ZAKAT PRODUKTIF
1. A. Pendahuluan
Pembagian
zakat dewasa ini yang umumnya dilakukan oleh lembaga zakat adalah
dengan cara konsumtif. Padahal metode ini kurang menyentuh pada
persoalan yang dihadapi oleh para mustahiq. Karena hanya membantu
kesulitan mereka sesaat saja. Itu berarti bahwa harta zakat itu hanya
bermanfaat saja, namun tidak ada daya gunanya. Namun, ada sebuah metode
yang untuk memberdayagunakan harta zakat, yang bukan memberikan harta
zakat dengan cara konsumtif yang hanya membantu kesulitan para mustahiq sesaat
saja, namun metode pengelolaan zakat ini bisa berdaya guna secara
produktif. Metode ini tidak hanya berguna saja, namun juga berdaya guna.
Dengan
mendayagunakan harta zakat secara produktif, berarti zakat harta tidak
hanya membantu mengurangi beban para orang-orang miskin saja, namun juga
membantu mengurangi angka pengangguran yang ada di Indonesia. Dengan
adanya modal dari zakat harta yang didayagunakan tersebut, maka para
penerima zakat bisa mengembangkannya untuk memenuhi kebutuhan hidup
mereka sehari-hari.
Sedangkan
pemberian harta zakat dengan cara konsumtif, itu akan membuat
orang-orang yang menerima zakat menjadi malas dan selalu berharap
kemurahan hati si kaya, membiasakan mereka di bawah tangan, dan meminta
serta menunggu belas kasih. Padahal Islam mengajarkan kita supaya kita
selalu bekerja keras dan tidak mudah putus asa.
Namun
realita sekarang ini, kebanyakan lembaga zakat masih menggunakan metode
penyaluran zakat dengan cara konsumtif, sehingga membuat masyarakat
yang menerima zakat menjadi malas untuk bekerja karena selalu
mengharapkan belas kasih dari si kaya, dan hal ini membawa dampak yang
negatif terhadap Indonesia yaitu meningkatkan angka pengangguran,
sehingga rakyat Indonesia akan semakin menderita, yang miskin akan
bertambah miskin, dan yang kaya semakin kaya.
Oleh
karena itu, supaya rakyat kita hidupnya menjadi makmur dan sejahtera,
ada baiknya jika pemberian zakat terhadap mereka yang miskin, tidak
hanya diberikan dengan cara konsumtif saja, tetapi juga dengan cara
produktif yang tidak hanya bisa mengurangi beban mereka yang kesulitan
namun juga bisa membantu mengurangi angka kemiskinan yang ada di
Indonesia khususnya.
1. B. Pembahasan
1. 1. Pengertian Zakat Produktif
Definisi
zakat produktif akan menjadi lebih mudah dipahami jika diartikan
berdasarkan suku kata yang membentuknya. Zakat adalah isim masdar dari
katazaka-yazku-zakah. Oleh karena kata dasar zakat adalah zaka yang berarti berkah, tumbuh, bersih, baik, dan bertambah.[1]
Secara terminologi zakat adalah pemilikan harta yang dikhususkan kepada penerimanya dengan syarat-syarat tertentu.[2]
Sedangkan kata produktif adalah berasal dari bahasa Inggris yaitu “productive” yang berarti menghasilkan atau memberikan banyak hasil.[3]
Jadi,
dapat disimpulkan bahwa pengertian produktif merupakan kata yang
disifati oleh kata zakat. Sehingga yang dimaksud zakat produktif adalah
pengelolaan dan penyaluran dana zakat yang bersifat produktif, yang
mempunyai efek jangka panjang bagi para penerima zakat. Penyaluran dana
zakat produktif ini dilakukan dalam rangka mewujudkan salah satu tujuan
disyariatkannya zakat, yaitu mengentaskan kemiskinan umat secara
bertahap dan berkesinambungan.[4]
1. 2. Jenis Harta Zakat Produktif
Dalam
kajian sejarah, ditemukan beberapa indikasi bahwa memang zakat
sebaiknya tidak hanya dikelola secara konsumtif, tetapi dapat
didayagunakan menjadi produktif. Adapun indikator yang kami maksud
tersebut adalah :[5]
1. Rasulullah saw tidak memberikan gaji resmi kepada para pengumpul zakat.
2. Kebijakan Abu Bakar As-Siddiq yang tidak menahan harta negara terlalu lama, termasuk harta zakat yang dikumpulkan.
3. Pada pemerintahan Gubernur Syria diberlakukannya zakat atas kuda dan budak.
4. Khalifah Umar memberlakukan zakat atas kebun karet yang ditemukan di semenanjung Yaman, hasil-hasil laut serta madu.
5. Khalifah Utsman ibn Affan mendelegasikan kewenangan menaksir harta yang dizakati kepada para pemiliknya masing-masing.
