan posisi pimpinan TNI-AD. Diantaranya dengan melakukan fitnah politik yangditujukan kepada TNI-AD


1.      Isu Dewan Jendral
Dalam rangka memperburuk citra TNI-AD, PKI melancarkan isu Dewan Jendral. Isu ini disebarluaskan melalui anggota0anggota PKI yang aktif bekerja dalam berbagai lingkungan. Agar isu ytersebut sampai kepada Presiden, maka salah seorang anggota PKI yang duduk dalam DPR-GR bernama Soedjarwo Harjowisastro memberikan isu tersebut sebagai informasi kepada Kepala Staf BPI (Badan Pusat Intelijen), Brigjend Pol Soetarto yang juga merupakan anggota PKI.
Dikatakan bahwa Dewan Jendral terdiri atas sejumlah Jendral TNI-AD, antara lain Jendral TNI A.H. Nasution, Letjend TNI A. Yani, Mayjend TNI Soeprapto, Mayjend TNI S. Parman, Mayjend TNI Haryono M.T, Brigjend TNI Sutoyo S, Brigjend TNI D.I Pandjaitan, dan Brigjend TNI Sukendro yang mempunyai sikap antipati terhadap PKI.
Isu Dewan Jendral terus dilakukan dalam bentuk desas-sesus yang memperburuk citra TNI-AD, dan seolah-olah Dewan Jendral adalah kelompok Perwira Tinggi TNI-AD yang tidak loyal kepada Presiden dan mempunyai kegiatan politik menilai kebijaksanaan Presiden. Oraganisasi-organisasi yang bernaung dibawah PKI digunakan sebagai sarana untuk menyebar luaskan isu tersebut, dan mulai terdengar bulan Mei 1965.
Lingkup penyebaran isu Dewan Jendral adalah sebagai berikut:
1.      Penyebarluasan isu yang menyatakan tentang adanya Dewan Jendral didalam  tubuh TNI-AD yang mempunyai tugas khusus memikirkan usaha-usaha dalam rangka menghadapi kegiatan yang bersifat kiri. Dengan isu tersebut, PKI ingin menciptakan kesan bahwa TNI-AD merupakan kekuatan yang bersifat “Kanan” yang anti PKI.
2.      Diisukan bahwa Dewan jendral yang disebut sebagai kekuatan kanan mempunyai tujuan yaitu meniklai kebijaksanaan Presiden selaku Pemimpin Besar Revolusi. Pda lingkup ini PKI ingin memberi kesan bahwa Dewan Jendral adalah sebuah badan dalam TNI-AD yang tidak dapat dijamin loyalitasnya kepada BPR. Tujuannnya adaah menhgadu domba  antar TNI-AD dengan Presiden
3.      Diberitakan Dewan  Jendral bekerjasama dengan imperalis, dalam rangka upaya PKI meyebarluaskan kesan kepada masyarakat seolah-olah TNI-AD telah mengkhianati perjuangan rakyat Indonesia. Isu ini semakin berkembang dengan tersiarnya “dokumen Gilchirst pada bulan Mei 1965
4.      Pada sekitar awal bulan september 1965 dilancarkan isu bahwa Dewan Jendral akan merebut kekuasaan dari presiden Soekarno dengan memanfaatkan pengerahan pasukan dari daerah uang didatangkan ke Jakarta dalam rangka peringatan HUT ABRI pad tanggal 5 Oktober 1965. Kemudian, untuk lebih meyakinkan masyarakat mengenai kebenarannya, PKI telah menciptakan Isu Kabinet Dewan Jendral sebgai berikut:
1)      Perdana Menteri                         :Jendral TNI A.H. Nasution
2)      Wakil PM/Menteri Pertahanan  : Letjend TNI A. Yani
3)      Menteri Dalam Negeri                : Hadisubeno
4)      Menteri Luar Negeri                   : Roeslan Abdulgani
5)      Menteri Hubungan Dagang LN: Brigjend TNI Sukendro
6)      Menteri Jaksa Agung                  : Mayjend S. Parman

Dalam rangka menyiapkan Gerakan 30 September, biro khusus secara intensif mempengaruhi iknum-oknum anggota ABRI yang telah dibinanya dengan Brifing-Brifing situasi politik, yang intinya :
1)      Ada Dewan Jendral yang akan mengadakan perebutan kekuasaan dari Presiden
2)      Perlu ada gerakan m iliter untuk mendahului rencana Dewan Jendral tersebut
Bentuk pengembangan isu Dewan Jendral menjadi rencana matang akan adanya perwira-perwira yang berpikiran maju mendahului rencana Dewan Jendral.

