Terbaru

LightBlog

Friday, October 27, 2017

Makalah Patologi Organisasi

PEMBAHASAN
PATOLOGI ORGANISASI DAN PENYEHATAN ORGANISASI

A.      Definisi Patologi Organisasi
Patologi merupakan bahasa kedokteran yang secara etimologi memiliki arti “ilmu tentang penyakit”.Risman K. Umar (2002) mendefinisikan bahwa patologi organisasi adalah penyakit atau bentuk perilaku organisasi yang menyimpang dari nilai-nilai etis, aturan-aturan dan ketentuan-ketentuan perundang-undangan serta norma-norma yang berlaku dalam organisasi. Prof. Dr. Sondang P. Siagian, MPA., (1988) mengatakan bahwa pentingnya patologi ialah agar diketahui berbagai jenis penyakit yang mungkin diderita oleh manusia.
Organisasi merupakan sekumpulan orang yang memiliki tujuan bersama. Organisasi juga dikatakan sebagai alat untuk mencapai tujuan, akan tetapi organisasi lebih dari sekedar alat untuk menyediakan barang-barang dan jasa. [1]Untuk mengatur pencapaian tujuan maka perlu diatur mekanisme pembagian tugas, pembagian wewenang, dan siapa yang bertanggung jawab, agar setiap organ atau alat di dalam organisasi itu bertindak dan berperilaku yang sejalan dengan misi, maksud, dan tujuan organisasi. Menjalankan roda organisasi tentunya akan menemui halangan dan rintangan. Sebuah organisasi yang matang dan berpengalaman, membekali para kadernya dengan cara-cara menghindari, menghadapi, dan menyelesaikan permasalahan yang ditemui.
Untuk itulah, organisasi yang sehat tentunya memiliki sistem (aturan main) yang berguna sebagai pedoman ketika menjalankan program dan kegiatan, dan ketika menyelesaikan konflik. Sehingga, sistem atau peraturan itu dibuat tidak saja sekedar untuk mengikat para anggota untuk patuh, namun juga menawarkan solusi (penyelesaian) apabila terjadi konflik. Ada beberapa penyakit dalam organisasi yang apabila penyakit ini berkembang dan meluas akan menjadi penghambat organisasi. Mulanya penyakit- penyakit ini ditunjukkan lewat gejala-gejala yang bisa langsung terdeteksi maupun tidak. Namun apabila penyakit ini sudah mengidap di tubuh organisasi maka akan mengakibatkan kelumpuhan pada organisasi, bahkan kematian. Penyakit-penyakit ini harus dihindarkan sehingga bisa meminimalisir biaya dan kerugian yang mesti ditanggung apabila penyakit-penyakit ini sudah menular.
B.       Jenis-Jenis Patologi Organisasi
1.      Tujuan organisasi telah ditetapkan, namun tidak dirumuskan secara jelas dan rinci (tidak membumi).
2.      Aturan dan tujuan telah ditetapkan, namun individu masa bodoh atau tidak patuh pada aturan.  
3.      Pembagian tugas dan wewenang yang tidak tuntas, atau tidak jelas.
4.      Para pengambil keputusan yang tidak memahami aturan dan tujuan Organisasi
5.      Mekanisme pengambilan keputusan yang tidak matang, masih bersifat subyektif.
6.      Perasaan bahwa bidang atau divisinya yang paling penting.
7.      Tidak seimbangnya tanggung jawab dg wewenangnya.
8.      Semata-mata bekerja sesuai dengan tugasnya saja tanpa kerjasama antar
9.      Divisi atau bidang.
10.  Merasa pintar alias sok tahu, hanya menjadi penonton
11.  Bukannya ikut berpartisipasi dan memberi contoh yang lebih baik, tetapi
12.  malah menjadi penonton dan komentator
13.  Terlalu banyak anggota atau bawahan hingga sulit diawasi
14.  Bawahan diberi satu tugas dari atasan yang berbeda dengan perintah yg berbeda
C.      Jenis Patologi Pelaku Organisasi
a.    Penyakit Nepotisme
     Penyakit nepotisme pada mulanya lebih banyak di terjadi di organisasi, kemudian berkembang lebih lanjut kedalam berbagai aspek kehidupan pada manusia lainnya. Mengapa terjadi nepotisme dalam organisasi, karena tidak tercapainya kepuasan yang diharapkan semula yang dikarena tidak terpenuhinya kebutuhan karyawan dalam organisasi.[2]
     Penyakit nepotisme dalam administrasi juga menciptakan suatu perubahan dalam sebuah bentuk kerja sama, tetapi perubahan yang diciptakan tersebut berorientasi kepada perubahan negative. Penyakit nepotsime dalam administrasi sangat berpengaruh negative dalam pengembangan konseptual teoritis, actual empiris, dan etika administrasi sehingga wawasan keilmuan untuk menciptakan kecerdasan beripikir dan keterampilan untuk menciptakan kemahiran bertindak akan menjadi kabur serta suatu saat akan terkubur.
     Penanganan virus penyakit nepotisme dalam administrasi seharusnya dilakukan secara terus menerus, karena kemungkinan akan berkembang apabila kita tidak waspada. Tindakan yang dilakukan itu merupakan suatu permulaan karena diawali oleh pemikiran yang dilandasi wawasan keilmuan,  ketangguhan moralitas, dan keteguhan iman. Oleh sebab itu kita semua harus senantiasa menjunjung tinggi niali kebenaran sehingga virus-virus penyakit nepotisme itu tidak akan mengancam kehidupan kita setiap saat. Sebaikanya semua manusia yang terlibat dalam kerja sama untuk melakukan aktivitas adminsitrasi saling mengontorol dan mengingatkan antara satu dengan yang lainnya tentang bahanya virus penyakit nepotisme.
b.   Penyakit Korupsi