6. Gubernur
Kuffah atas izin Khalifah Ali bin Abi Thalib memungut zakat atas
sayuran segar yang akan digunakan sebagai bumbu masakan.
Dalam
ranah perekonomian modernpun, keberadan zakat di Indonesia menuntut
adanya regulasi yang menaunginya. Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 23 Tahun 2011 tentang pengelolaan zakat pada bab I pasal 4
disebutkan bahwa:[6]
1) Zakat meliputi zakat mal dan zakat fitrah.
2) Zakat mal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:[7]
a) Emas, perak, logam mulia lainnya.
b) Uang dan surat berharga lainnya.
c) Perniagaan.
d) Pertanian, perkebunan dan kehutanan.
e) Peternakan dan perikanan.
f) Pertambangan.
g) Perindustrian.
h) Pendapatan dan jasa.
i) Rikaz.[8]
Selanjutnya, pada bab III bagian ketiga pasal 27 disebutkan bahwa:[9]
1) Zakat dapat didayagunakan untuk usaha produktif dalam rangka penanganan fakir miskin dan peningkatan kualitas umat.
2)
Pendayagunaan zakat untuk usaha produktif sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan apabila kebutuhan dasar mustahik telah terpenuhi.
Dari
regulasi tersebut dapat disimpulkan bahwa semua jenis harta yang
disebutkan dalam Undang-Undang tersebut adalah dibenarkan dan
diamanatkan sebagai jenis harta zakat produktif.
1. 3. Peran Zakat Dalam Pemberdayaan Ekonomi Umat
Tidak
dapat dipungkiri bahwa zakat adalah sebagai salah satu tambahan
pemasukan baru. Hal ini akan menyebabkan adanya peningkatan pada
permintaan terhadap barang. Sedangkan pada sektor produksi akan
menyebabkan bertambahnya produktivitas, sehingga perusahaan-perusahaan
yang telah ada semakin bergerak maju, bahkan memunculkan berdirinya
perusahaan-perusahaan baru untuk menghadapi permintaan tersebut. Di lain
pihak, modal yang masuk ke perusahaan tersebut semakin bertambah
banyak. Setiap suatu barang sangat penting dan merupakan kebutuhan yang
mendasar, setiap itu pula permintaan tidak akan berubah. Hal inilah yang
menyebabkan terus-menerusnya produktivitas perusahaan dan terjaminnya
modal-modal yang diinvestasikan.[10]
Timbulnya
peningkatan pada permintaan dapat dibuktikan ketika harta zakat
dibagikan kepada mereka yang berhak menerimanya. Dan peningkatan
pembelian tersebut tidak akan terjadi kecuali dengan adanya penambahan
pemasukan, salah satunya adalah zakat.[11]
Ketika
zakat diambil dan dikumpulkan dari mereka yang memiliki pemasukan
tinggi dan diberikan kepada meraka yang memiliki pemasukan terbatas,
maka kecondongan konsumtif dari mereka yang memiliki pemasukan yang
tinggi akan lebih sedikit dari mereka yang memiliki penghasilan
terbatas. Pengaruh optimistif zakat adalah pengecualian dari tingkat
perbedaan antara kecondongan konsumtif dengan pemasukan yang ada untuk
mewujudkan keseimbangan antara pengeluaran dan pemasukan. Dengan arti
bahwa kecondongan konsumtif akan menjadi semakin besar ketika zakat
telah dilaksanakan dibandingkan dengan sebelumnya.
1. 4. Manajemen Zakat Produktif
Membicarakan
manajemen zakat berarti kita membicarakan kegiatan perencanaan,
pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasaan pengumpulan dan
pendistribusian serta pendayagunaan zakat itu sendiri.
