Retorika dalam Berdakwah
KATA PENGANTAR
Segala
puji bagi Allah SWT yang telah mengutus Rasul-Nya dengan membawa
petunjuk (Al-Qur’an) dan agama yang haq (dienul Islam) untuk mengatur
seluruh aspek kehidupan kita. Shalawat dan salam semoga tetap tercurah
kepada Nabi Muhammad SAW berserta keluarganya, para sahabatnya dan kita
yang senantiasa mengikuti sunahnya hingga hari kiamat.
Islam
adalah agama sempurna. Kesempurnaannya sebagai sebuah sistem hidup dan
sistem hukum meliputi segala perkara yang dihadapi oleh umat manusia.
Firman Allah Swt:
وَنَزَّلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَابَ تِبْيَانًا لِكُلِّ شَيْءٍ
“Dan Kami turunkan kepadamu Al-Kitab (Al-Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu..” (QS. An-Nahl [16]: 89)
Ini
berarti, perkara apapun ada hukumnya, dan problematika apa saja, atau
apapun tantangan yang dihadapi kaum Muslim, akan dapat dipecahkan dan
dijawab oleh Dinul Islam.
Keharusan
mengikuti syariat Islam, terutama jejak langkah yang pernah ditempuh
oleh Rasulullah saw, telah ditegaskan oleh firman Allah Swt:
قُلْ هَذِهِ سَبِيلِي أَدْعُو إِلَى اللهِ عَلَى بَصِيرَةٍ أَنَا وَمَنِ اتَّبَعَنِي
“Katakanlah,
‘Inilah jalan (dakwah)-ku. Aku dan orang-orang yang mengikutiku
mengajak (kalian) kepada (agama) Allah dengan hujjah (bukti) yang
nyata..” (QS. Yusuf [12]: 108)
Setiap
muslim mempunyai kewajiban untuk menyampaikan dakwah Dienul Islam
kepada muslim lainnya. Untuk itu proses dan pelatihan untuk menjadi dai
atau mubaligh mutlak untuk dilakukan agar perubahan di masyarakat dapat
terealisasi dengan cepat. Dalam menyampaikan dakwahnya, seorang dai yang
berperan sebagai khatib dan mubaligh harus memahami berbagai metode
dalam berdakwah agar sukses dalam penyampaiannya.
Oleh
karena itu, khatib dan mubalig yang berkualitas menjadi semakin
dibutuhkan oleh kaum muslimin. Masyarakat memang merasakan kurangnya
jumlah khatib dan mubalig yang sesuai dengan kebutuhan mereka. Tidak
sedikit kaum muslimin, baik pengurus masjid, pengurus majelis taklim,
pengurus kerohanian Islam di perkantoran, kampus maupun jamaah biasa
yang merasakan kurang memadainya kualitas dan kuantitas khatib dan
mubalig. Banyak sekali keluhan mereka terhadap penampilan para khatib
dan mubalig, mulai dari moralitas atau akhlak yang kurang sesuai,
wawasan yang kurang luas hingga kemampuan atau keterampilannya dalam
dakwah yang kurang memadai.Dalam modul training ini diberikan metode
terpadu kepada para khatib dan mubalig, bagaimana agar mereka berhasil
dalam menyampaikan materi dakwahnya. Ada tiga kriteria pokok yang harus
dipahami oleh para dai yang berperan sebagai khatib dan mubalig
Pertama,
memiliki kepribadian Islam yang tangguh sehingga pola pikir dan pola
sikapnya bisa diteladani oleh kaum muslimin karena tidak ada kontradiksi
dalam dirinya antara pesan-pesan dakwah yang disampaikan dengan sikap
dan perilakunya sehari-hari. Tidak dimilikinya kepribadian Islam yang
utuh pada diri seorang dai, bukan hanya membuat dakwahnya tidak bisa
menggerakkan jamaah untuk beramal, tapi juga ia tidak memiliki izzah
‘harga diri’ di hadapan jamaah dan Allah swt. amat murka kepadanya.
Kedua,
wawasan yang luas, baik yang terkait dengan ajaran Islam itu sendiri
yang memang menjadi tema utama dalam dakwah yang dilakukan maupun
wawasan kekinian dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang
bisa menjadi penunjang dalam menyampaikan pesan-pesan dakwah. Bila
seorang khatib dan mubalig tidak memiliki wawasan yang luas, khususnya
tentang ajaran Islam, maka hal ini sangat berbahaya, karena ia akan
menjelaskan ajaran Islam yang sempit kepada jamaahnya yang membuat
jamaahnya tidak memahami ajaran Islam secara utuh dan akibat selanjutnya
adalah mengutamakan satu aspek dan mengabikan aspek lainnya dalam
mengamalkan ajaran Islam.
Ketiga.
Kemampuan atau keterampilan (skill) dakwah sehingga bila ia berdakwah
dengan cara berkhotbah atau berceramah, khotbah dan ceramahnya itu
menarik, enak di dengar dan jamaah antusias untuk mendengarkannya,
karena memang mudah dipahami. Ada porsi yang seimbang antara bobot
keilmuan dari ceramah dan khotbahnya itu dengan gaya yang ditunjukkan.
Karena itu bukan mubalig yang berkualitas bila ia hanya pandai melawak
di atas podium tanpa ada kadar yang bisa diserap oleh jamaah, juga bukan
mubalig yang berkualitas bila ia bisa menyampaikan ceramah dengan bobot
keilmuan yang tidak perlu diragukan tapi jamaahnya tidak paham dengan
apa yang disampaikan karena sebagian besar tidur saat ceramah/khotbah
berlangsung.
Insya
Allah, dengan modul Training Dai (bekal menjadi khotib dan mubalig) dan
simulasi pelatihan langsung yang difasilitasi oleh para fasilitator
dari Badan Wakaf Al Qur’an dapat mewujudkan para dai yang penuh
keikhlasan dan wibawa dalam mendakwahkan Islam.
TANGGUNG JAWAB DAKWAH
Secara
harfiah, dakwah berasal dari kata da’a, yad’u da’watan yang artinya
‘panggilan, seruan, atau ajakan’. Maksudnya adalah mengajak dan menyeru
manusia agar mengakui Allah swt. Sebagai Tuhan yang benar, lalu
menjalani kehidupan sesuai dengan ketentuan-ketentuan-Nya yang tertuang
dalam Al-Qur’an dan sunnah. Dengan demikian, target dakwah dalam
mewujudkan sumber daya manusia yang bertaqwa kepada Allah swt. Dalam
arti yang seluas-luasnya.
Dalam
kehidupan masyarakat, khususnya kehidupan umat Islam, dakwah memiliki
kedudukan yang sangat penting. Dengan dakwah, bisa disampaikan dan
dijelaskan ajaran Islam kepada masyarakat sehingga mereka menjadi tahu
mana yang haq dan mana yang batil itu, tapi juga memiliki keberpihakan
kepada segala sesuatu bentuk yang haq dengan segala konsekuensinya dan
membenci yang batil sehinga selalu berusaha menghancurkan kebatilan.
Manakala hal ini sudah terwujud, maka kehidupan yang baik (hasanah) di
dunia dan akhirat akan dapat dicapai.
KEWAJIBAN DAKWAH
Karena
dakwah memiliki kedudukan yang sangat penting, maka secara hukum dakwah
menjadi kewajiban yang harus diemban oleh setiap muslim. Ada banyak
dalil yang bisa kita jadikan rujukan untuk mendukung pernyataan wajibnya
melaksanakan tugas dakwah, baik dari Al-Qur’an maupun hadist Nabi. Di
antaranya adalah dalil berikut ini.
ادْعُ
إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ
وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ
ضَلَّ عَنْ سَبِيلِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ
Serulah
(manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik
dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah
yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan
Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.(QS. AN
Nahl 125).
“
Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada
kebajikan, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang munkar;
merekalah orang-orang yang beruntung.” (Ali Imran :104)
“
Kamu adalah umat termbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh
kepada yang makruf, mencegah dari yang munkar dan beriman kepada Allah…”
(Ali Imran:110)
“Sampaikanlah dariku walaupun hanya satu ayat.” (HR. Ahmad, Bukhari, dan Tarmidzi)
KEUTAMAAN DAKWAH
Manakala
dakwah bisa kita tunaikan dengan sebaik-sebaiknya, banyak keutamaan
yang akan kita peroleh, antara lain sebagai berikut. Pertama, memperoleh
derajat yang tinggi di sisi Allah dengan dikelompokkan ke dalam
kelompok umat yang terbaik (khairu ummah) sebagaimana yang disebutkan
pada surah Ali Imran: 110 di atas.
Kedua. Memperoleh pahala yang amat besar. Hal ini karena dalam satu hadist Rasulullah saw. Disebutkan ,
”Barang
siapa yang menunjukkan pada suatu kebaikan, maka baginya seperti pahala
orang yang mengerjakannya.” (HR Ahmad, Muslim, Abu Daud, dan Tarmidzi)
Namun
perlu diingatkan bahwa hadist di atas jangan sampai disalah pahami
sehingga sesesorang hanya mau berdakwah dengan pahala yang besar, lalu
tidak mau mengamalkan apa yang didakwahkannya itu. Apabila itu yang
terjadi, tentu murka Allah yang lebih besar yang akan kita peroleh.
Hadist di atas merupakan keutamaan dan suatu keutamaan sebesar apapun
yang kita peroleh tidak akan sampai bisa mengugurkan kewajiban yang
harus kita tunaikan.
Ketiga,
dakwah yang baik juga berarti telah dapat membuktikan keimanan pribadi
seorang dai yang benar, karena dakwah yang baik adalah dakwah yang
disampaikan setelah diamalkannya, bukan kontradiksi antara pesan dakwah
dengan prilaku sang dai. Allah berfirman,
“Hai
orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu
kerjakan. Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan
apa-apa yang tidak kamu kerjakan.” (ash-Shaff:2-3)
Keempat,
memperoleh keberuntungan, baik dalam kehidupan di dunia maupun di
akhirat sebagaimana sudah disebutkan dalam surat Ali Imran:104 di atas.
Kelima, terhindar dari laknat Allah. Hal ini dinyatakan oleh Allah dalam firman-Nya,
“Telah
dilaknati orang-orang kafir dari bani Israel dengan lisan Dawud dan Isa
Putra Maryam. Yang demikian itu disebabkan mereka durhaka dan selalu
melampaui batas. Mereka satu sama lain selalu tidak melarang tindakan
mungkar yang mereka perbuat. Sesungguhnya amat buruklah apa yang selalu
mereka perbuat itu” (al-Maa’idah:78-79)
Keenam,
memperoleh rahmat atau kasih sayang Allah. Hal ini merupakan sesuatu
yang sangat didambakan oleh seorang muslim dalam hidupnya di dunia
maupun di akhirat, hal ini difirmankan Allah swt.,
وَالْمُؤْمِنُونَ
وَالْمُؤْمِنَاتُ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ يَأْمُرُونَ
بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَيُقِيمُونَ الصَّلَاةَ
وَيُؤْتُونَ الزَّكَاةَ وَيُطِيعُونَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ أُولَئِكَ
سَيَرْحَمُهُمُ اللَّهُ إِنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ
Dan
orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka
(adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh
(mengerjakan) yang ma`ruf, mencegah dari yang mungkar, mendirikan
sembahyang, menunaikan zakat, dan mereka ta`at kepada Allah dan
Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah
Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.(QS. At Taubah 71).
Maka
disinilah urgensi dakwah Islam sebagai mabda/ideologi. Biar kita
terbebas dari bencana. Allah SWT memberikan warning kepada kita semua
dalam firman-Nya:
وَاتَّقُوا فِتْنَةً لَا تُصِيبَنَّ الَّذِينَ ظَلَمُوا مِنْكُمْ خَاصَّةً وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
Dan
peliharalah dirimu daripada siksaan yang tidak khusus menimpa
orang-orang yang zalim saja di antara kamu. Dan ketahuilah bahwa Allah
amat keras siksaan-Nya.(QS. Al Anfal 25).