          penyakit atau patologi korupsi dalam organisasi merupakan suatu penyakit yang sangat ditakuti oleh semua ikatan bentuk kerjasama manusia melalui organisasi internasional , Negara, pemerintah, sampai kepada organisasi swasta pun, semuanya ketakutan bila terjangkit virus-virus penyakit atau patologi korupsi yang dapat mematikan aktivitas administrasi. Penyakit korupsi yang begitu ditakuti oleh semua pihak mulai dari anggota ikatan kerjasama yang terendah sampai kepada anggota yang tertinggi, atau mulai dari anggota masyarakat terendah sampai kepada anggota masyarakat yang tertinggi.
          Korupsi adalah suatu perbuatan atau tindakan seseorang atau beberapa orang baik statusnya sebagai bawahan maupun pejabat dalam suatu organisasi yang melakukan pelanggaran etika, moralitas, rasionalitas, keyakinan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku dengan mendapatkan sesuatu keuntungan dalam rangka memenuhi keinginan dan kebutuhan seseorang atau beberapa orang yang dapat berakibat merugikan orang lain atau Negara.
c.    Penyakit Stres
Stres merupakan suatu respons adoptif terhadap suatu situasi yang dirasakan menantang atau mengancam kesehatan seseorang.[3] Stres juga merupakan penderitaan jasmani, mental, atau emosional yang diakibatkan interpretasi atau suatu peristiwa sebagai suatu ancaman bagi agenda seorang individu.[4] Kita sering mendengar bahwa stres merupakan akibat negatif dari kehidupan modern. Orang-orang merasa stres karena terlalu banyak pekerjaan, ketidakpahaman terhadap pekerjaan, beban informasi yang terlalu bserat atau karena mengikuti pekerbangan zaman.
Penyebab stres Stresor adalah penyebab stres, yakni apa saja kondisi lingkungan tempat penampungan fisik dan emosional pada seseorang. Terdapat banyak stressor dalam organisasi dan aktifitas hidup lainnya. Stresor yang berhubungan pekerjaan terbagi menjadi beberapa tipe salah satunya organisasi, banyak sekali ragam penyebab stress yang bersumber dari organisasi pengurangan jumlah pegawai merupakan salah satu penyebab stres yang tidak hanya untuk mereka kehilangan pekerjaan, namun juga untuk mereka yang masih tinggal.[5] Secara khusus mereka yang masih tinggal mengalami peningkatan beban kerja, peningkatan rasa tidak aman, dan tidak nyaman dalam bekerja serta kehilangan rekan kerja. Restrukturisasi, privatisasi, merger, dan bentuk-bentuk lainnya merupakan kebijakan perusahaan yang berpotensi memunculkan stres. Para pekerja harus mengahadapi peningkatan ketidak amanan dalam bekerja, bimbang dalam tuntunan pekerjaan yang semakin banyak dan bentuk-bentuk baru dari konflik antar pribadi.
Akibat dari stres bisa dilihat pada 3 aspek yaitu: fisik, psikis, dan perilaku. Akibat stres bisa dikenali dari perilaku, yaitu kinerja rendah, naiknya tingkat kecelakaan kerja, salah dalam mengambil keputusan, tingkat absensi kerja tinggi, dan agresi ditempat kerja.
d.   Penyakit Egoisme
penyakit atau patologi egois terhadap pelaksanaan kegiatan di organisasi adalah sifat-sifat manusia yang terkait dalam bentuk kerjasama yang selalu ingin menang sendiri ketika mendiskusikan sesuatu pemikiran, baik secara ilmiah maupun pemikiran terhadap suatu penyelesaian permasalahan atau kegiatan. Egoisme sebenarnya adalah suatu virus penyakit atau patologi dalam pelaksanaan organisasi. Jika terlalu kuat pengaruh manusia yang memiliki sifat egoisme sangat memungkinkan aktivitas dalam organisasi yang dilakukan dalam bentuk kerjasama itu akan bersifat negative dan tidak mustahil dapat mematikan atau membubarkan suatu bentuk kerjasama yang dituntuk oleh administrasi.
Contohnya dalam penyakit emosi, penyakit emosi seseorang adalah keadaan yang dicirikan oleh rangsangan psikologis dan perubahan ekspresi wajah, gerakan tubuh, dan perasaan subjektif.[6] Kata emosi memiliki arti “bergerak”. Tubuh secara fisik dirangsang selama pengerahan emosi.[7] Alasan yang mendasari pemeriksaan emosi adalah titik dimana emosi saling dihubungkan dengan periaku adaktif dasar seperti membantu orang lain, mengasingkan diri, mencari wilayah kerja yang nyaman, dan menyerang sesorang secara verbal karena memulai rumor yang tidak benar. Akan tetapi emosi memiliki efek negatif. Rasa benci dan takut dapat merusak perilaku dalam hubungan organisasi.
Dalam organisasi kerja emosional mungkin melibatkan dan meningkatkan, pemasukan, atau menekan ke emosi untuk memodifikasi ekspresi emosional. Aturan atau norma berkenaan dengan ekspektasi mengenai ekspresi emosional dapat diperoleh dengan mengamati rekan kerja atau dinyatakan dalam seleksi atau pelatihan.
Dalam dunia kerja atau organisasi sering terjadi peristiwa negatif, terdapat kemungkinan lebih banyak kerja emosional. Hal ini menunjukkan bahwa semakin banyak peraturan-peraturan kerja maka semakin besar stres. Walau kerja emosional bisa efektif secara organisasi, mungkin terdapat efek terhadap karyawan. Untuk mengtasi emosional beberapa peneliti berasumsi bahwa mengelola emosi memerlukan usaha, waktu, dan energi. Organisasi yang berusaha untuk mengatur emosi, sesuatu yang sangat pribadi dan akan menimbulkan rasa tidak nyaman dalam diri karyawan mereka.[8]