1. Perencanaan pengelolaan zakat
1) Perancanaan strategis kelembagaan
Perencanaan
adalah pemilihan sekumpulan kegiatan dan pemutusan selanjutnya apa yang
harus dilakukan, kapan, bagaimana, dan oleh siapa. Perencanaan yang
baik dapat dicapai dengan mempertimbangkan kondisi di waktu yang akan
datang dalam mana perencanaan dan kegiatan yang diputuskan akan
dilaksanakan, saat periode sekarang pada saat rencana dibuat.[12]
Oleh karena itu, maka dalam melakukakan perencanaan, ada beberapa aspek yang harus diperhatikan, antara lain sebagai berikut:[13]
a) Hasil yang ingin dicapai.
b) Apa yang akan dilakukan.
c) Waktu dan skala prioritas.
d) Dana (kapital).
Perencanaan
dengan segala variasinya ditujukan untuk membantu mencapai tujuan suatu
lembaga atau organisasi. Ini merupakan prinsip yang penting, karena
fungsi perencanaan harus mendukung fungsi manajemen berikutnya, yaitu
fungsi pengorganisasian, fungsi pelaksanaan, dan fungsi pengawasan.[14]
Jadi
perencanaan zakat pada pokoknya adalah mengerjakan urusan zakat dengan
mengetahui apa yang dikehendaki untuk dicapai, baik yang diselesaikan
sendiri atau orang lain yang setiap waktu selalu mengetahui apa yang
harus dituju. Dalam perencanaan diperlukan semacam kemahiran untuk
melakukan, bisa melalui pelatihan atau pengalaman, semakin kompleks
perencanaannya, maka semakin diperlukan ketinggian dan kompleks tingkat
kemahirannya dalam menilai dan menyusun apa yang diperlukan.[15]
2) Perecanaan tujuan kelembagaan
Perencanaan
yang dimaksud di sini adalah bertujuan untuk melahirkan visi dan misi
sebuah lembaga/organisasi zakat. Karena dari visi dan misi inilah
nantinya lahir berbagai macam program yang nantinya diaktualisasikan.
Misalnya program ekonomi, yaitu:[16]
a) Pengembangan potensi agrobisnis termasuk industri rakyat berbasis kekuatan lokal.
b) Pengembangan lembagaa keuangan berbasis ekonomi syariah.
c) Pemberdayaan masyarakat petani dan pengrajin.
d) Pemberdayaan keuangan mikro dan usaha riil berupa industri beras, air minum, peternakan, pertanian, dan tanaman keras.
e) Memberdayakan ekonomi kaum fakir miskin dengan mengutamakan ilmu kail menangkap ikan.
f) Program wakaf tunai untuk kartu sehat dan pemberdayaan ekonomi.
g) Pemberdayaan usaha kecil dengan program pendampingan dan bimbingan.
h) Paket pelatihan menjahit, montir dan manajemen usaha.
i)
Pemberdayaan ekonomi umat melalui program pelatihan kewirausahaan dan
penyaluran bantuan dana usaha bagi pedagang dan pengusaha.
j) Mengembangkan investasi dana untuk proyek konsumtif dan bantuan modal untuk lepas dari riqab dangarimin.
k) Pemberdayaan umat melalui penyertaan modal, sentra industri dan dana bergulir.
1. Pengorganisasian pengelolaan dana zakat
Sebagai
sebuah lembaga, Badan Amil Zakat juga harus dikelola secara profesional
dan didasarkan atas aturan-aturan keorganisasian. Untuk terwujudnya
suatu organisasi/lembaga yang baik, maka perlu dirumuskan beberapa hal
di bawah ini:[17]
1) Adanya tujuan yang akan dicapai.
2) Adanya penetapan dan pengelompokan pekerjaan.
3) Adanya wewenang dan tanggung jawab.
4) Adanya hubungan satu sama lain.
5) Adanya penetapan orang-orang yang akan melakukan pekerjaan atau tugas-tugas yang diembankan kepadanya.
1. Pelaksanaan dalam penghimpunan dan pendistribusian zakat
Ada tiga strategi dalam pelaksanaan pengumpulan zakat, yaitu:[18]
1) Pembentukan unit pengumpulan zakat.
2) Pembukaan kounter penerimaan zakat.
3) Pembukaan rekening bank.
Di
samping itu, untuk menumbuhkan berzakat, baik untuk pegawai
institusional pemerintah maupun swasta, dapat melakukan berbagi cara,
misalnya:[19]
1)
Memberikan wawasan yang benar dan memadai tentang zakat, infaq,
sedekah, baik dari epistemologi, terminologi maupun kedudukannya dalam
ajaran Islam.