2. TUNTUTAN MASSA DALAM PEMBUBARAN PKI
1. Reaksi Partai Politik dan organisasi Massa
Kenyataan menunjukkan bahwa setelah tersiar adanya G 30 S melalui studio RRI Jakarta pada tanggal 1 Oktober 1965, baik parpol maupun ormas belum menentukan sikap karena sama sekali tidak mengetahui apa yang sebenarnya terjadi dan latar belakangnya. Mereka belum mempunyai pedoman untuk menanggapinya. Situasi maupun kondisi sosial politik pada saat itu memaksa mereka bertindak sangat cermat sekali agar sikap yang mereka ambil jangan sampai menimbulkan kerugian politis bagi partai atau golongan.
Baru setelah mendengar siaran langsung pidato Soeharto ditempat ditemukannya para korban penculikan pada tanggal 4 Oktober 1965 dan siaran upacara pemakaman para pahlawan Revolusu tanggal 5 Oktober 1965, keluarlah pernyataan-pernyataan dan ormas yang umumnya bernada sebagai berikut:
1.      Mengucap syukur atas terhindarnya presiden Soekarno dari bahaya
2.      Tetap berdiri penuh di belakang presiden/Pangti ABRI/Pemimpin Besar Revolusi Bung Karno;
3.      Mengutuk pemberontakan dan pengkhianatan G 30 S
2. Tindakan Spontan Massa terhadap PKI
Setelah diperoleh tanda-tanda yang semakin jelas bahwa PKI adalah dalang dari pelaku Gerakan 30 September, mulailah terjadi aksi-aksi spontan berbagai kelompok massa pemuda, mahasiswa dan pelajar. Pada tanggal 8 Oktober 1965 mulai terjadi aksi-aksi massa menyerbu gedung-gedung kantor PKI serta ormas-ormasnya. Aksi-aksi massa tersebut terjadi diberbagai daerah dan tempat-tempat dimana terdapat basis-basis kekuatan PKI disitu terjadi suasana tegang dan konflik fisik.
Sementara itu tanggal 8 Oktober 1965 di taman Suropati Jakarta, partai politik dan berbagai organisasi massa melakukan apel kebulatan tekad untung mengamankan Pancasila. Apel kebulatan tekad tersebut juga mendesak Presiden untuk membubarkan PKI beserta ormas pendukungnya, membersihkan kabinet, DPR-GR, MPRS, serta lembaga-lembaga  negara lainnya dari unsur-unsur G 30 S/PKI.
Kegiatan penindakan terhadap PKI yang semula hanya timbul secara spontan dari masing-masing golongan masa, pemuda, mahasiswa dan pelajar kemudian menjadi lebih luas. Pada tanggal 2 Oktober 1965 berbagai partai politik yaitu NU, IPKI, Partai Katolik, Parkindo, PSII, unsur-unsur perti, dan unsur-unsur PNI, serta ormas-ormas aanti komunis seperti Muhamadiyah, SOSKI, dan lain-lain membentuk dan begabung menjadi fron Pancasila.
Dengan memperhatikan munculnya suasana yang sama dilingkungan mahasiswa dalam menuntut pembubaran PKI dan menyerbu gedung-gedung PKI, tanggal 25 Oktober 1965 Menteri perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan (PTIP), Brigjen TNI dr. Syarif Thayeb, memanggil beberapa tokoh dari organisasi mahasiswa. Beliau mengatakan bahwa untuk menghadapi gerakan komunis, para mahasiswa agar tidak bergerak sendiri-sendiri tetapi terpadu dalam satu kesatuan aksi. Dan menganjurkan kepada mahasiswa agar membentuk Gerakan Mahasiswa yang terpadu dengan nama “ Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia” (KAMI). Sejak saat itulah terbentuk Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia yang kemudian diikuti oleh munculnya berbagai kesatuan aksi lainnya. Kesatuan-kesatuan aksi ini tergabung dalam Badan Koordinasi Kesatuan Aksi. Pada tanggal 31 Desember 1965 BKKA dan Fron Pancasila menandatangani naskah deklarasi mendukung pancasila, yang bertujuan menggalang persatuan antara rakyat dan ABRI sebagai Dwi Tunggal dalam mengamalkan ideologi pancasila secara murni serta menolak usaha pembelaan terhadap Gerakan 30 September dalam bentuk apapun.
3. Tri Tuntutan Rakyat (Tritura)
Janji yang berulang kali diucapkan Presiden Soekarno untuk memberikkan penyelesaian politik yang adil terhadap pemberontakan G-30-S/PKI belum juga diwujudkan. Sementara itu, gelombang demonstrasi menuntut pembubaran PKI kian keras dan bertambah luas. Situasi yang menjurus kearah konflik politik tersebut bertambah lagi dengan munculnya rasa tidak puas terhadap kesdaan ekonomi negara.
Dalam keadan serba tidaak puas dan tidak sabar, akhirnya tercetuslah Tri-Tuntutan hati Nurani Rakyat, atau lebih dikenal sebagai Tri Tuntutan Rakyat, yang disingkat menjadi Tritura. Dengan dipelopori oleh KAMI dam KAPI, pada tanggal 12 Januari 1966 kesatuan-kesatuan aksi yang bergabung dalam fron Pancasila memenuhi halaman DPR GR dan mengajukan tiga buah tuntutan yang kemudian dikenal sebagai Tritura itu, yang isinya adalah :
1.      Pembubaran PKI;
2.      Pembersihan kabinet dari unsur-unsur G-30-S/PKI; dan
3.      Penurunan harga dan perbaikan ekonomi.