e.    Penyakit Keserakahan
penyakit atau patologi keserakahan dalam organisasi adalah suatu metode teknik dan taktik yang dilakukan seseorang anggota yang terkait dalam ikatan bentuk kerjasama berpikir dan bertindak untuk dapat menguasai sebagian atau bahkan kalau bisa keseluruhan factor-faktor kenikmatan khususnya yang berupa material dengan mengorbankan orang lain.
Misalnya penyakit mata duitan pada pelaku organisasi, organisasi yang memiliki penyakit mata duitan sering mendapat manfaat dari suatu pemahaman yang jelas akan tujuan serta kemampuan untuk memobilisasi sumber daya dengan cepat untuk mencapai tujuan. Akan tetapi penyakit mata duitan ini ada manfaatnya juga salah atunya dalam bisnis organisasi yang beroperasi di dalam ekonomi pasar kompetitif adalah jelas.[9] Tetapi banyak sisi gelapnya lagi dari penyakit mata duitan ini. Kcendrungan dari penyakit ini adalah hanya menfokuskan diri pada kinerja yang dapat diukur dan mengabaikan hal-hal yang tidak dapat diukur. Solusi terhadap penyakit mata duitan ini adalah menciptakan peluang untuk menghubungkan aktivitas, memberikan imbalan secara terbuka, menganalisis strategik untuk masa depan, mengintrospeksi diri, dan memberikan pelatihan kepada karyawan dalam ketrampilan menyelesaikan konflik.
Penyakit atau patologi keserakahan manusia sebenarnya adalah suatu penyakit yang sangat kejam karena dapat menghancurkan ikatan kerjasama dan bahkan mematikannya. Penyakit atau patologi keserakahan bukan semata mata hanya mengumpulkan harta benda yang melimpah untuk memenuhi kebutuhan, tetapi lebih banyak diarahkan kepada pemenuhan keinginan. Keinginan yang berlebihan hanya menimbun harta benda saja dengan memperolehnya tidak wajar.
Penanganan virus patologi keserakahan dalam organisasi diperlukan ketegasan dan kejujuran secara individual disamping harus pula diperlakukan atau dengan katalain dispesialisasikan untuk dapat memahami bahwa keserakahan dengan merampas hak orang lain disamping mendapat hukuman moral juga mendapatkan jeratan hukum yang berlaku.