2) Manfaat serta hajat dari zakat, infaq, sedekah, khususnya untuk pelakunya maupun para mustahiqzakat.
Sedangkan untuk pelaksanaan pendistribusian zakat produktif dapat dikategorikan dalam berapa cara yaitu:[20]
1) Produktif konvensional
Pendistribusian
ini adalah zakat yang diberikan dalam bentuk barang-barang produktif,
di mana dengan menggunakan barang-barang tersebut, para mustahiqdapat
menciptakan suatu usaha, seperti pemberian bantuan ternak kambing, sapi
perahan atau untuk membajak sawah, alat pertukangan, mesin jahit, dan
sebagainya.
2) Produktif kreatif
Pendistribusian
zakat secara produktif kreatif ialah zakat yang diwujudkan dalam bentuk
pemberian modal bergulir, baik untuk permodalan proyek sosial, seperti
membangun sekolah, sarana kesehatan atau tempat ibadah maupun sebagai
modal usaha untuk membantu atau bagi pengembangan usaha para pedagang
atau pengusaha kecil.
1. Pengawasan pengelolaan zakat
Pengawasan
dapat didefinisikan sebagai proses untuk menjamin bahwa tujuan-tujuan
organisasi dan manajemen tercapai. Ini berkenaan dengan cara-cara
membuat kegiatan-kegiatan sesuai dengan yang telah direncanakan
sebelumnya. Pengertian ini menunjukkan adanya hubungan yang erat antara
perencanaan dan pengawasan. Oleh karena itu, pengawasan mempunyai
peranan atau kedudukan yang sangat penting dalam manajemen, karena
mempunyai fungsi untuk menguji apakah pelaksanaan kerja itu teratur,
tertib, terarah atau tidak.[21]
Pada
tingkat pendistribusian dan pendayagunaan, pelaksanaan zakat juga masih
memiliki masalah. Ketika potensi kekayaan umat masih sangat terbatas,
mungkin tidak ada masalah dalam mendistribusikan dan mendayagunakan
zakat itu. Ketika zakat sudah mencapai jumlah angka yang besar,
bermunculanlah permasalahan baru. Dengan besarnya potensi umat ini tentu
perlu adanya peningkatan pengelolaan secara profesional dan
proporsional serta lebih berdayaguna bagi kepentingan umat. Persoalan
manajemen zakat diawali oleh adanya kesenjangan antara potensi dan
realita. Pada kondisi ini kesenjangan manajemen dibagi menjadi empat
faktor pokok yaitu keberadaan sumber dana, pengorganisasian, pelaporan,
dan pemanfaatan sasaran.[22]
Untuk
membahas semua persoalan kesenjangan di atas dibutuhkan pemahaman
tentang kerangka sistem terpadu, yaitu kerangka sistem yang meliputi
orientasi organisasi sebagai berikut:[23]
a. Orientasi sumber
Sistem
dengan orientasi sumber memandang organisasi sebagai fungsi untuk
menghimpun sumber daya secara maksimal. Input dapat berupa kuantitas
materi maupun kualitas sumber daya manusia. Dalam manajemen zakat
artinya adalah bagaimana organisasi mampu menghimpun daya berupa dana
zakat dalam jumlah yang sebesar-besarnya.
b. Orientasi proses
Sistem
dengan orientasi proses bertujuan menjamin kelangsungan organisasi
melalui penanganan manajemen secara efisien/lancar. Kebutuhan proses
ditampilkan melalui praktek penanganan yang berupa konsultasi
penyaluran, komunikasi-informasi program pengembangan, kesiapan
perangkat pelaksana operasional serta kejelasan pelaporan manfaat kepada
masyarakat.
c. Orientasi tujuan
Sistem
dengan orientasi tujuan dimaksudkan agar organisasi mampu mengemban
misi dalam mencapai sasaran secara efektif. Dalam bahasan zakat,
orientasi yang dimaksud adalah bagaimana zakat dapat didayagunakan
kepada sasaran delapan asna>f dengan sebaik-baiknya. Orientasi
tujuan mengandung pertimbangan pokok bahwa teknik manajemen harus mampu
menjamin tercapainya manfaat jangka pendek dan jangka panjang. Artinya
zakat bukan sekedar kepentingan distribusi konsumsi (jangka pendek)
tetapi secara prinsip adalah bagaimana zakat dapat mengangkat harkat
manusia dalam menjalani hidup yang seimbang antara kepentingan dunia dan
akhirat (jangka panjang).