Rasul pun memberikan peringatan kepada kita. Beliau saw. bersabda:
لَتَأْمُرُنَّ
بِالْمَعْرُوْفِ وَلَتَنْهَوُنَّ عَنِ الْمُنْكَرِ أَوْ لَيُسَلِّطَنَّ
عَلَيْكُمْ شِرَارُكُمْ فَيَدْعُوْا خِيَارُكُمْ فَلاَ يُسْتَجَابُ لَهُمْ
“Hendaklah
kalian benar-benar menyuruh perbuatan yang ma’ruf dan benar-benar
melarang perbuatan yang munkar, atau (bila tidak kalian lakukan) Allah
akan menjadikan orang-orang jahat di antara kalian berkuasa atas kalian
semua (yang akibatnya banyak sekali kejahatan dan kemungkaran
diperbuatnya) lalu orang-orang yang baik di antara kalian berdoa (agar
kejahatan dan kemungkaran itu hilang) maka doa mereka (orang-orang baik
itu) tidak diterima” (HR. Al Bazzar dan At Thabrani).
Jelaslah
bahwa dakwah mengubah pola pikir masyarakat agar mengadopsi ideologi
Islam adalah yang paling urgen dan harus dikerjakan segera hari ini. Dan
dakwah model itulah yang dicontohkan oleh Rasulullah saw. dalam sejarah
perjuangan dakwah beliau saw. yang juga dilanjutkan oleh para sahabat
di bawah pimpinan para khulafaur rasyidin
KARAKTER SEORANG DAI
Dakwah
adalah proses mengkomunikasikan materi dakwah kepada sasaran dakwah.
Oleh karena itu, harus ada pelakunya, yaitu seorang dai atau pengemban
dakwah (hamilud dakwah). Seorang dai tentu harus mempersiapkan diri
dalam melakukan aktivitas dakwah. Disamping penguasaan materi dakwah dan
teknik-teknik presentasi dan komunikasi untuk penyampaian materi
dakwah, seorang dai harus mempersiapkan diri dengan membentuk karakter
dai atau pengemban dakwah dalam dirinya, sehingga menjadi sifat yang
melekat yang senantiasa menjadi akhlak dan perilakunya sehari-hari baik
saat ia menyampaikan dakwah maupun saat ia melaksanakan tugas-tugas
kehidupan lainnya. Allah SWT berfirman:
وَمَنْ أَحْسَنُ قَوْلًا مِمَّنْ دَعَا إِلَى اللَّهِ وَعَمِلَ صَالِحًا وَقَالَ إِنَّنِي مِنَ الْمُسْلِمِينَ
Siapakah
yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah,
mengerjakan amal yang saleh dan berkata: “Sesungguhnya aku termasuk
orang-orang yang berserah diri?”(QS. Fushilat 33).
Imam
Ibnu Katsir mengatakan bahwa dakwah kepada Allah maksudnya adalah
menyeru para hamba Allah kepada Allah. Sedangkan mengerjakan amal saleh
maksudnya bahwa seorang dai yang menyeru manusia kepada Allah itu juga
mendapatkan hidayah dari apa yang dia katakan dan kata-katanya itu
bermanfaat bukan hanya kepada orang lain, tapi juga kepada dirinya
sendiri. Seorang dai itu bukanlah orang yang memerintahkan orangkepada
perbuatan yang ma’ruf sementara dia sendiri tidak mengerjakannya. Juga
dia bukanlah orang yang mencegah perbuatan munkar sedangkan dia sendiri
mengerjakannya. Seorang dai tunduk pada perbuatan baik yang dia
dakwahkan dan meninggalkan perbuatan buruk dan menyeru manusia kepada AL
Khaliq Tabaraka wa Ta’ala. Ayat ini bersifat umum pada setiap orang
yang menyeru kepada kebaikan (Islam) dan dia sendiri mendapatkan
petunjuk dan rasulullah saw. adalah manusia yang paling utama melakukan
hal itu. Abdur Razaq mengatakan dari Ma’mar dari Al hasan al Bashri
bahwa dia telah membaca ayat di atas lalu berkata:
هذا
حبيب الله هذا ولي الله هذا صفوة الله هذا خيرة الله هذا أحب أهل الأرض
إلى الله أجاب الله في دعوته ودعا الناس إلى ما أجاب الله فيه من دعوته
وعمل صالحا في إجابته وقال إنني من المسلمين هذ خليفة الله.
Ini
adalah orang yang dicintai Allah. Ini adalah wali Allah. Ini adalah
pilihan atau teman sejati Allah. Ini adalah pilihan Allah. Ini adalah
penduduk bumi yang paling dicintai Allah. Allah menjawab seruannya dan
dia menyeru manusia kepada apa yang dijawab (diterima) Allah dari
dakwahnya dan beramal salih dalam menjawab seruan Allah dan mengatakan
aku termasuk orang muslim. Ini adalah wakil Allah.
Dengan
demikian jelaslah betapa mulianya kedudukan seorang dai. Dan betapa
seorang dai yang memiliki integritas antara ucapan dan perbuatannya
merupakan orang-orang pilihan yang dalam bahasa Imam Al hasan Al Bashri
(seorang Imam yang sangat tterkenal di masa Khalifah Harus al Rasyid di
Baghdad) orang-orang seperti dia gelari dengan habibullah (kekasih
Allah), waliyullah (wali Allah), shafwatullah (pilihan Allah) ,
khairatullah (pilihan Allah), dan khalifatullah (wakil Allah).
Bagaimana
menjadi seorang dai yang memiliki integritas antara kata dan
perbuatannya? Apa saja karakter yang mesti dimiliki seorang dai yang
mengajak manusia kepada jalan Allah, kepada dinul Islam, dengan metode
dakwah Islam tanpa kekerasan sebagaimana yang dicontohkan rasulullah
saw.? Bagaimana cara mebentuk karakter itu dan bagaimana cara
merawathnya? Tulisan ini mencoba menguraikannya.
Rasulullah saw. Teladan para pengemban dakwah
Tentu saja karakter dakwah yang mesti dimiliki para dai adalah karakter yang dicontohkan oleh
Rasulullah saw. dalam dakwahnya, karena sesungguhnya beliau saw. adalah teladan para pengemban dakwah. Allah SWT berfirman:
لَقَدْ
كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو
اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا
Sesungguhnya
telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu
(yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari
kiamat dan dia banyak menyebut Allah.(QS. Al Ahzab 21).
Rasulullah
saw. adalah orang yang menjadikan iman kepada apa yang diwahyukan
kepadanya sebagai modal utama dalam berdakwah. Dengan itu beliau
memiliki karakter-karakter pengemban berdakwah yang khas, seperti
berani, terus terang, tegas, bersikap menantang, tidak kompromi terhadap
kekufuran, memiliki cita-cita dan kesungguhan, optimis akan datangnya
pertolongan dan kemenangan, memiliki keteguhan jiwa, serta menjalankan
aktivitas dakwah penuh dengan kesabaran.
Allah
SWT memerintahkan Rasulullah saw. untuk menyampaikan dakwah kepada-Nya
dan menjalani metode yang telah digariskan oleh-Nya. Allah SWT
berfirman:
قُلْ
هَذِهِ سَبِيلِي أَدْعُو إِلَى اللَّهِ عَلَى بَصِيرَةٍ أَنَا وَمَنِ
اتَّبَعَنِي وَسُبْحَانَ اللَّهِ وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ
Katakanlah:
“Inilah jalan (agama) ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak
(kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Maha Suci Allah, dan aku
tiada termasuk orang-orang yang musyrik”.(QS. Tususf 108).
Imam
Ibnu Katsir dalam tafsirnya mengatakan bahwa Allah SWT berfirman kepada
rasul-Nya saw. kepada golongan jin dan manusia, memerintahkannya untuk
mengabarkan kepada manusia bahwa ini adalah jalannya, yaitu metode dan
jalan yang ditempuhnya serta sunnahnya, yakni dakwah kepada syahadat
(pengakuan) bahwa tiada tuhan kecuali Allah yang Esa yang tiada sekutu
baginya, menyeru kepada Allah dengan dakwah yang jelas, dengan keyakinan
dan hujjah yang nyata. Dan setiap orang yang mengikuti beliau saw.
menyeru kepada apa yang diserukan rasulullah saw. dengan hujah dan
keyakinan serta argumentasi yang rasional (aqli) maupun legal (syari’I).
Dengan
demikian karakter pertama harus dimiliki oleh seorang dai adalah
percaya dan yakin terhadap Islam yang dia dakwahkan, dakwah yang dia
serukan hanyalah kepada Allah semata, dan metode yang dakwah yang dia
jalankan adalah metode (thariqah) bimbingan wahyu yang telah dijalani
Rasulullah saw. Dengan demikian dia tidak mudah tergiur atau tergoda
dengan metode-metode lain yang ditawarkan. Sekalipun kelihatannya
metode-metode yang tidak dicontohkan Rasulullah saw. kelihatannya lebih
dekat kepada keberhasilan. Namun sesungguhnya keberhasilan yang
digambarkannya pastilah sebuah fatamorgana. Keyakinan kepada Islam
sebagai metode kehidupan yang harus diperjuangkan agar terwujud dalam
kehidupan nyata itulah yang membuat Rasulullah saw. dan para sahabat
yang mengikuti beliau saw. dalam perjuangan senantiasa optimis, tegar,
sabar, dan berani dalam perjuangan. Mereka telah menempuh jalan
perjuangan yang panjang, baik periode pembinaan, periode pergolakan
pemikiran dan perjuangan politik, maupun periode penerapan syariah,
pembelaan negara, dan jihad fi sabilillah yang memerlukan ketegaran dan
kekuatan fisik untuk membela tegaknya Islam sebagai mabda.
Karakter
kedua yang mesti dimiliki seorang dai adalah berani dan terus terang.
Rasulullah saw. adalah model pengemban dakwah yang pemberani. Tidak ada
yang beliau takuti selain Allah SWT. Tatkala beliau saw. masih seorang
diri, tiada penolong (selain Allah), pendukung dan pembela, tidak ada
harta dan senjata selain keimanan yang teguh kepada-Nya, tidak bekal
kecuali keyaninan yang bulat bahwa Allah SWT pasti menolongnya,
Rasulullah saw. telah menyampaikan dakwah islam secara terus terang.
Pernah suatu ketika Abu Jahal melarang beliau saw. shalat di Ka’bah,
tapi beliau saw. tidak mempedulikannya. Beliau saw. bahkan mengulangi
lagi shalat di Ka’bah. Dengan keberanian yang tinggi itulah beliau saw.
dapat menghadapi berbagai makar para pemimpin Quraisy. Pernah suatu
ketika tatkala para pemimpin Quraisy itu berusaha mengancam,
menghalangi, dan menyakiti beliau yang sedang melaksanakan Thawaf, Rasul
pun berkata kepada mereka:
“Dengarlah
wahai kaum Quraisy, demi Dzat yang nyawaku ada di tangannya, aku
ingatkan kalian bahwa suatu ketika aku akan membunuh kalian” (lihat
Sirah Ibnu Hisyam, Juz I/90).
Ya,
tanpa keberanian rasulullah saw. pasti tidak mampu berterus terang akan
missi dakwah yang diembannya, apalagi beliau menghadapi situasi dan
kondisi yang terkungkung di dalam kemusyrikan dan kejahiliyahan. Tanpa
keberanian, bahkan Rasulullah saw. tak akan berani menyampaikan
dakwahnya secara terus terang kepada keluarganya sendiri. Namun dengan
keyakinannya kepada islam yang beliau bawa, Rasulullah saw. memiliki
keberanian untuk menyampaikan mabda yang diembannya. Beliau saw.
mengumpulkan keluarganya dan penduduk Mekkah menyampaikan secara terus
terang: “Sesungguhnya seorang pemimpin tidak akan membohongi kaumnya.