D.      Gejala, Sebab Akibat, dan Penyehatan Patologi Organisasi
1.    Gejala Patologi Organisasi diantaranya adalah:
a.       Ketiadaan struktur yang jelas dan pasti
b.      Tidak adanya saling percaya
c.       Kebiasaan mudah memecat anggota
d.      Kebiasaan suka menipu klien/supplier
e.       Membohongi pelanggan dan suka ingkar janji
f.       Kelesuan yang dirasakan oleh seluruh anggota
g.      Banyaknya korupsi, membudayanya kolusi dan nepotisme
h.      Maraknya SARA di dalam organisasi
i.        Adanya perlakuan deskriminasi di antara karyawan
j.        Adanya kebiasaan menunda keputusan atau pekerjaan
k.      Sulitnya memperoleh komitmen atasan
2.    Penyehatan Patologi Organisasi
       Dalam buku Dr. Sopiah mengatakan penyehatan organisasi dapat dilakukan dengan cara yaitu sebagai berikut:
a.       Melakukan seleksi karyawan organisasi yang objektif
b.      Penempatan karyawan dalam pekerjaan sesuai dengan kemampuan dan bidangnya
c.       Perolehan dan peningkatan kemahiran melalui pengalaman dan
d.      Pengukuran prestasi dan pemberian imbalan yang sesuai.[10]
                   Penyehatan adalah suatu proses penghilangan perbedaan atau ketidaksesuaian yang terjadi antara hasil yang diperoleh dan hasil yang diinginkan (Hunsaker, 2005). Berikut rinciannya:
1.    Definisikan Masalah
a.         Fakta dipisahkan dari opini atau spekulasi. Data objektif dipisahkan dari
b.        persepsi
a.         Semua pihak yang terlibat diperlakukan sebagai sumber informasi
b.        Masalah harus dinyatakan secara eksplisit/tegas.
c.         Definisi yang dibuat harus menyatakan dengan jelas adanya
c.         ketidaksesuaian antara standar atau harapan yang telah ditetapkan
d.        sebelumnya dan kenyataan yang terjadi
a.         Definisi yang dibuat harus menyatakan dengan jelas, pihak-pihak yang
e.         terkait atau berkepentingan dengan terjadinya masalah
a.         Definisi yang dibuat bukanlah seperti sebuah solusi yang samar
2.      Buat alternatif Pemecahan Masalah
Alternatif yang diusulkan perlu mempertimbangkan konsekuensi yang muncul dalam jangka pendek maupun jangka panjang
3.      Evaluasi alternatif-alternatif Pemecahan Masalah
Alternatif yang dipilih bila tingkat kemungkinan untuk dapat menyelesaikan masalah tanpa menimbulkan masalah lain, diterima oleh semua orang yang terlibat, tingkat kemungkinan penerapannya dan tingkat kesesuaian dengan tujuan dan batasan yang ada di dalam organisasi.
4.      Terapkan Solusi dan Tindak lanjuti
dengan strategi “sedikit demi sedikit” untuk meminimalkan terjadinya resistensi dan meningkatkan dukungan, ada proses umpan balik berhasil tidaknya penerapan solusi, adanya sistem monitoring untuk memantau secara berkesinambungan, dan adanya penilaian thd keberhasilan penerapan solusi didasarkan atas terselesaikannya masalah yang dihadapi, bukan karena manfaat lain yang diperoleh dengan adanya penerapan solusi ini.
Beberapa upaya juga yang dilakukan untuk penyehatan patologi organisasi yaitu:
1.      Untuk mengatasi Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme selain hal diatas diharapkan pemerintah menetapkan perundangan dibidang infomatika (IT) sebagai bagian pengembangan dan pemanfaatan untuk organisasi
2.      Peran kualitas sumber daya aparatur sangat mempengaruhi kualitas suatu organisasi, untuk itu kemampuan kognitif yang bersumber dari intelegensi dan pengalaman,skill atau ketrampilan, yang didukung oleh sikap (attitude) merupakan faktor yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah patologi atau penyakit organisasi. Untuk itu pelatihan diharapkan mampu menjadi program yang berkelanjutan agar sumber daya organisasi memeliki kecerdasan inteltual,emosional dan spiritual sebagai landasan dalam pelayanan publik.
  1. Participation. Melalui prinsip ini karyawan terlibat dalam pembuatan keputusan yang di bangun atas dasar kebebasan berasosiasi dan berbicara serta berpartsipasi secara konstruktif, sehingga dengan demikian maka menejer tidak menjadi otoriter dalam mengambil keputusan. Keputusan yang dihasilakan merupakan representasi dari keinginan karyawan dan tidak dapat diintervensi oleh pihak-pihak yang ingin memanfaatkan menejer.