Ada beberapa pendayagunaan atau pemberdayaan zakat produktif di antaranya adalah sebagai berikut:[24]
1) Orientasi pembangunan
Zakat
diberikan tidak sekedar sampai pada fakir, sunnah Nabi menyarankan agar
zakat dapat membebaskan seorang fakir dari kefakirannya. Nabi pun
dicerca orang yang tidak mendapat bagian zakat atau dipuji karena
seseorang mendapat sesuai dengan yang diingininya. Padahal Nabi
menentukan mustahiq atas dasar tepatnya sasaran.
Apabila tidak ada lagi mustahiq maka dana zakat dikirimkan ke luar daerah atau untuk dimasukkan ke dalam dana bait al-ma>l seperti
dilakukan oleh Mu’az pada zaman Khalifah Umar. Tiga kali Gubernur Yaman
mengirimkan zakat kepada Umar, dan tiga kali Umar menolak, bahwa ia
tidak menyuruh Mu’az memungut upeti. Tetapi Mu’az menerangkan bahwa ia
tidak lagi mendapatkan mustahiq zakat.
2) Mustahiq zakat
Di dalam Al-Qur’an disebutkan mustahiq adalah 8asna>f. Pengertian tentang kedelapan asna>fberkembang sesuai dengan berubahnya kondisi sosial ekonomi di atas dasar yang tetap.
3) Proyek rintisan
Dengan mengubah orientasi, tetapi tetap berpegang kepada nash mustahiq seperti
tersebut di atas, dilakukan proyek rintisan untuk mengembangkan
pendayagunaan zakat untuk mencapai efektif manfaat yang maksimal. Proyek
rintisan pada dasarnya memerlukan dana yang besar. Hal ini perlu
mendapat perhatian dan meminta kesadaran para muzakki. Memang
dengan konsentrasi dana semacam ini dapat menimbulkan pengaruh yang
dianggap kurang memperhatikan kepentingan para asnaf secara langsung.
Namun untuk mengatasi hal tersebut setiap proyek rintisan diprogramkan secara matang dengan mempertimbangkan kepentingan para asna>f (sesuai
nash). Di samping itu penanganan proyek tentu sudah dilakukan pula
lembaga-lembaga sosial lainnya. Dana yang dikumpulkan dapat dimanfaatkan
untuk meningkatkan kesejahteraan lahir batin masyarakat, meliputi:
1. Bidang sarana ibadah
1) Membantu membangun/merehabilitasi mesjid, langgar dan mushalla.
2) Menggairahkan dan membantu perlengkapan kegiatan ibadah wajib lainnya.
1. Bidang pendidikan
1) Mendirikan dan atau membantu pembangunan/rehabilitasi madrasah dan pondok pesantren terpadu.
2) Pembangunan prasarana dan sarana keterampilan.
3) Meningkatkan dakwah.
4) Penelitian Islam.
5) Publikasi mengenai Islam baik yang bersifat akademis maupun yang bersifat ilmiah populer.
6) Mendirikan perpustakaan Islam dan membantu perpustakaan Islam yang ada.
1. Bidang kesehatan
1) Mendirikan rumah sakit Islam.
2) Mendirikan Puskesmas.
3) Mendirikan rumah-rumah bersalin.
1. Bidang pelayanan sosial
1) Mendirikan rumah-rumah yatim piatu.
2) Mendirikan rumah orang tua jompo.
3) Mendirikan rumah penderita cacat.
4) Membantu rumah-rumah yatim piatu, orang tua jompo dan penderita cacat.
1. Bidang ekonomi
1) Menyediakan lapangan keja bagi fakir miskin sesuai keahlian dan kemampuannya.
2) Memberikan pendidikan dan latihan keterampilan kepada remaja drop out.
3) Memberikan modal kerja dan sarana bekerja bagi fakir miskin dan remaja drop out.
4) Mengembangkan usaha pertanian, perkebunan, perikanan dan kerajinan bagi petani, nelayan dan pengrajin miskin.
5) Membantu persiapan dan pelaksanaan transmigrasi.
6) Mendirikan pusat studi Islam (Pustudis).
7) Mendirikan musium peninggalan budaya Islam.
8)
Memberikan dana bantuan kepada lembaga-lembaga keagamaan yang bergerak
di bidang pendidikan, dakwah, kesehatan, pelayanan sosial, tempat ibadah
dan lain-lain.