Demi Allah, bahkan andaikan aku berdusta kepada segenap manusia, aku
tidak akan berdusta kepada kalian. Juga, andaikan aku mampu menipu
manusia seluruhnya, aku tidak mungkin menipu kalian. Demi Allah yang
tidak ada tuhan kecuali Dia, sesungguhnya aku adalah utusan Allah untuk
kalain khususnya dan kepada manusia seluruhnya. Demi Allah kamu akan
mati sebagaimana kamu tidur dan kamu akan dibangkitkan sebagaimana kamu
bangun tidur, dan akan dihisab segala perkara yang kamu kerjakan dan
akan dibalas dengan kebaikan segala amal baikmu dan dibalas keburukan
segala amal burukmu. Balasan itu berupa surga yang kekal atau neraka
yang langgeng” (lihat Sirah Halabiyah , Juz I/459).
Karakter
ketiga yang mesti dimiliki seorang pengemban dakwah adalah bersikap
tegas dan menantang. Tidak berarti kasar dan main fisik. Tapi tegas
dalam menyampaikan ide-ide dakwah, tegas dalam menyampaikan hukum dan
pendapat Islam serta tidak ada kompromi terhadap ide-ide yang
jelas-jelas bertentangan dengan Islam. Islam memang tidak dikompromikan,
dicangkokkan, dan disejajarkan dengan ide-ide kufur, tapi justru harus
ditempatkan ppada tempatnya sebagai agama yang dimenangkan Alah atas
agama lain-lain. Allah SWT berfirman:
هُوَ الَّذِي أَرْسَلَ رَسُولَهُ بِالْهُدَى وَدِينِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّينِ كُلِّهِ وَلَوْ كَرِهَ الْمُشْرِكُونَ
Dialah
yang telah mengutus Rasul-Nya (dengan membawa) petunjuk (Al Qur’an) dan
agama yang benar untuk dimenangkan-Nya atas segala agama, walaupun
orang-orang musyrik tidak menyukai.(QS. At Taubah 33).
Sepanjang
perjalanan dakwah Rasulullah saw. bersikap menantang dan siap melayani
tantangan kafir Quraisy, menghadapi Yahudi maupun Nasrani. Ayat-ayat Al
Quran yang turun menggambarkan bagaimana sikap dakwah itu. Misalnya saja
tantangan Al Quran ke pada orang-orang Quraisy untuk membuat satu surat
yang semisal dengan Al Quran. Allah SWT berfirman:
وَإِنْ
كُنْتُمْ فِي رَيْبٍ مِمَّا نَزَّلْنَا عَلَى عَبْدِنَا فَأْتُوا
بِسُورَةٍ مِنْ مِثْلِهِ وَادْعُوا شُهَدَاءَكُمْ مِنْ دُونِ اللَّهِ إِنْ
كُنْتُمْ صَادِقِينَ
Dan
jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang Al Qur’an yang Kami wahyukan
kepada hamba Kami (Muhammad), buatlah satu surat (saja) yang semisal Al
Qur’an itu dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu
orang-orang yang benar.(QS. Al Baqarah 23).
Berbagai
makar yang dilakukan oleh orang-orang kafir merespon dakwah Rasulullah
saw. pada hakikatnya merupakan tantangan yang dihadapi oleh beliau saw.
dengan pertolongan Allah. Dia SWT berfirman:
يُرِيدُونَ
أَنْ يُطْفِئُوا نُورَ اللَّهِ بِأَفْوَاهِهِمْ وَيَأْبَى اللَّهُ إِلَّا
أَنْ يُتِمَّ نُورَهُ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُونَ
Mereka
berkehendak memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut
(ucapan-ucapan) mereka, dan Allah tidak menghendaki selain
menyempurnakan cahaya-Nya, walaupun orang-orang yang kafir tidak
menyukai.(QS. At Taubah 32).
Karakter
keempat yang harus dimiliki seorang dai adalah optimis dan memiliki
kesungguhan. Rasulullah saw. dalam dakwah, sekalipun masih sendiri,
sekalipun belum memiliki pendukung beliau saw. optimis bahwa Islam akan
menang. Abbas bin Abdul Muthalib ketika di Ka’bah menerima tamu
orang-orang Arab yang pergi haji, dia mengatakan : Itu Muhammad, dia
mengatakan agama yang dibawanya akan menguasai Romawi dan Persia. Yang
itu Khadijah Istrinya dan yang itu lagi, Ali, sepupunya. Mereka
mendukung apa yang dikatakan Muhammad. Rasulullah saw. memang menyatakan
kepada keluarganya bahwa apabila mereka menerima Islam yang beliau
bawa, mereka akan dipertuan oleh manusia. Bahkan beliau saw. masuk
keluar pasar sambil mengatakan kalimat yang singkat dan tegas:
قُوْلُوْا لاَإِلَهَ إِلاَّ اللهُ، تُفْلِحُوْا
“Ucapkanlah tiada Tuhan kecuali Allah, niscaya kalian menang!”.
Namun
Rasulullah saw. bukan orang yang berilusi. Tapi beliau saw. memang
memiliki jiwa yang optimis dan serius tentang tujuan dan cita-cita
dakwahnya. Beliau saw. Bekerja siang malam dari hari-ke hari terus
berjuang menyampaikan risalah menegakkan kalimat tauhid. Beliau saw.
mengajak keluarga dan teman-teman dekatnya, mengajak mereka semua kepada
Islam. Beliau saw. membina orang-orang yang tertarik kepada Islam,
bahkan beliau konsentrasikan pembinaan di rumah Al Arqam bin Abil Arqam.
Beliau saw. membacakan Al Quran kepada mereka, mengajarkan isinya,
membina mereka untuk menghafal Al Quran, dan mengajar mereka untuk
memahamkan mereka Islam. Beliau saw. terus maju bergerak dalam dakwah.
Sejak awal beliau saw. serius menyampaikan kepada keluarga dan
masyarakatnya tentang kerasulan beliau saw. dan tentang risalah Islam
yang berbeda 180 derajat dengan paganisme dan kultur jahiliyah yang
menyelimuti masyarakat Mekkah waktu itu. Bahkan tatkala Rasul bersama
para sahabat mengumumkan kelompok dakwahnya di Ka’bah, menghubungi
berbagai keluarga dan kabilah, menghubungi orang-orang berpengaruh yang
datang ke Mekkah, itu semua adalah bentuk kesungguhan yang dilakukan
beliau saw.
Seorang
dai dengan keyakinan akan kebenaran mabda yang diembannya dan metode
dakwah yang diadopsinya dari teladan Rasulullah saw. optimis bahwa Islam
pasti tegak kembali sekalipun menghadapi dominasi Kapitalisme dan
sistem demokrasi. Seorang dai juga sungguh-sungguh menempuh jalan
dakwahnya sekalipun pada awalnya ide-ide yang dibawanya terasa asing di
masyarakat dan lebih banyak yang menentang daripada yang mendukungnya.
Pengemban dakwah yakin, kesungguhannya menempuh berbagai kesulitan,
halangan, dan rintangan akan membawa hasil dan kemudahan bagi tegaknya
Islam dan kemenangan dakwah.
Karakter
kelima yang harus dimiliki seorang dai adalah memiliki keteguhan jiwa
dan kesabaran dalam menghadapi segala tantangan, halangan, maupun
rintangan dakwah. Rasulullah saw. dan para sahabatnya adalah orang-orang
yang tahan banting di dalam perjuangan. Para sahabat yang lemah
mendapatkan banyak gangguan dan penyksaan. Tapi mereka tetapp teguh
mengemban mabda yang diyakininya. Bilal bin Rabbah ditindih batu di
panas terik. Yasir dan istrinya, Sumayyah, disiksa sampai mati. Khabab
bin AL Art ditusuk besi panas peralatan pandai besi. Namun semua mereka
bersabar. Tatkala Rasulullah saw. menyaksikan dengan mata kepala beliau
saw. sendiri bagaimana penyiksaan kepada keluarga Yasir beliau saw.
bersabda:
“Bersabarlah
wahai keluarga Yasir, sesungguhnya janji Allah untuk kalian adalah
surga”. Sumayyah, istri Yasir pun dengan tegar berkata: “Kami telah
melihatnya dengan nyata, wahai Rasulullah!”.
Tatkala
Khabab bin Al Art mengadukan penyiksaan orang-orang Quraisy (Khabab
adalah budak orang-orang Quraisy yang pekerjaan sehari-harinya adalah
pandai besi) yang menusukkan besi panas ke punggungnya, dan bertanya
kepada beliau saw. : Apakah engkau tidak berdoa dan meminta pertolongan
kepada Allah untuk kita yang Rasulullah? Beliau saw. bersabda: “Telah
berlalu umat-umat sebelum kalian, mereka disiksa dengan digergaji tubuh
mereka dan disisir dengan sisir besi, namun itu semua tidak memalingkan
mereka dari agama yang mereka anut. Tapi kalian terburu-buru. Ketahuilah
bahwa dakwah ini akan terus dijalankan sampai orang-orang berjalan dari
San’a ke Hadramaut dengan aman, dan serigala duduk-duduk di
pinggir(tanpa memberikan gangguan)”.
Ketika
Rasulullah saw. mendapat tekanan psikologis kepada rasulullah saw.
melalui paman beliau saw. Abu Thalib yang selama ini menjadi pelindung
dan penolongnya (sekalipun dia belum beriman), yaitu menyuruh beliau
saw. meninggalkan dakwah agar tidak menyulitkan posisi pamannya di
hadapan para pemimpin Quraisy, beliau saw. memperlihatkan kesiapsiagaan
beliau saw. untuk berjuang dan menanggung resiko, walau resikonya mati
sekalipun dalam menegakkan dakwah yang telah Allah SWT turunkan
kepadanya. Beliau saw. tidak bergeming dan tidak mundur setapakpun dari
tipu daya dan makar Quraisy yang dilancarkan terhadap beliau saw. dan
para pengikutnya. Beliau saw. menjawab tekanan Quraisy melalui pamannya
itu dengan tegar:
“Demi
Allah, wahai pamanku, seandainya mereka meletakkan matahari di tangan
kananku dan bulan di tangan kiriku supaya aku tinggalkan sampai Allah
memenangkan dakwah atau aku binasa karenanya”.
Karakter
keenam yang mesti dimiliki seorang dai adalah senantiasa menambah
wawasan dan pengetahuannya. Rasulullah saw., sekalipun seorang yang buta
huruf, adalah orang yang senantiasa mendapatkan pengetahuan dari Allah
SWT berupa wahyu, baik Al Quran maupun As Sunnah. Ayat yang pertama kali
yang beliau saw. terima adalah ayat membaca, yang menyuruh kepada
dimilikinya pengetahuan. Allah SWT berfirman:
اقْرَأْ
بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ(1)خَلَقَ الْإِنْسَانَ مِنْ
عَلَقٍ(2)اقْرَأْ وَرَبُّكَ الْأَكْرَمُ(3)الَّذِي عَلَّمَ
بِالْقَلَمِ(4)عَلَّمَ الْإِنْسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْ(5)
Bacalah
dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan, Dia telah menciptakan
manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah,
Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada
manusia apa yang tidak diketahuinya.(QS. Al Alaq 1-5).
Dan
Rasulullah saw. senantiasa membacakan Al Quran, mengajarkan Al Kitab
dan As Sunnah, serta mengajarkan mereka menghafal Al Quran. Allah SWT
berfirman:
هُوَ
الَّذِي بَعَثَ فِي الْأُمِّيِّينَ رَسُولًا مِنْهُمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ
ءَايَاتِهِ وَيُزَكِّيهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ
وَإِنْ كَانُوا مِنْ قَبْلُ لَفِي ضَلَالٍ مُبِينٍ
Dia-lah
yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara
mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka
dan mengajarkan kepada mereka Kitab dan Hikmah (As Sunnah). Dan
sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang
nyata,(QS. Al Jumuah 2).
Dalam ayat yang lain Allah SWT berfirman:
وَأَنْزَلَ
اللَّهُ عَلَيْكَ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَعَلَّمَكَ مَا لَمْ تَكُنْ
تَعْلَمُ وَكَانَ فَضْلُ اللَّهِ عَلَيْكَ عَظِيمًا
Dan
(juga karena) Allah telah menurunkan Kitab dan hikmah kepadamu, dan
telah mengajarkan kepadamu apa yang belum kamu ketahui. Dan adalah
karunia Allah sangat besar atasmu.(QS. An Nisa 113).