  2. Rule of law. Supremasi hukum merupakan langkah yang harus diambil untuk meminimalisir atau menghilangkan praktek-praktek patologi dalam organisasi. Dengan penegakan hukum yang baik maka indikasi untuk melakukan kesalahan akan terhapus karena para karyawan akan merasa takut dengan ancaman hukum.
  3. Transparansi :. Melalui prinsip transparansi maka segala hal yang dilakukan oleh menejer dan karyawan dapat di kontrol melalui informasi yang terbuka dan bebas diakses. Transparansi ini mendorong organisasi untuk senantiasa menjalankan aturan sesuai ketentuan dan perundang-undangan, karena bila tidak sasuai masyarakat pasti mengetahui dan melakukan penututan.
  4. Effectiveness and efficiency. Pemborosan yang terjadi dalam praktek pengelolaan organisasi dapat diminimalisir oleh prinsip ini.
  5. Accountability
  6. Strategic vision. Melalui straegi visi maka akan tumbuh dalam setiap karyawan maupun menejer akan nilai-nilai idealisme dan harapan-harapan organisasi untuk masa yang akan datang. Nilai-nilai dan harapan-harapan ini akan memeberikan kesan praktek pelaksaan pekerjaan organisasi
  7. Dan memberikan motivasi kepada karyawan.[11] Memberikan motivasi karyawan itu sangat penting. Karena dengan motivasi yang tinggi karyawan akan lebih giat bekerja. Untuk itu, baik anda sebagai bos atau pun sebagai karyawan sendiri, ada baiknya untuk selalu memotivasi diri. Sebagaimana saya pernah menuliskan pentingnya motivasi itu sendiri. Memiliki motivasi bisa membantu Anda mencapai keberhasilan dalam karir. Tidak hanya untuk pebisnis saja termasuk juga untuk karyawan. Berikut ini adalah cara memberikan motivasi karyawan seperti dikutip dari Forbes.
a.    Menjadi atasan yang Dapat Dipercaya Jadilah atasan yang dapat dipercaya. Seorang pemimpin yang memperlakukan para karyawannya dengan layak dan selalu mendukung para karyawannya, bisa dipercaya dan dapat memotivasi karyawannya tersebut untuk memenuhi harapan perusahaan. Menjadi pemimpin yang yang bersifat terbuka dengan bawahannya juga bisa memicu mereka untuk berhasil.
b.   Mengakui pekerjaan karyawan Mengakui pekerjaan yang dilakukan karyawan termasuk cara memberikan motivasi karyawan. Dengan cara ini, pekerjanya pun akan berusaha untuk bisa bekerja lebih baik lagi, baik itu untuk mencoba hal yang baru atau meningkatkan keterampilan yang ada.
c.    Memberikan kesempatan kepada karyawan untuk meningkatan Karir Dengan memberikan kesempatan karyawan untuk meningkatkan karir, itu merupakan salah satu faktor yang dapat memotivasi karyawan. Jadi, berikanlah karyawan kesempatan untuk meningkatkan karir. Buatlah program-program peningkatan karir.
d.   Buatlah Karyawan Bahagia Atasan yang baik akan membuat karyawannya bahagia dan puas dengan pekerjaan mereka. Pekerja yang bahagia, juga akan memiliki rasa percaya diri, sehingga mereka bisa menyelesaikan tugasnya dengan lebih baik. Cara membuat karyawan bahagia bisa dengan memberikan bonus atau kejutan pada karyawan.
e.    Kenaikan Gaji Uang tidak diragukan lagi merupakan cara yang terbaik untuk memotivasi siapa saja yang bekerja. Tetapi jika uang tambahan menjadi satu-satunya motivator utama, itu tentu tidak akan bertahan lama. Para pegawai pernah mengatakan usaha terbaik untuk membuat mereka maju, jika pekerjaan menghasilkan beberapa tambahan uang. Lebih dari itu para pegawai merasa harus ada sesuatu yang lebih yaitu perasaan bahwa mereka sedang melakukan pekerjaan penting.
f.     Memberikan rasa Takut Menakuti pegawai atau mencoba membuat mereka berada pada keadaan yang paling sulit dengan memarahi atau mengancam, kadang-kadang bisa efektif untuk sementara waktu. Tapi langkah ini lebih banyak kelemahannya. Anda tidak akan memiliki loyalitas pegawai ketika sedang membutuhkan. Karyawan yang takut, bukanlah karyawan yang inovatif. Lebih buruk lagi mereka memilih pindah ke perusahaan lain. Bisa jadi orang yang paling berbakat ini kabur ke perusahaan pesaing Anda.
g.    Mengadakan Kompetisi Sebagian tambahan untuk memberikan motivasi karyawan adalah dengan mengadakan kompetisi. Namun, sebaiknya kompetisi ini harus di adakan dengan tepat sebagai langkah untuk memotivasi karyawan saja, karena bisa saja ini malah akan membuat perpecahan sebagai satu tim seharusnya saling membantu untuk mencapai tujuan bersama. Pesaing sesungguhnya adalah perusahaan lain. Kompetisi tidak pernah ada di dalam tim Anda sendiri.