1. 5. Analisis Komparatif Zakat dan Pajak
1. Persamaan zakat dengan pajak
Kini
banyak berkembang pendapat di kalangan masyarakat tentang persamaan dan
perbedaan antara zakat dan pajak. Sebagian mempersamakan secara mutlak,
yaitu sama dalam status hukumnya, tata cara pengembaliannya, maupun
pemanfaatannya. Sebagian lagi membedakan secara mutlak, berbeda dalam
pengertian, tujuan, tata cara pengambilan, sekaligus penggunaannya. Ada
pula yang melihat bahwa pada sisi tertentu terdapat persamaan antara
keduanya, sedangkan pada sisi lain adanya perbedaan yang sangat mendasar
antara keduanya. Di sini akan dikemukakan persamaan dan perbedaan
antara keduanya.[25]
Terdapat beberapa persamaan pokok antara zakat dan pajak, antara lain:[26]
1) Unsur paksaan
Seseorang
muslim yang memiliki harta telah memenuhi persyaratan zakat, jika
melalaikan atau tidak mau menunaikannya, penguasa yang diwakili oleh
para petugas zakat wajib memaksanya. Hal ini sejalan dengan firman Allah
dalam Surah At-Taubah ayat 103 yang artinya:[27]
“Ambillah
zakat dari sebagian harta mereka, guna membersihkan dan mensucikan
mereka dan berdo’alah untuk mereka, sesungguhnya do’amu itu
(menumbuhkan) ketentraman jiwa bagi mereka. Allah Maha Mendengar, Maha
Mengetahui”.
Demikian
pula halnya seorang yang sudah termasuk wajib pajak, dapat dikenakan
tindakan paksa padanya, baik secara tidak langsung maupun tidak
langsung, jika wajib pajak melalaikan kewajibannya. Tindakan paksa
tersebut dilakukan secara bertingkat mulai dari peringatan, teguran,
surat paksa, sampai dengan penyitaaan.
2) Unsur pengelola
Asas pelaksanaan pengelolaan zakat didasarkan pada firman Allah yang terdapat dalam Surah At-Taubah ayat 60 yang artinya:[28]
“Sesungguhnya
zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang miskin, amil zakat,
yang dilunakkan hatinya (mualaf), untuk (memerdekakan) hamba sahaya,
untuk (membebaskan) orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk
orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai kewajiban dari Allah. Allah
Maha Mengetahui, Maha Bijaksana”.
Berdasarkan ayat tersebut, dapat diketahui bahwasanya pengelolaan zakat bukan semata-mata dilakukan secara individual, dari muzakki diserahkan langsung kepadamustahiq,
akan tetapi dilakukan oleh sebuah lembaga yang khusus menangani zakat,
yang memenuhi persyaratan tertentu yang disebut dengan amil zakat. Amil
zakat inilah yang memiliki tugas melakukan sosialisasi kepada
masyarakat, melakukan penagihan dan pengambilan, serta
mendistribusikannya secara tepat dan benar. Dalam bab II Undang-Undang
Republik Indonesia nomor 23 tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat
dikemukakan bahwa organisasi pengelolaan zakat di Indonesia ada dua
macam, yaitu Badan Amil Zakat (BAZ) dan Lembaga Amil Zakat (LAZ).
Adapun
pengelolaan pajak, jelas harus diatur oleh negara. Hal ini sejalan
dengan pengertian pajak itu sendiri, yaitu iuran kepada negara (yang
dapat dipaksakan) oleh wajib pajak untuk membayarnya menurut
peraturan-peraturan, dengan tidak mendapatkan prestasi kembali, yang
langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai
pengeluaran-pengeluaran umum, berhubungan dengan tugas negara untuk
menyelenggarakan pemerintahan.
3) Unsur tujuan
Dari
sudut pembangunan kesejahteraan masyarakat, zakat memiliki tujuan yang
sangat mulia, yaitu untuk menciptakan kesejahteraan, keamanan, dan
ketentraman. Demikian juga pajak, tujuannya relatif sama terutama dalam
hal pembiayaan pembangunan negara untuk menciptakan kesejahteraan
masyarakat banyak, atau dengan kata lain tujuan zakat dan pajak yaitu
sebagai sumber dana untuk mewujudkan suatu masyarakat adil makmur yang
merata dan berkesinambungan antara kebutuhan material dan spiritual.