Seorang
dai hendaknya membaca Al Quran dan hadits setiap hari, secara rutin,
walau satu ayat dan satu hadits. Seorang dai hendaknya senantiasa
berusaha menghafalkan ayat-ayat dan hadits-hadits, khususnya yang
menjadi materi dakwah yang akan dia sampaikan kepada masyarakat untuk
mencapai tujuan dakwah melanjutkan kehidupan Islam (li-isti’naafil
hayatil islamiyyah). Seorang dai hendaknya menambah wawasan buku-buku
dakwah (khususnya yang banyak memaparkan sirah rasulullah saw.) dan
tsaqofahnya dengan membaca buku-buku/kitab-kitab tsaqofah Islamiyyah
yang menjadi rujukan umat, juga senantiasa menambah wawasan dengan
senantiasa mengikuti perkembangan dunia, termasuk di dalamnya
perkembangan umat islam di berbagai dunia, sehingga dalam dakwahnya
senantiasa mampu menghubungkan materinya dengan kondisi aktual.
Karakter
ketujuh yang harus dimiliki seorang dai adalah senantiasa memperbaiki
dirinya, keyakinannya, akhlaknya, ibadahnya, maupun kebenaran
muamalahnya. Seorang dai hendaknya sadar bahwa segala bentuk amalannya
akan menjadi cermin apakah yang dia katakan itu jujur atau dusta.
Perbuatannya yang menyimpang dari yang dia katakan merupakan bukti yang
paling kuat bahwa apa yang dikatakannya adalah dusta, atau paling tidak
bukti bahwa dia tidak serius dengan apa yang dikatakannya. Seorang dai
hendaknya sadar bahwa dia senantiasa dalam pantauan Allah SWT. Allah SWT
tidak pernah lalai dari apa yang dia kerjakan:
وَلِلَّهِ
غَيْبُ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ وَإِلَيْهِ يُرْجَعُ الْأَمْرُ كُلُّهُ
فَاعْبُدْهُ وَتَوَكَّلْ عَلَيْهِ وَمَا رَبُّكَ بِغَافِلٍ عَمَّا
تَعْمَلُونَ(123)
Dan
kepunyaan Allah-lah apa yang ghaib di langit dan di bumi dan
kepada-Nya-lah dikembalikan urusan-urusan semuanya, maka sembahlah Dia,
dan bertawakkallah kepada-Nya. Dan sekali-kali Tuhanmu tidak lalai dari
apa yang kamu kerjakan.(QS. Huud 123).
Dan Allah SWT menggambarkan bahwa ketaqwaan menjadi sebab Allah mengajarkan ilmu kepada kita. Dia SWT berfirman:
وَاتَّقُوا اللَّهَ وَيُعَلِّمُكُمُ اللَّهُ وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيم
Dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.(QS. Al baqoroh 282).
Khatimah
Ketakwaan
seorang dai dan kedekatannya kepada Allah SWT (ingat hadits Qudsi
riwayat Imam Al Bukhari tentang waliyullah, yakni orang yang senantiasa
bertaqorrub kepada Allah hingga dicintai Allah, di kitab Riyadlus
Shalihin karya Imam Nawawi) dengan kesempurnaan ketujuh karakter di atas
akan membuat seorang dai mampu mengelola hati dan akal fikirannya
sehingga yang bersangkutan betul-betul menjadi seorang dai yang
senantiasa mengetahui kondisi umat Islam, memperhatikan apa yang
tersembunyi di balik nasib umat yang tampak, senantiasa merenungkan
rahasia-rahasia jiwa umatnya, memahami betul jalan dakwah yang akan
ditempuh untuk mengarahkan umatnya, mengetahui bagaimana dia berbicara
kepada umat dengan bahasa umat, mengetahui bagaimana mengambil kendali
umat,dan mengetahui bagaimana dia mendapatkan posisi yang terhormat di
sisi umat. Semua itu tidak mungkin dapat dia raih kecuali dengan
senantiasa menyempurnakan dirinya.
RETORIKA DAKWAH
Berdakwah
pada dasarnya merupakan aktivitas lisan baik yang disampaikan secara
formal melalui forum-forum resmi ataupun sekedar berbicara dengan orang-
perorang dengan mengajak mereka ke jalan Allah SWT. Ceramah, Pidato,
atau khutbah merupakan salah satu bentuk kegiatan dakwah yang sangat
sering dilakukan di tengah-tengah kehidupan masyarakat. Bahkan khutbah
pada hari Jumat adalah merupakan kegiatan wajib yang harus dijalankan
saat melaksanakan sholat Jumat. Agar ceramah atau khotbah dapat
berlangsung dengan baik, memikat dan menyentuh akal dan hati para
jamaah, maka pemahaman tentang retorika menjadi perkara yang penting.
Retorika
merupakan bagian dari ilmu komunikasi. Sebagaimana kita ketahui,
komunikasi adalah mengajak orang untuk berpartisipasi atau mengubah
sikap agar bertindak yang sama dengan maksud komunikator (orang yang
berkomunikasi). Dalam dakwah komunikator yang dimaksud adalah muballiqh
atau da’i. Dengan demikian, disamping penguasaan konsepsi Islam dan
pengamalannya, keberhasilan dakwah juga sangat ditentukan oleh kemampuan
komunikasi antara sang da’i, muballiqh, da’i atau khatib dengan
mad’u-nya yakni jamaah yang menjadi obyek dakwah.
PENGERTIAN
Retorika
berasal dari bahasa Ingeris rethoric yang artinya ‘ilmu bicara’. Dalam
perkembangannya, retorika disebut sebagai seni berbicara di hadapan umum
atau ucapan untuk menciptakan kesan yang diinginkan. Adapun dakwah
berasal dari bahasa arab yang artinya’mengajak atau menyeru’. Banyak
sekali pengertian dakwah yang dikemukakan oleh para ahli dakwah, tapi
pada prinsipnya dapat disimpulkan bahwa dakwah adalah aktivitas mengubah
situasi dan kondisi yang tidak sesuai dengan Islam menjadi situasi dan
kondisi yang sesuai dengan kehidupan Islam. Dengan demikian yang
diinginkan oleh dakwah adalah terjadinya perubahan ke arah kehidupan
yang lebih Islami.
Dari
definisi di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa retorika dakwah adalah
ketrampilan menyampaikan ajaran Islam secara lisan guna memberikan
pemahaman yang benar kepada kaum mulimin agar mereka dapat dengan mudah
menerima seruan dakwah Islam yang karenanya pemahaman dan prilakunya
dapat berubah menjadi lebih Isami.
RETORIKA DALAM PRAKTEK
Penyampaian
ajaran Islam secara lisan umumnya dilakukan dengan ceramah, pidato,
atau khotbah, meskipun ada juga dalam bentuk dialog. Ceramah dan khotbah
pada prinsipnya sama saja, hanya saja ceramah dapat dilakukan dalam
berbagai modifikasi dan variasi dengan gaya yang lebih bebas semenara
khotbah lebih terkesan ritual dengan rukun-rukun yang telah ditentukan,
seperti khotbah Jumat, khotbah Iedul Fitri, Khotbah Iedul Adha, dan
khotbah nikah.
Untuk bisa ceramah dan khotbah dengan baik, minimal ada tiga bagian yang harus selalu diperhatikan.
1. Persiapan
Apapun
kegiatan yang hendak kita lakukan, persiapan merupakan sesuatu yang
teramat penting diperhatikan. Dalam berceramah atau berkhotbah,
persiapan menjadi lebih penting lagi lebih khusus bagi para pemula yang
belum berpengalaman. Karenanya, sulit untuk bisa ceramah dengan baik
bila tidak dibekali dengan persiapan yang matang, bahkan bagi orang yang
sudah berpengalaman sekalipun. Adapun langkah-langkah persiapan yang
harus diperhatikan adalah sebagai berikut :
a. Mental
Persiapan
mental meliputi : Pertama, harus disadari bahwa apa yang akan kita
sampaikan merupakan tanggung jawab yang mulia, yakni melanjutkan tugas
para nabi dalam berdakwah, penting dan memang sangat dibutuhkan oleh
masyarakat, karena masyarakat membutuhkan bimbingan kehidupan yang baik
yang didasari pada ajaran Islam. Kedua, yakin bahwa apa yang akan
disampaikan merupakan sesuatu yang benar. Ketiga, yakin bahwa kita
adalah orang yang paling pantas untuk menyampaikan masalah yang benar
itu. Keempat, menyadari bahwa kita memiliki kemampuan untuk melakukan
tugas ini dan meyakinkan kepada diri sendiri akan kemampuan itu. Kelima,
Tidak peduli kritikan bahkan cemohan orang-orang yang suka mengkritik.
“Bahwasanya
seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakan; Dan
bahwasanya usahanya itu kelak akan diperlihatkan; Kemudian dia akan
diberi balasan yang paling sempurna. (53:39-41)
b. Memahami Latar Belakang Jamaah
Memahami
latar belakang jamaah memiliki arti yang sangat penting untuk
mengetahui gambaran keadaan jamaah. Dari sini kita dapat menentukan tema
apa yang perlu dibahas yang sesuai dengan keadaan jamaah. Untuk
mengetahui gambaran jamaah, kita bisa bertanya kepada pengurus atau
panitia yang mengundang kita.
c. Menentukan Masalah
Ceramah
yang baik adalah ceramah dengan permasalahan atau pembahasan yang
jelas, fokus pada satu titik persoalan atau beberapa titik persoalan
yang masih sangat terkait dengan tema pokok yang sedang dibahas. Apa
lagi khutbah Jumat yang memiliki waktu yang sangat terbatas.
d. Mengumpulkan Bahan
Setelah
tema ditentukan, langkah berikutnya adalah mengumpulkan bahan agar
pembahasan materi khutbah bisa disampaikan dengan wawasan yang luas
dengan ilustrasi yang tepat. Bahan-bahan bisa diperoleh dari Al Qur’an,
hadits, sirah atau pun kitab-kitab Islam lainnya. Bahkan, penting
memperhatikan bahan-bahan yang ada di berbagai media baik cetak ataupun
elektronoik
e. Menyusun Sistimatika
Bila
tema sudah ditentukan dan bahan-bahan sudah dikumpulkan, maka untuk
memudahkan pembahasan perlu disusun sistimatika uraian materi pembahasan
dengan alur misalnya: Pertama, Menjelaskan sebuah masalah yang sedang
terjadi di masyarakat, Kedua, Bagaimana hukum masalah itu dalam
pandangan Islam. Ketiga, Bagaimana Islam memberikan solusi tentang
masalah tersebut. Keempat, Kesimpulan yang berisi apa tindakan riil yang
harus kita lakukan berkaitan dengan masalah tersebut.
f. Fisik
Disamping
kesiapan mental dan akal dengan penguasaan materi yang hendak dibahas,
seorang penceramah juga harus menjaga dan mempersiapkan kondisi fisiknya
agar tetap prima selama berlangsungnya khotbah. Termasuk hal yang perlu
diperhatikan adalah mengunakan pakain yang pantas dengan tetap
memperhatikan kondisi jamaahnya.
g. Analisis Pendengar
Ketika
seorang muballiqh tiba ditempat acara saat itulah ia harus melakukan
persiapan akhir dengan membaca keadaan jamaah yang sesunguhnya. Apakah
keadaan yang dilihatnya sesuai dengan gambaran yang didengarnya atau
tidak. Kadang-kadang keadaan jamaah cocok dengan apa yang diceritakan
pengurus atau malah sebaliknya. Disinilah seorang penceramah atau khotib
harus mampu menganalisis jamaah untuk menentukan apakah pembahasan yang
telah disiapkan cocok untuk kondisi jamaah tersebut atau mungkin perlu
merubahnya dengan mengganti pembahasan dengan tema yang lain. Disinilah
letak pentingnya bagi penceramah atau khotib memiliki kemampun untuk
bisa mengganti tema setiap saat sesuai dengan kebutuhan kondisi jamaah
yang dihadapinya. Dan untuk mendapatkan hubungan yang erat dan
meningkatkan komunikasi dengan pendengar, kita hendaklah tiba lebih awal
dan pulang belakangan.