SIMPULAN

Organisasi merupakan sekumpulan orang yang memiliki tujuan bersama. Organisasi juga dikatakan sebagai alat untuk mencapai tujuan, akan tetapi organisasi lebih dari sekedar alat untuk menyediakan barang-barang dan jasa. Untuk mengatur pencapaian tujuan maka perlu diatur mekanisme pembagian tugas, pembagian wewenang, dan siapa yang bertanggung jawab, agar setiap organ atau alat di dalam organisasi itu bertindak dan berperilaku yang sejalan dengan misi, maksud, dan tujuan organisasi. Menjalankan roda organisasi tentunya akan menemui halangan dan rintangan. Sebuah organisasi yang matang dan berpengalaman, membekali para kadernya dengan cara-cara menghindari, menghadapi, dan menyelesaikan permasalahan yang ditemui.  
Untuk itulah, organisasi yang sehat tentunya memiliki sistem (aturan main) yang berguna sebagai pedoman ketika menjalankan program dan kegiatan, dan ketika menyelesaikan konflik. Sehingga, sistem atau peraturan itu dibuat tidak saja sekedar untuk mengikat para anggota untuk patuh, namun juga menawarkan solusi (penyelesaian) apabila terjadi konflik.
Ada beberapa penyakit dalam organisasi yang apabila penyakit ini berkembang dan meluas akan menjadi penghambat organisasi. Mulanya penyakit- penyakit ini ditunjukkan lewat gejala-gejala yang bisa langsung terdeteksi maupun tidak. Namun apabila penyakit ini sudah mengidap di tubuh organisasi maka akan mengakibatkan kelumpuhan pada organisasi, bahkan kematian. Penyakit-penyakit ini harus dihindarkan sehingga bisa meminimalisir biaya dan kerugian yang mesti ditanggung apabila penyakit-penyakit ini sudah menular. Banyak patologi organisasi yaitu korupsi, nepotisme, keserakahan, stress, dan lainnya.