3.SURAT PERINTAH 11 MARET
Pada tanggal 11 Maret 1966 Presiden mengeluarkan surat perintah kepada Letjen Soeharto, menteri/pangad, yang pokoknya berisi perintah kepada Letjen Soeharto untuk atas nama presiden/Pangti ABRI/peminpim besar Revolusi, mengambil sega tindakan yang dianggap perlu guna terjaminnya keamanan dan ketenangan serta kesetabilam pemerintahan.
Pemberian surat perintah tersebut merupakan pemberian kepercayaan dan sekaligus pemberian wewang kepda Letjend Soeharto untuk mengatasi keadaan yang waktu itu serba tidak menentu. Keluarnya Surat Perintah tersebut disambut dengan semangat yang menggelora oleh rakyat dan durat perintah tersebut sering disebut “Supersemar” (Surat Perintah 11 Maret). Berdasarkan kewenangan yang bersumber pada Supersemar, dengan menimbang masih adanya kegiatan sisa-sisa G30S/PKI serta memperhatikan hasil-hasil pengadilan dan keputusan Mahkamah militer Luar Biasa terhadap tokoh-tokoh G30S/PKI, pada tanggal 12 Maret 1966 Letjend Soeharto atas nama Presiden/Pangti ABRI/Pemimpin Besar Revolusi menandatangani Surat Keputusan Prsiden/Pangti ABRI/Pemimpin Besar Revolusi/PBR. No 1/3/1966, yaitu pembubaran PKI dan organisasi-organisasi yang bernaungdan berlindung dibawahnya serta menyatakan sebagai organisasi terlarang di wilayah kekuasaan Negara RI.
   
4.       PEMBUBARAN PKI
Berdasarkan wewenang yang bersumber pada Supersemar, Letjend Soeharto atas nama Presiden menetapkan pembubaran dan pelarangan PKI, termasuk semua bagian-bagian organisasinya dari tingkat pusat sampai kedaerah beserta semua organisasi yang se azas/ berlindung/bernaung dibawahnya, keputusan tersebut dituangkan dalam Keputusan Presiden/Pangti ABRI/mandataris MPR/PBR no.1/3/1966 tanggal 12 maret 1966 dan merupakan tindakan pertama Letjen Soeharto sebagai pengemban perintah 11 Maret atau Supersemar.
Keputusan pembubaran dan pelarangan  PKI itu diamabil oleh pengemban Supersemar berdasarkan pertimbangan bahwa PKI telah nyata-nyata melakukan perbuatan kejahatan dan kekejaman. Bukan itu saja, tetapi telah dua kali pengkhianatan terhadap negara dan rakyat Indonesia yang sedanag berjuang.
Seluruh rakyat yang menjunjung tinggi landasan falsafah dan ideologi Pancasila waktu itu serentak menuntut dibubarkannya PKI. Oleh karena itu, keputusan pembubaran PKI itu disambut dengan gembira dan perasaan lega oleh seluruh rakyat Indonesia.

No comments:

Post a Comment

Adbox