2. Pelaksanaan
Setelah
semua persiapan dilakukan dengan baik, selanjutnya ada beberapa hal
yang harus diperhatikan saat ceramah/khotbah sedang berlangsung ;
a.Tampil dengan Penuh Percaya Diri
Meskipun
dalam dakwah kita menuntut jamaah untuk menggunakan prinsip “perhatikan
apa yang dibicarakan, jangan perhatikan siapa yang berbicara”, namun
penampilan yang mengesankan tetap diperlukan. Misalnya menggunakan
pakaian yang pantas, wajah yang ceria, pandangan mata yang ramah dan
tutur kata yang baik. Daya tarik dari sisi ini merupakan sesuatu yang
sangat penting, sebab bagaimana mungkin ceramah kita akan didengar
jamaah bila mereka sudah tidak tertarik dengan penampilan kita.
Menumbuhkan Kepercayaan
Pendengar
akan menanggapi ceramah kita jika mereka mempercayai kredibilitas kita.
Untuk menumbuhkan kepercayaan, penceramah harus menguasai masalah yang
sedang disampaikan, presentasinya bisa dipercaya, dan disampaikan dengan
cara yang menarik. Waktu Rasulullah saw. telah siap untuk
memberitahukan kepada penduduk Mekkah bahwa beliau telah diangkat Allah
menjadi rasul untuk menyampaikan petunjuk kepada mereka, Beliau
memanggil mereka supaya berkumpul di sebuah bukit di Mekah. Kemudian
beliau bersabda, “Jika aku kabarkan suatu berita bahwa suatu angkatan
tentara akan muncul dari kaki bukit ini apakah kalian akan mempercayai
aku?” Mereka semua menjawab, “Ya”, karena sampai hari ini mereka belum
penah mendengar Rasulullah berbohong. Setelah terbentuk kepercayaan,
beliau bersabda, “ Aku mengingatkan kamu akan pembalasan yang berat yang
akan menunggu kamu jika kamu tidak beriman”. Sahih Bukhari.
b. Menguasai Forum
Sebelum
ceramah dimulai, seorang penceramah terlebih dahulu harus menguasai
dirinya sendiri agar tidak gugup atau tidak grogi. Jika ia telah
menguasai dirinya sendiri, insya Allah ia akan mudah menguasai forum.
Untuk bisa menguasai forum, seorang penceramah perlu menatap seluruh
sudut ruangan atau dengan kata lain; menatap semua jamaah yang hadir,
mencoba pengeras suara dan memperbaiki posisi posisi agar betul-betul
tepat dengan posisi mulut dan jika diperlukan bertanya kepada hadirin,
apakah ceramah bisa dimulai atau belum.
c. Jangan menyimpang
Selama
ceramah berlangsung, penceramah harus tetap berpijak pada tema yang
sudah disiapkan, jangan sampai melebar terlalu jauh dengan membahas
hal-hal yang tidak direncakan untuk dibahas. Karena itu, penceramah
harus dapat mengontrol diri jangan sampai uraian satu sub bahasan
terlalu melebar dan menyita waktu sementara sublainnya hanya berlangsung
sangat singkat. Apalagi kalau subtema yang dijanjikan mau dibahas
sampai tidak terbahas dan hanya disebutkan saja karena waktunya hampir
habis, sementara panitia memberi kertas peringatan bahwa waktu hampir
habis.
Banyak
sekali penceramah yang menyimpang dari tema pembahasan yang dijanjikan,
apa saja yang diingatnya dibahas, bahkan komentar respons jamaahnya
dibahas panjang lebar sehingga terkesan banyak tema yang dibahasnya.
Ceramah dengan banyak judul ini harus dihindari, karena ibarat orang
memotret, pemotretannya tidak fokus sehingga tidak jelas wajah orang
yang dipotretnya itu.
d. Gaya yang Orisinal
Penceramah
sebaiknya menggunakan gayanya sendiri. Jangan meniru gaya orang lain.
Hal ini akan mempermudah ceramahnya, sekaligus dapat menjaga wibawanya.
Bagi pemula yang belum menemukan gaya yang cocok, maka dia harus banyak
mengikuti dan mengevaluasi gaya dan penyampaian para dai lain, kemudian
dia dapat memilih gaya yang cocok dengan sifat dan karakter dirinya.
Namun usahakan jangan meniru total gaya mubalig kondang berceramah,
karena kehadiran jamaah dalam jumlah yang banyak lebih terkesan hendak
menonton ia berceramah ketimbang mau mendengarkan nasihat-nasihatnya.
e. Bersikap Sederajat
Terutama
kepada jamaah yang dewasa dan intelektual, sebaiknya bersikap
sederajat, jangan terlalu menggurui. Karena itu, dalam menyampaikan
pesan, gunakanlah istilah “kita” bukan “Anda”, apalagi “kalian”.
Contohnya, “ Sebagai muslim yang sejati, kita seharusnya dapat membaca
Al-Qur’an dengan baik dan kita berusaha untuk rajin membacanya”. Kalimat
seperti ini adalah kalimat yang bisa diteri oleh semua pihak yang hadir
atau yang mendengarkannya. Adapun kalimat yang meggurui contohnya
adalah, “ sebagai muslim sejati, Anda saharusnya dapat membaca Al-Qur’an
dengan baik dan Anda harus berusaha untuk rajin membacanya”. Bagi
mubalig/dai juga jangan merasa /menempatkan rendah dirinya dihadapan
jamaah sekalipun disana ada para pembesar, pimpinan, orang tua atau
bahkan presiden.
f. Mengatur Intonasi
Ceramah
yang menarik adalah ceramah yang nadanya naik turun. Tidak datar terus
atau tidak tinggi terus-menerus, apalagi bila dalam ceramah berkisah
tentang dua orang yang berdialog, tentu harus dapat dibedakan suara
antara tokoh yang satu dengan yang lain.
g. Mengatur Tempo
Dalam
memberikan ceramah, seorang penceramah hendaknya mengatur tempo
pembicaraan sehingga antara kalimat yang satu dan kalimat berkutnya
diberikan jarak. Dari sini seorang penceramah tidak berbicara terlalu
cepat atau terlalu lambat. Ibarat membaca, perhatikan tanda-tanda
bancanya, ada titik dan koma yang harus diperhatikan.
h. Memberi Tekanan
Dalam
ceramah seringkali ada kalimat-kalimat yang amat penting untuk
dipertegas kepada pendengar. Kalimat itu harus diberi penekanan dengan
cara mengulang-ulang, karena dengan begitu jamaah mendapat kejelasan
yang memadai. Bahkan hal ini bisa dibantu dengan menggunakan gerakan
tangan seperti menunjukkan atau memperlihatkan jumlah jari sebagai
isyarat dari jumlah masalah yang menjadi pembahasan. Ini berarti
diperlukan penggunaan bahasa badan untuk memperjelas, memudahkan
pemahaman dan meningkatkan daya tarik ceramah /khutbah agar lebih
komunikatif.
i. Memelihara Kontak dengan Jamaah.
Ceramah
yang sudah berlangsung lebih dari 30 menit, biasanya melelahkan jamaah.
Oleh karena itu, kontak dengan jamaah jangan sampai terputus, misalnya
dengan bertanya, memberikan humor yang segar dan relevan (kecuali dalam
khutbah jumat tidak ada humor).
j. Pengembangan Bahasan
Untuk menambah daya terik dalam pembahasan, diperlukan pengembangan pembahasan, antara lain sebagai berikut.
Pertama,
penjelasan, yakni keterangan tambahan yang sederhana dan tidak terlalu
rinci, misalnya dengan mengatakan, “sebagai muslim kita tentu sudah tahu
tentang takwa, yakni melaksanakan perintah Allah dan meninggalkan
larangan-Nya dalam situasi dan kondisi yang bagaimanapun juga. Seseorang
tidak disebut bertakwa bila ia melaksanakan perintah Allah tapi ia juga
melaksanakan larangan Allah. Seseorang juga tidak bisa disebut bertakwa
bila ia meninggalkan larangan Allah tapi juga meninggalkan
perintah-perintah-Nya.”
Kedua,
memberikan contoh yang relevan dengan pembahasan sehingga masalah yang
dibahas akan menjadi tambah jelas dan konkret, misalnya dengan
mengatakan, “Karena para sahabat ingin menunjukkan ketakwaannya kepada
Allah, maka ketika Allah mengharamkan minuman keras, mereka membuang
minuman keras itu dari dalam rumah mereka kejalan-jalan sehingga
jalan-jalan di kota Madinah menjadi becek”.
Ketiga,
memberikan analogi, yakni perbandingan antara dua hal, baik untuk
menunjukkan persamaan maupun perbedaan, misalnya dengan mengatakan,
“Orang yang beriman itu akan bergetar hatinya bila disebut nama Allah,
karena Allah sangat dincintainya, sama seperti ada orang yang kita
cintai lalu disebut namanya dalam pembicaraan orang lain. Maka,
perhatian kita sangat besar terhadap pembicaraan orang itu dalam kaitan
dengan nama orang yang kita cintai, ada perhatian yang besar ketika nama
Allah disebut, maka ketika nama Allah disebut dalam azan, seorang
mukmin akan segera menunikan shalat guna menunjukkan getaran hatinya.”
Keempat,
memberikan testimony, yakni mengutip, baik ayat, hadits, kata mutiara,
keterangan para ahli, tulisan di buku, Koran, maupun majalah dan
bulletin. Dengan kutipan yang jelas, materi ceramah yang kita sampaikan
menjadi tidak perlu lagi diragukan kebenarannya.
Kelima,
statistik, yakni mengemukakan pembahasan dengan membeberkan angka-angka
untuk menunjukkan perbandingan suatu kasus, misalnya untuk mengemukakan
akhlak masyarakat kita yang semakin rusak, kasus pencurian yang terjadi
tahun 2004 lebih banyak terjadi dari tahun 2003, begitulah seterusnya.
k. Memberi Kesimpulan
Bila
diperlukan, penceramah dapat memberikan kesimpulan dari uraiannya, lalu
lanjutkan dengan kalimat penutup. Kesimpulan bisa dengan mengungkapkan
beberapa masalah yang sudah dibahas, bisa juga dengan menyampaikan
pesan-pesan inti dari isi ceramah yang kita maksudkan, sesudah itu
akhiri ceramah dengan menyampaikan permohonan maaf dan memberi salam.
Hal ini berarti jangan sampai ceramah diperpanjang lagi padahal sudah
saatnya untuk diakhiri.
3. Langkah-langkah Sesudah Ceramah
Meskipun
ceramah sudah berlangsung dengan baik menurut sang penceramah, bukan
berarti tugasnya sudah selesai, ada beberapa hal yang harus dilakukan.
Pertama, turun dari podium/mimbar dan berjalan dengan tenang menuju
tempat duduk semula. Kedua, kalau perlu cari informasi tentang respons
jamaah terhadap kemampuan dan isi ceramah, namun hal ini harus dilakukan
Sehati-hati mungkin agar tidak terkesan kita ingin mencari pujian,
padahal sebenarnya kita perlu masukan dan evaluasi. Ketiga, mengevaluasi
sendiri ceramah yang sudah disampaikan, misalnya dengan mendengarkan
kembali rekaman ceramahnya.
Demikianlah
secara umum bagaimana berceramah yang baik. Bagi yang ingin padai
berceramah tentu saja harus banyak berlatih, baik sendiri atau
bersama-sama. Untuk memudahkan mengeluarkan kata-kata yang baik tentu
harus memiliki banyak perbendaharaan kata-kata dan hal itu dapat
diperoleh baik melalui banyak membaca maupun banyak mendengar ceramah
orang lain.
KOMUNIKASI DAKWAH
Allah swt berfirman:
”(Tuhan)
yang Maha Pemurah; yang telah mengajar Qur’an; Dia Menciptakan Manusia;
mengajarnya pandai berbicara.” (QS ar-Rahman:1-4)
Bagi
manusia, komunikasi merupakan sesuatu yang biasa dilakukan, bahkan bisa
jadi sebagian besar waktunya dalam 24 jam setiap harinya digunakan
untuk berkomunikasi, mulai dari bangun tidur di pagi hari sampai kita
tidur lagi di malam hari. Meskipun demikian, komunikasi ternyata
susah-susah gampang. Disebut gampang karena ia merupakan persoalan
keseharian. Namun, ia juga disebut susah karena berkomunikasi bila kita
lakukan dengan banyak orang akan terasa menjadi sulit
Allah
swt mengajar kita untuk berkomunikasi. Peran kita ialah untuk
menyampaikan pesan dengan jelas dan murni. Berkomunikasi berarti
membiarkan orang lain mengenal Anda dan menjalin pengertian dengan Anda.