1. Perbedaan zakat dan pajak
Beberapa perbedaan zakat dan pajak adalah sebagai berikut:[29]
1)
Dari segi istilah, zakat mengandung arti suci, tambah, dan berkah.
Orang yang mengeluarkan zakat jiwanya bersih dari sifat kikir, tamak,
hartanya tidak kotor lagi, karena hak orang lain telah disisihkan dan
diberikan kepada yang berhak menerimanya. Harta yang dizakati itu juga
membawa berkah dan tumbuh berkembang. Berkurang dalam pandangan manusia,
tetapi bertambah dalam pandangan agama (Allah). Sedangkan pajak artinya
adalah hutang, pajak tanah dan sebagainya yang wajib dibayar sehingga
pajak itu adalah beban berat yang dipaksakan walaupun hasil pajak itu
juga dimanfaatkan untuk pembangunan dan kepentingan negara.
2)
Zakat adalah ibadah yang diwajibkan kepada umat sebagai tanda bersyukur
kepada Allah, dan mendekatkan diri kepada-Nya. Sedangkan pajak adalah
kewajiban atas muslim ataupun non-muslim, yang tidak dikaitkan dengan
ibadah.
3)
Zakat ketentuannya dari Allah dan Rasul-Nya, yaitu penentuan nisab dan
penyalurannya. Berbeda dengan pajak, ketentuannya sangat bergantung
kepada kebijaksanaan penguasa (pemerintah). Orang yang dikenakan pajak
belum tentu dia harus membayar zakat, karena zakat ada patokan nisabnya
yang berlaku.
4)
Zakat adalah kewajiban yang bersifat permanen, terus-menerus berjalan
selama hidup di atas bumi ini. Kewajiban mengeluarkan zakat tidak bisa
dihapuskan oleh siapapun. Berbeda dengan pajak, bisa ditambah, dikurangi
dan bahkan dihapuskan sesuai dengan kepentingan negara.
5) Maksud dan tujuan zakat mengandung pembinaan spiritual dan moral yang lebih tinggi dari maksud dan tujuan pajak.
1. Kewajiban zakat dan pajak
Zakat
dan pajak merupakan bentuk usaha untuk mengumpulkan dana dari
masyarakat. Hanya saja ada beberapa perbedaan yang melatarbelakanginya
termasuk penetapan hukumnya. Zakat sudah jelas merupakan ketentuan dari
agama sedangkan pajak bersumber dari kebijakan dan ijtihad pemerintah.[30]Keputusan pemerintah ini tidak bertentangan dengan agama seperti tertera dalam Surah An-Nisa ayat 59 yang artinya:[31]
“Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul
(Muhammad), dan ulil amri (pemegang kekuasaan) di antara kamu. Kemudian
jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada
Allah (Al-Qur’an) dan Rasul (Sunnahnya), jika kamu beriman kepada Allah
dan hari kemudian. Yang demikian itu, lebih utama (bagimu)dan lebih baik
akibatnya”.
1. C. Penutup
Demikian
yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi pokok bahasan
dalam makalah ini, penulis menyadari masih banyak kekurangan dan
kelemahannya, karena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya referensi
yang berhubungan dengan makalah ini.
Penulis
berharap para pembaca bisa memberikan kritik dan saran yang membangun
kepada penulis demi sempurnanya makalah ini dan penulisan makalah di
kesempatan-kesempatan berikutnya. Semoga makalah ini berguna bagi
penulis pada khususnya dan juga bagi pembaca pada umumnya.
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Abdul Al-Hamid Mahmud Al-Ba’ly, Ekonomi Zakat Sebuah Kajian Moneter dan keuangan syariah, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 2006.
Adiwarman Azwar Karim, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, PT. Raja Grafindo Persada, 2004.
Fakhruddin, Fiqih dan Manajemen Zakat di Indonesia,Malang, UIN-Malang Press, 2008.
Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahnya.
M. Ali Hasan, Masail Fiqhiyah, Jakarta, PT Raja Grafindo Persada,2003.
Nurul Huda dan Mohammad Heykal, Lembaga Keuangan Islam: Tinjauan Teoritis dan Praktis, Jakarta, Kencana, 2010
Sudirman, Zakat Dalam Pusaran Modernitas, Malang, UIN-Malang Press, 2007.
No comments:
Post a Comment