REFERENSI

Pace, Wayne dan Don Faules.  2001. Komunikasi Organisasi: Strategi Meningkatkan Kinerja Perusahaan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Gibson, Ivancevich,dkk. 1985. Organisasi: Prilaku, Struktur, Proses. Jakarta: Erlangga.
Ivancevich, M. John, Robert Konopaske, dkk. 2007. Prilaku dan Manajemen Organisasi. Jakarta: Erlangga.
Sopiah, 2008. Prilaku Organisai. Yogyakarta: CV Andi Offset.
Davis, Keith dan John W. Newstrom. 1985 Prilaku dalam Organisasi, Jakarta: Erlangga.
Subir Chowdhury2003. Organisasi Abad 21. Jakarta: PT Indeks Kelompok Gramedia.
H.Makmur, M.si Prof. 2011.Patologi Serta Terapinya Dal Ilmu Administrasi Dan Organisasi. Jakarta: PT Gramedia.
Kusdi.  2011. Teori Organisasi dan Administrasi. Jakarta: Salemba Humanika
Hmiznthi.2015.Penyakit-Penyakit Organisasi http:// documents. tips/documents/ penyakit-penyakit-organisasi.html. diakses pada 15 Desembar 2015
Parassetya,Aridha.2011.Prilakumanajemen(penyakitorganisasi).http://www.papanputih. com/2011/01/penyakit-organisasi-psychological.html









[1] L. F. Urwick, “That Word Organization”, Academy of Management Review, (1976), hlm. 89-91. Dalam Gibson, Ivancevich dan Donnelly, Organisasi: Prilaku, Struktur, Proses, (Jakarta: Erlangga, 1985), hlm, 7
[2] H.Makmur, Patologi Serta Terapinya Dal Ilmu Administrasi Dan Organi, (Jakarta:PT Gramedia, 2011). Hlm. 49

[3] Sopiah, Prilaku Organisai, (Yogyakarta: CV Andi Offset, 2008), hlm. 85
[4] R. Wayne Pace dan Don F. Faules, Komunikasi Organisasi: Strategi Meningkatkan Kinerja Perusahaan, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2001), hlm. 343
[5] Sopiah, Op.Cit, hlm. 87
[6] N. E. Rosenthal, The Emotional Revolution (New York: Kensington Publishing, 2002). Dalam John M. Ivancevich, Robert Konopaske dan Micheal T. Mattesson, Prilaku dan Manajemen Organisasi, (Jakarta: Erlangga, 2007), hlm. 127
[7] R. Brown dan I. Brooks, “Emotions at Work” Journal of Management in Medicine (2002), hlm. 327. Dalam, Ibid
[8] A. Grandey, “Emotional Labor: A Concept and Its Correlates”, (San Diego: CA, 1998), dalam John M. Ivancevich, Robert Konopaske dan Micheal T. Mattesson, Prilaku dan Manajemen Organisasi, (Jakarta: Erlangga, 2007), hlm. 129
[9] G. Hamel dan C.K. Prahalad, Competing for the Future, (Boston: Harvard Business School Press, 1995). Dalam Subir Chowdhury, Organisasi Abad 21, (Jakarta: PT Indeks Kelompok Gramedia, 2003), hlm. 31
[10]  Sopiah, Op.Cit, hlm 137
[11] Keith Davis dan John W. Newstrom, Prilaku dalam Organisasi, (Jakarta: Erlangga, 1985), hlm. 66
Penulis Syima

1 comment:

Adbox