Meskipun begitu proses ini menuntut Anda berbagi pikiran dan perasaan
Anda dengan orang lain secara jujur. Malangnya, kita dibesarkan untuk
menjadi kurang jujur sejak kecil. Oleh sebab itu, dalam komunikasi kita
terlindung di balik seribu topeng. Manusia hidup dengan kehidupan palsu
dan takut jika orang lain mengetahui diri mereka yang sebenarnya,
menetawakan (mengejek) mereka. Kita tidak seharusnya diperbodoh oleh apa
yang dikatakan orang lain, tetapi kita perlu”mendengar” dengan seksama
apa yang tidak mereka katakan! Adalah lebih baik kita disisihkan karena
siapa kita yang sebenarnya daripada diterima karena bukan siapa kita
yang sebenarnya.
PENGERTIAN KOMUNIKASI DAKWAH
Komunikasi
berasal dari bahasa latin, comunicatio (communis) yang berarti ‘sama’.
Ini berarti bila seseorang berkomunikasi dengan orang lain, maka
tujuannya adalah agar orang tersebut (komunikan) bersikap dan bertindak
sama dengan keinginan komunikator. Dengan demikian, komunikasi bukan
sekadar informatif, yaitu agar orang lain mengerti dan tahu tentang
suatu maksud. Akan tetapi juga persuasive, yaitu agar orang lain
bersedia menerima suatu paham atau keyakinan lalu melakukan perbuatan
yang sesuai dengan paham tersebut.
Adapun
dakwah adalah menyeru orang lain agar beriman dan tunduk kepada Allah
dalam kehidupan, baik menyangkut hubungan dengan Allah maupun dengan
dirinya dan sesama manusia. Dengan demikian, komunikasi dakwah adalah
menyampaikan ajaran Islam kepada orang lain agar ia memahami ajaran
Islam dengan baik dan bersikap serta berperilaku islami.
Dalam
komunikasi, unsur-unsur yang tak bisa dipisahkan terdiri dari lima hal.
Pertama, komunikator (orang yang berkomunikasi, dalam dakwah disebut
dai, mubalig, atau khatib). Komunikator merupakan penentu dalam
keberhasilan berkomunikasi. Oleh karena itu, komunikator harus terampil,
kaya dengan ide-ide, dan memiliki daya kreativitas yang tinggi. Untuk
mencapai keberhasilan, komunikator harus memiliki tiga hal penting ,
yakni sebagai berikut.
1.
Kredibilitas atau kepercayaan diri yang tinggi, baik dari sisi
karakter, emosi yang terkendali, maupun kemampuan berargumentasi. Ini
merupakan hal yang paling penting bagi seorang komunikator.
2. Daya tarik seperti dalam kesamaan bahasa atau daerah, disukai, populer, kemampuan mengolah, atau mengemas materi pembahasan.
3. Kekuatan, yakni memiliki pengaruh yang besar dan luas.
Kedua,
komunikan ( orang yang diajak berkomunikasi dalam dakwah disebut mad’u
atau jamaah dakwah). Untuk memperoleh hasil yang maksimal dalam
berkomunikasi, seorang komunikator harus mengenal terlebih dahulu siapa
komunikan yang akan dihadapinya. Pengenalan terhadap komunikan menjadi
amat penting dalam upaya menentukan kemasan penyampaian pesan dakwah,
waktu yang digunakan, gaya yang dilakukan, istilah yang dipakai hingga
pakaian yang akan dikenakan.
Ketiga,
massage (pesan yang dikomunikasikan, dalam dakwah adalah ajaran Islam
yang harus dikuasai dan dikemas dengan baik). Komunikasi tidak akan
terjadi bila tidak ada pesan yang hendak disampaikan. Karena itu,
bagaimana mungkin seseorang akan bedakwah bila tidak ada materi dakwah
yang akan disampaikannya. Karenanya pesan dakwah harus dipersiapkan
dengan sebaik-baiknya.
Keempat,
media (alat komunikasi, Nabi Muhammad pernah berdakwah dengan
menggunakan surat yang dikirim kepada para raja), dakwah bisa
menggunakan banyak alat, radio, televisi, telepon, handphone, internet,
e-mail, Koran, majalah, buku, kaset, CD, dan lain-lain merupakan
alat-alat yang bisa digunakan untuk penyampaian pesan-pesan dakwah.
Kelima,
efek (sasaran yang ingin dicapai lewat komunikasi dalam adalah
perubahan agar kehidupan seseorang menjadi islami dan lebih islami
lagi.)
PEMBAGIAN KOMUNIKASI
Seperti juga komunikasi pada umumnya, komunikasi dakwah bisa dibagi ke dalam tiga bagian.
Pertama,
komunikasi lisan, yaitu komunikasi dengan menggunakan lisan seperti
cermah, pidato, khutbah, diskusi, obrolan, dan lain-lain. Di antara
kelebihan komunikasi dengan lisan adalah lebih akrab, lebih pribadi,
lebih manusiawi dan dapat menunjukkan emosi pembicara. Sedangkan
kelemahannya adalah bila sudah berlalu ia sulit diulang kembali dan
sulit terdokumentasi atau tidak banyak orang yang mendokumentasikan
pembicaraannya.
Kedua,
komunikasi melalui tulisan seperti tulisan di Koran, majalah, brosur,
bulletin, surat, buku, e-mail, situs internet, stiker, spanduk, dan
lain-lain. Kelebihan komunikasi dengan tulisan adalah dapat dengan mudah
terdokumentasi bahkan dengan biasa yang murah, membaca bisa
diulang-ulang dengan mudah, namun tidak bisa mencapai kelebihan pada
komunikasi lisan.
Ketiga,
komunikasi melalui isyarat seperti karikatur, gambar, simbol-simbol dan
lain-lain. Kelebihannya lebih praktis dalam menyampaikan pesan, bahkan
dalam menyampaikan pesan-pesan tertentu komunikasi isyarat menjadi lebih
mudah atau lebih efektif dibanding dengan komunikasi lisan dan tulisan,
namun tidak semua pesan bisa disampaikan dengan isyarat.
KOMUNIKASI YANG BAIK
Dalam
berkomunikasi seorang Dai tentu saja ingin berhasil. Dalam rangka itu
seorang dai dituntut mampu berkomunikasi dengan baik. Nabi saw. adalah
seorang komunikator ulung yang berhasil dengan baik dalam dakwahnya.
Oleh karena itu, agar dai memiliki teknik yang baik hendaknya ia
mencermati hal-hal sebagai berikut :
1. Berbicaralah secara singkat tapi padat
2. Berbicaralah secara sistematis, tidak berbelit-belit
3. Berbicaralah dengan bahasa yang fasih, jelas, dan terang dalam berargumentasi.
4. Gunakan bahasa atau istilah yang mudah dicerna oleh lawan bicara (komunikan), bila
menggunakan
istilah-istilah yang masih asing bagi jamaah, hendaknya diterjemahkan
ke dalam istilah yang mereka pahami, baik bahasa asing itu berupa bahasa
dari negara lain misalnya bahasa Arab atau Inggris, maupun bisa juga
bahasa asing itu berupa bahasa suatu daerah yang belum tentu dipahami
oleh daerah lain.
5. Sesuaikan intonasi pembicaraan dengan pesan dakwah, pesan yang menyemangati, pesan sedih, dan sebagainya.
6.
Gunakan komunikasi dua arah agar lebih mudah dipahami dan seandainya
memang komunikasi satu arah, tanamkan perasaan seolah-olah ini
komunikasi dua arah.
7.
Perhatikan situasi dan kondisi, mungkin sudah terlalu malam yang
berarti tidak mungkin berkomunikasi dengan waktu yang lebih panjang.
Mungkin tempat acara yang sempit sedang jamaahnya banyak dan momentumnya
juga harus diperhatikan. Ceramah pada acara pernikahan tentu berbeda
dengan saat acara orang mau menunaikan ibadah haji, ceramah kematian
tentu bebeda dengan ceramah khitanan, begitulah seterusnya.
Apa
yang diungkap di atas hanyalah sebagian dari sekian banyak kiat yang
dapat digunakan untuk berkomunikasi dengan baik. Selain itu, ada tiga
hal penting yang harus diperhatikan oleh komunikator agar dakwahnya
berhasil yaitu; attention (perhatian komunikan terhadap pesan dakwah),
comprehension (pemahaman terhadap pesan-pesan dakwah) dan acceptance
(penerimaan pesan-pesan dakwah)
HAMBATAN DALAM KOMUNIKASI
Ada banyak hal yang dapat menghambat proses komunikasi antara lain sebagai berikut:
1. Alat pendengaran atau penglihatan komunikan kurang baik.
2.
Alat komunikasi yang kurang memadai seperti gangguan pengeras suara,
kerusakan pada stasiun televisi, gangguan saluran telepon, dan
lain-lain.
3. Perbedaan persepsi tentang pesan yang disampaikan, baik yang terkait dengan istilah maupun budayanya.
4. Penggunaan bahasa/istilah yang tidak dapat dipahami komunikan.
5.
Situasi dan kondisi yang kurang mendukung seperti udara yang terlalu
panas, cuaca yang mendung, suasana berkabung, dan lain-lain.
6. Konsentrasi komunikator/komunikan yang kurang.
Demikianlah
hal-hal pokok dalam berkomunikasi semoga kita dapat berhasil dalam
berkomunikasi sekaligus menghilangkan faktor-faktor yang menhalangi
keberhasilannya.
POLA PERUMUSAN MATERI DAKWAH
Dakwah
merupakan tugas yang sangat mulia, karena diemban oleh para nabi dan
rasul (lihat surah al-Maa’idah:67 dan 92, al-A’raaf:62, an-Nahal: 35,
an-Nuur: 54. al-Ankabuut: 18). Karena itu, kemuliaan tugas dakwah dai,
yaitu daya tarik menyampaikan dakwah dan kemasan materi dakwah yang
baik. Dengan demikian, perumusan atau kemasan materi dakwah yang baik
merupakan salah satu bagian yang sagat penting dalam dakwah itu sendiri,
apalagi dakwah menghendaki terjadinya perubahan sikap dan perilaku,
dari yang tidak islami kepada yang islami.sedangkan perubahan itu
dimulai dari pemahaman yang baik tentang Islam.
POLA MATERI DAKWAH
Ada
beberapa pola penting dalam menguraikan materi dakwah yang antara pola
satu dan yang lainnya memiliki kelebihan-kelebihan tersendiri. Tentu
saja yang sesuai persoalan yang dibahasnya. Beberapa pola perlu
sama-sama kita pahami dengan sebaik-baiknya sehingga
pembahasan-pembahasan penting dalam materi dakwah dapat dapat dikemas
dengan sistematika yang baik.
1. Problem solving (Pemecahan Masalah)
Pola
ini merupakan pola yang baik. Ibarat penyakit, pola ini berusaha
mengobati penyakit dalam suatu masyarakat. Sekurang-kurangnya ada tiga
muatan dalam pola ini.
Pertama,
mengungkapkan fakta dan data tentang “penyakit masyarakat” dan akibat
negatif yang ditimbulkannya. Hal ini bisa diungkap dari analisis yang
diperkuat dengan data dari berbagai sumber seperti Koran, majalah, dan
hasil-hasil penelitian. Fakta adalah kejadian-kejadian yang berlangsung
di masyarakat, kejadian yang baik maupun yang buruk. Sedangkan data
adalah angka-angka yang tercatat secara keseluruhan dari
kejadian-kejadian tersebut. misalnya ketika kita mengemukakan bahwa
akhlak masyarakat kita semakin jelek, maka kita perlu mengemukakan sisi
dari jeleknya akhlak itu, juga misalnya banyak kasus pembunuhan,
perampokan, dan sebagainya. Namun, fakta-fakta saja tidak cukup, kita
perlu mengemukakan lagi data tentang kasus-kasus tersebut. misalnya
selama tahun 2001, kasus pembunuhna terjadi sebanyak 150 kasus di
Jakarta; angka ini meningkat menjadi 175 kasus pada tahun 2002, ini
berarti tingkat kerusakan akhlak masyarakat semakin memprihatinkan.
Kedua,
mengungkapkan penyebab-penyebab dari “penyakit masyarakat”, baik yang
dianalisis dari fakta dan data maupun dari dalil Al-Qur’an dan Hadist
serta pendapat para pakar. Misalnya, Rasulullah saw. bersabda,” Mukmin
yang sempurna Imannya, niscaya bagus akhlaknya,” ini berarti sebab dari
rusaknya akhlak masyarakat adalah iman yang melemah.
Ketiga,
mencarikan obat atau jalan keluar dari”penyakit masyarakat”. Kita bisa
merumuskannya dari ayat, hadits, pendapat para ulama, dan pendapat kita
sendiri. Misalnya saja, kalau sebabnya adalah lemahnya iman, maka upaya
yang harus kita lakukan untuk memperbiki akhlak adalah memperkuat iman
kepada Allah swt..
2. Pertanyaan dan Jawaban
Pola
ini dimaksudkan untuk menjawab persoalan-persoalan penting yang perlu
diketahui oleh umat dalam upaya membentuk pemahaman yang utuh tentang
suatu masalah. Dari sini diharapkan terbentuk sikap dan perilaku yang
islami. Setidak-tidaknya ada tiga muatan yang kandung dalam pola ini.
Pertama,
mengungkap tentang pentingnya masalah yang akan dibahas. Misalnya,
tentang pentingnya istiqamah dalam kehidupan seorang muslim sehingga
para sahabat berusaha istiqamah dalam kehidupan mereka. Hal ini
diterangkan juga dengan kisah-kisah keistiqamahan mereka.
Kedua,
mengungkap apa permasalahan yang dihadapi sebagai kendala dalam
memiliki sikap positif dari masalah yang dibahas. Misalnya dengan
memunculkan pertanyaan, mengapa para sahabat bisa istiqamah, apa
rahasianya ?
Ketiga,
memberikan jawaban dari permasalahan yang dihadapi dalam pembahasannya.
Ini merupakan sesuatu yang terpenting dalam bahasan materi, misalnya
dengan menguraikan bahwa agar bisa istiqamah ada enam resep yang harus
dilaksanakan, yaitu sebagai berikut:
1. Memiliki kemauan yang kuat
2. Memahami ajaran Islam dengan baik
3. Mengikuti pembinaan intensif
4. Bergaul dengan orang yang lebih baik.
5. Meneladani orang-orang yang istiqamah
6. Berusaha mendekatkan diri kepada Allah.
3. Pendekatan Tematik dari Ayat dan Hadits
Ini
merupakan pola yang membahas suatu masalah yang terdapat di dalam
Al-Qur’an dan hadits. Suatu pendekatan yang menarik dalam upaya memahami
kandungan Al-Qur’an dan hadits. Ada banyak ayat dan hadits yang
menyoroti suatu persoalan yang sama. Kitab hadits Riyadush Shalihin
merupakan contoh kitab yang mengumpulkan hadits dengan tema-tema
tertentu lalu dikaitkan dengan ayat Al-Qur’an. Ada tiga langkah yang
perlu ditempuh dalam perumusan pola materi seperti ini.
Pertama,
tentukan terlebih dahulu masalah yang hendak dibahas, misalnya tentang
taqwa. Mahabbah kepada Allah, tawakkal, dan sebagainya, tentu saja
sambil menjelaskan urgensinya bagi seorang muslim dari masalah yang
hendak dibahas.
4. Mensistematisasikan Ayat dan Hadist
Ayat
dan hadist, tentu saja banyak mengandung pemecahan masalah yang perlu
dikaji oleh umat Islam agar bisa diambil pelajaran dan petunjuk yang
sebanyak-banyaknya. Untuk memudahkan pemahaman, perlu dibahas dengan
pendekatan yang sistematis. ada tiga langkah yang perlu ditempuh dalam
kaitan ini.
Pertama,
bacakan ayat atau hadist yang dimaksud berikut terjemahnya. Tentu saja
dengan mengantarkan terlebih dahulu kepada masalah yang terkandung dalam
ayat atau hadist yang dimaksud dan pentingnya masalah tersebut,
misalnya dengan mengulas firman Allah pada surah al-Baqarah: 208.
Kedua,
susun kandungan ayat tersebut menjadi poin-poin pembahasan yang harus
dijelaskan. Misalnya, dengan mengemukakan, ada tiga seruan Allah kepada
orang yang beriman yang terdapat pada ayat di atas. Pertama, masuk ke
dalam Islam secara kaffah (menyeluruh) selanjutnya secara rinci poin
ini. Kedua, untuk bisa masuk ke dalam Islam secara menyeluruh itu,
janganlah mengikuti langkah-langkah atau keinginana-keinginan setan
untuk selanjutnya diuraikan secara rinci. Dan ketiga, waspada terhadap
godaan-godaan setan karena ia merupakan musuh yang nyata bagi setiap
muslim, begitu seterusnya diuraikan dengan sebaik-baiknya.
Ketiga,
kaitkan bahasan masing-masing-masing poin dengan ayat-ayat yang senada
dan jadikan masalah-masalah aktual sebagai contoh kasusnya.
5. Memilih Uraian Hadist Bernomor
Banyak
hadist dengan ungkapan yang sistematis melalui penyebutan angka yang
terkandung di dalamnya sehingga kita dapat membahasnya secara mudah
banyak hal menarik dalam hadits-hadits seperti ini, disamping sudah
sistematis, pesan yang dikandungnya juga banyak menyentuh persoalan
keseharian. Ada dua langkah yang harus ditempuh, yaitu sebagai berikut:
Pertama,
uraikan pentingnya masalah yang terkandung dalam hadits tersebut.
Misalnya, setiap orang tentu ingin mencapai keselamatan dalam hidupnya
di dunia dan akhirat. Ada faktor-faktor yang disebutkan Rasulullah saw.
Untuk kita laksanakan agar kita bisa meraihnya.
Kedua,
bahas poin-poin hadits satu persatu, jelaskan dengan ayat dan
hadits-hadits terkait serta berilah ilustrasi yang menarik dan aktual.
6. Menanggapi Masalah Aktual dari Sudut Islam
Ada
banyak masalah dan kejadian-kejadian aktual yang perlu ditanggapi dari
sudut pandang ajaran Islam. Hal ini bisa menjadi materi tersendiri dalam
tablig. Materi semacam ini merupakan salah satu pola yang dinantikan
oleh para jamaah. Misalnya, ada kasus kekurangan pangan, busung lapar,
pengangguran, reformasi, kenaikan barang, BBM, dan sebagainya. Ada tiga
langkah yang harus ditempuh dalam membahas pola ini :
Pertama, ungkap masalah yang dimaksud dan pentingnya bagi kaum muslimin menyikapi masalah ini.
Kedua,
kaitkan masalah tersebut dengan sudut pandang ajaran Islam, baik yang
berkaitan dengan hukum maupun petunjuk-petunjuk teknis dalam Al-Qur’an
dan hadits.
Ketiga, ilustrasikan masalah tersebut dengan sikap generasi terdahulu, pada masa Rasul maupun sahabat dan ulama-ulama kemudian.
Demikian
secara umum pola-pola penyiapan dan penulisan materi dakwah yang bisa
kita lakukan. Dengan tersusunnya materi dakwah yang baik, tidak hanya
membuat daya tarik tersendiri dalam uraian kita, tapi juga dapat memberi
pesan-pesan dakwah yang padat dan sistematis dalam upaya menumbuhkan
pemahaman yang benar tentang Islam dan dapat menyikapi serta mengamalkan
ajaran Islam dengan sebaik-baiknya. Dalam kaitan khotbah Jumat, pola
penyusun materi yang padat dan sistematis dalam menguraikannya sangat
diperlukan, apalagi khotbah hanya berlangsung sekitar 20-25 menit.
Manakala
pola seperti yang kita uraikan dalam tulisan ini bisa dikuasai, insya
Allah tidak akan membuat kita sebagai mubalig kehabisan materi dakwah
karena sangat banyak ayat dan hadits yang bisa kita uraikan. Belum lagi
dengan begitu banyak persoalan sehari-sehari di negeri kita yang perlu
kita sikapi sebagaimana yang digariskan di dalam ajaran Islam itu
sendiri. Ketidak mampuan seorang khatib dan mubalig dalam menyusun atau
mengemas materi dakwah akan membuat ia merasa kehabisan materi dakwah,
meskipun sebenarnya ia memiliki ilmu yang banyak.
ADAB HARI JUMAT
Jumat
merupakan salah satu hari yang sangat penting dalam Islam. Rasulullah
saw. sendiri menyebutnya dengan sayyidul ayyam’ penghulu hari ‘.
Rasulullah bersabda:
“
Penghulu hari adalah jumat dan ia adalah seagung-agung hari bagi Allah.
Bahkan lebih agung bagi Allah daripada Idul Fitri dan Idul Adha” (HR
Ahmad dan Ibnu Maajah).
Karena
itu, setiap muslim semestinya menjadikan hari jumat sebagai hari yang
lebih khusus. Di Indonesia pada masa lalu, hari Jumat dijadikan sebagai
hari libur, namun penjajah Belanda mengubahnya menjadi hari Ahad.
Walaupun demikian, sekarang masih ada sekolah-sekolah Islam yang
liburnya hari Jumat, bahkan bisa jadi ada negeri-negeri Islam yang
menjadikan hari Jumat sebagai hari libur Nasional.
Hari
jumat juga hendaknya menjadi momentum untuk meningkatkan ketakwaan
kepada Allah swt. Apalagi shalat jumat merupakan satu-satunya forum
tablig yang jamaahnya suci (berwudhu), sehingga dengan kesucian fisik
itu, seorang muslim insya Allah dapat mencapai kesucian jiwa. Apalagi
bila hal-hal yang terkait dengan sunnah-sunnah di hari jumat bisa
diamalkan. Inilah di antara penyebabnya sehingga perlu dibahas dan
dipahami secara khusus tentang adab jumat yang digariskan dalam Islam.
ADAB PADA HARI JUMAT
Pada
hari jumat terdapat beberapa amal yang disunahkan, bahkan dianjurkan
oleh Rasulullah. Bila dilaksanakan dengan baik, insya Allah kualitas
ketakwaan kita kepada-Nya bisa menjadi lebih baik.
1. Memperbanyak Shalawat Kepada Nabi
Bershalawat
kepada Nabi Muhammad saw. merupakan sesuatu yang sangat dianjurkan,
bahkan diperintahkan oleh Allah swt.. Hal ini terdapat dalam firman
Allah:
”Sesungguhnya
Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang
yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam
penghormatan kepada-nya “ (al-Ahzab: 56)
Bila
bershalawat kepada Nabi diperintahkan oleh Allah swt. Kepada
orang-orang beriman, maka hal ini menjadi lebih ditekankan lagi untuk
dilakukan pada hari Jumat, Rasulullah saw. bersabda:
Perbanyaklah
shalawat untukku pada hari jumat, karena sesungguhnya shalawatmu
disaksikan malaikat dan sesungguhnya seseorang tidaklah membaca shalawat
padaku melainkan doa shalawatnya itu ditampakkan kepadaku sampai ia
selesai membacanya.”(HR. Ibnu Maajah dari Abud Darda)
2. Memperbanyak Doa
Pada
hari jumat, kaum muslimin sangat dianjurkan untuk banyak berdoa, karena
pada hari jumat Allah akan mengabulkan doa hamba-Nya.
Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Rasulullah saw. bersabda :
“Sesungguhnya
pada hari jumat, ada suatu saat tiada didapati oleh seorang muslim dan
ia sedang shalat, memohon kepada Allah suatu kebajikan, melainkan Allah
memberikan kepadanya (HR. Jamaah)
3. Memperbanyak Membaca Al- Qur’an
Membaca
Al-Qur’an adalah suatu ibadah yang harus banyak dilakukan kaum
muslimin, apalagi pada hari jumat. Surah yang sangat dianjurkan untuk
membacanya pada hari jumat adalah surah kahfi, surah Yasin, al-Baqaroh
yang akan memberikan keutamaan yang besar.
4. Mandi dan Berhias
Ibadah
jumat merupakan saat kaum muslimin berjumpa dan berkumpul dengan muslim
yang lain dalam jumlah yang banyak dan di tempat yang sangat mulia,
yakni di masjid. Karena itu, perjumpaan ini harus berlangsung dengan
menyenangkan dan para jamaah harus antusias atau bersemangat untuk
mengikuti dan melaksanakan ibadah jumat. Dalam hal ini, Rasulullah
bersabda:
“Wajib
bagi setiap muslim mandi pada hari jumat, memakai sebaik-baik pakaian
(yang dimilikinya) dan jika ia punya wangi-wangian maka pakailah.” (HR
Ahmad dari Abu Said)
5. Memotong Kuku dan Kumis
Kebersihan
dan kerapian merupakan sesuatu yang sangat ditekankan di dalam Islam.
Karena itu, sepekan sekali seorang muslim memotong kukunya dan
menggunting kumisnya agar tampak rapi. Dalam suatu hadits diterangkan
“Rasulullah saw. memotong kuku dan menggunting kumisnya pada hari jumat sebelum beliau pergi shalat.” (HR Baihaqi dan Thabrani)
6. Menyegerakan Datang ke Masjid
Sebagai
ibadah yang sangat penting, ibadah Jumat semestinya dilaksanakan oleh
kaum muslimin yang dapat menunjukkan kesungguhan atau keseriusan. Karena
itu, kaum muslimin harus datang ke tempat pelaksanaan ibadah jumat
sebelum waktu jumat tiba dan lebih bagus lagi bila bisa dating lebih
pagi lagi, sehingga ia akan memperoleh nilai keutamaan yang besar.
Rasulullah saw. bersabda:
“
Barang siapa yang mandi pada hari Jumat serupa junub, kemudian
pagi-pagi (datang awal) ia pergi ketempat jumat pahalanya serupa dengan
pahala berkorban seekor unta gemuk. Barang siapa pergi pada saat kedua,
maka seolah-olah ia berkorban dengan seekor sapi. Barang siapa yang
pergi pada saat ketiga maka seolah-olah ia berkorban dengan seekor
kambing. Barang siapa pergi pada saat keempat, maka seolah-seolah ia
berkorban dengan seekor ayam. Barang siapa pergi pada saat yang kelima,
maka seolah-olah ia berkorban denga sebutir telur. Maka apabila imam
telah keluar, hadirlah para malaikat untuk mendengar khutbah.” (HR
Jamaah Kecuali Ibnu Maajah)
7. Meluaskan Tempat Duduk
Ibadah
Jumat adalah ibadah yang diikuti oleh kaum muslimin dalam jumlah yang
banyak agar masjid yang menjadi tempat pelaksanaan shalat jumat dapat
menampung jamaah. Karena itu, para jamaah harus merapatkan tempat
duduknya dan jangan sampai ada yang lowong. Jamaah yang ingin menempati
tempat itu meminta kepada jamaah yang sudah duduk untuk meluaskan tempat
duduknya dengan menggeser posisi duduk, bukan malah memerintahkan orang
itu untuk pindah agar ia bisa duduk di tempat itu meskipun ia jamaah
yang masih muda atau lebih muda.
8. Pindah Duduk bila Mengantuk
Ibadah
jumat harus dilaksanakan oleh setiap jamaah dengan khusyu dan penuh
keseriusan. Namun, ternyata tidak sedikit jamaah yang mengantuk, bahkan
sampai tidur ketika khotbah sedang berlangsung hingga selesai khotbah.
Karena itu, meskipun jamaah tidur sambil duduk tidak membatalkan”(jika
posisi duduk tidak berubah), namun rasa mengantuk tersebut tidak boleh
dituruti oleh jamaah jumat sehingga ia tidak mendengarkan uraian
khotbah. Karena itu Rasulullah bersabda sebagai perintah kepada para
jamaah untuk melawan rasa kantuknya itu agar tidak sampai tertidur,
“
Apabila salah seorang diantara kamu mengantuk di tempat duduknya pada
hari jumat maka pindahlah ke tempat lain.” (HR Ahmad dan Tirmidzi)
9. Tidak bertegak Lutut
Rasulullah
menekankan keseriusan mengikuti ibadah jumat dalam bentuk duduk saat
khutbah berlangsung, yakni duduk yang tidak bertegak lutut dan
berselonjor. Karena, duduk seperti ini menggambarkan ketidakseriusan
seperti orang sedang menonton suatu pertunjukkan yang bersifat santai,
Rasululah saw. bersabda:
“Rasulullah
melarang duduk bertegak lutut (di masjid) pada hari jumat, padahal imam
sedang berkhotbah.”(HR Ahmad, Abu Daud, dan Tirmidzi)
10. Tidak Melangkahi Pundak
Kehidupan
seorang muslim harus selalu dihiasi dengan akhlak dan adab yang mulia,
apalagi saat ia berada di tempat yang mulia, yakni di majid. Karena itu,
seandainya ia melihat ada shaf (barisan shalat) yang masih lowong di
bagian depan dan ia ingin menempatinya, maka ia harus menuju ke shaf
depan itu dengan sopan. Bukan malah menunjukkan sikap yang sombong
hingga melangkahi pundak-pundak orang yang dilewatinya. Apalagi kalau
sebenarnya sudah tidak ada tempat yang lowong. Rasulullah saw. bersabda,
“Seorang
laki-laki datang melangkahi pundak orang-orang (duduk mendengar
khotbah) pada hari jumat, padahal Nabi sedang berkhotbah, lalu
Rasulullah menyuruh dia, ‘Duduklah karena sesungguhnya engkau
mengganggu.” (HR Ahmad)
11. Shalat Tahiayatul Masjid
Sebagai
tempat yang mulia, maka setiap kali kaum muslimin memasuki masjid, ia
harus memberikan penghormatan kepada masjid dalam bentuk melaksanakan
shalat tahiyatul masjid, bahkan meskipun khatib sedang berkhotbah, dalam
satu hadits diterangkan,
“
Seseorang masuk ke masjid pada hari Jumat, sedangkan Rasulullah sedang
berkhotbah, lalu beliau bertanya, ‘sudah shalatkah kamu? Ia menjawab,
‘Belum. ‘Nabi berkata,’Shalatlah dua rakaat.” (HR. Jabir)
12. Diam Ketika Khotbah Berlangsung
Setiap
jamaah yang mengikuti pelaksanaan ibadah Jumat tidak dibenarkan
melakukan pembicaraan sepatah katapun kepada sesama jamaah, meskipun
maksudnya untuk menegur jamaah lain yang sedang berbicara. Hal ini
menunjukkan bahwa para jamaah harus bersungguh-sungguh mendengarkan
khotbah Jumat. Rasulullah saw. bersabda,
“Bila
engkau katakan kepada temanmu pada hari jumat, ‘Diam,’ sewaktu khotbah,
maka sesungguhnya engkau telah menyia-nyiakan (shalat Jumatmu).” (HR
Bukhari dan Muslim)
13. Memperhatikan Khatib sedang Berkhotbah
Khotbah
Jumat merupakan rangkaian yang tidak terpisah dari pelaksanaan shalat
jumat, karena para jamaah bukan hanya harus mendengar khotbah, tapi
sedapat mungkin menatap wajah khatib yang sedang berkhotbah sebagaimana
hal itu dilakukan oleh para sahabat, hal ini terdapat dalam Hadits,
“Adi
bin Tsabit berkata,’Adalah Nabi saw. apabila telah berdiri di atas
mimbar, maka para sahabat (hadirin) menghadapkan muka-muka mereka kepada
Nabi saw.’ (HR. Ibnu Majah)
14. Tidak Boleh Meninggalkan Jumat Sampai Tiga Kali
Oleh
karena ibadah Jumat merupakan sesuatu yang sangat penting, maka seorang
muslim tidak boleh meninggalkannya tanpa uzur syar’i. Yakni halangan
yang dibenarkan menurut syariat, seperti sakit, dalam perjalanan, dan
sebagainya, apalagi bila tidak melaksanakan shalat sampai tiga kali
berturut-turut, maka ia akan dicap oleh Allah swt. Sebagai orang yang
lalai dan dipahami juga oleh sebagian ulama sebagai kafir. Dalam hadits
diterangkan oleh Rasulullah saw.,
Ibnu
Ja’ad adh-Dhamri ra. menerangkan bahwasanya Rasulullah saw. bersabda,”
Barang siapa meninggalkan tiga kali jumat karena menganggap enteng,
niscaya Allah mencapkan hatinya.”(HR Ahmad, Abu Daud, Nasa’i, Tirmidzi,
dan Ibnu Majah)
Demikianlah
secara umum keutamaan hari Jumat dan hal-hal yang harus kita
laksanakan, baik menjelang pelaksanaan shalat, saat berlangsung shalat,
maupun setelahnya.
KAIFIYAT KHOTBAH JUMAT
Khotbah
jumat merupakan kesempatan yang amat baik untuk memberikan nasihat
kepada jamaah dalam rangka peningkatan ketakwaan kepada Allah swt.
Khotbah ini menjadi sangat penting dan strategis karena dihadiri oleh
jamaah dalam jumlah yang banyak sehingga banyak sekali masjid yang tidak
mampu menampung jamaah jumat yang berasal dari berbagai kalangan, baik
tua maupun muda, kaya maupun miskin, berpendidikan tinggi maupun rendah,
yang berpangkat maupun orang biasa, begitulah seterusnya. Sisi lain
yang sangat penting untuk diperhatikan adalah jamaah jumat yang banyak
itu semau dalam keadaan suci (berwudhu), mudah-mudahan dari kesucian
jasmani itu, dimiliki juga kesucian rohani sehingga mudah bagi mereka
untuk menerima dan melaksanakan pesan-pesan dakwah dari seorang khatib.
Agar
target khotbah yang hendak dicapai itu bisa terpenuhi, maka disamping
kemampuan berkhotbah yang bisa diandalkan dengan kepribadian sang khatib
yang baik. Khotbah juga harus dilaksanakan sesuai dengan sunnah
Rasulullah saw. yang dalam istilah fiqihnya disebut dengan kaifiyat
(tata cara) khotbah. Memahami kaifiyat khotbah jumat menjadi sesuatu
yang sangat penting karena khotbah jumat merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari pelaksanaan ibadah jumat itu sendiri. Berikut ini
adalah hal-hal yang harus dipahami dan dilaksanakan oleh seorang khatib
dalam menyampaikan khotbah jumat.
NAIK KE MIMBAR DAN MEMBERI SALAM
Setelah
waktu jumat tiba, biasanya ta’mir masjid naik ke mimbar untuk
menyampaikan beberapa pengumuman termasuk mempersilahkan khotib naik ke
mimbar. Setelah dipersilahkan, khatib harus segera naik ke mimbar dan
memberi ucapan salam. Hal tersebut terdapat dalam hadits Nabi saw.
“Jabir meriwayatkan bahwa sesungguhnya Nabi saw. apabila naik ke mimbar, maka ia memberi salam (HR Ibnu Maajah).
DUDUK DAN MENDENGARKAN ADZAN
Setelah
memberi salam, Khatib duduk di atas kursi atau bangku yang terdapat di
atas mimbar, lalu muadzin memperdengarkan azan sebagaimana terdapat
dalam hadits Nabi,
“Adalah
bilal, biasa azan apabila Nabi saw. duduk di atas mimbar dan ia iqamat
apabila Nabi saw. telah turun.” (HR Ah-mad dan Nasa’i)
MEMENUHI RUKUN KHOTBAH
Khotbah
jumat tentu saja ada rukun-rukunya yang harus dipenuhi, baik pada
khotbah pertama maupun khotbah kedua. Adapun rukun-rukun khotbah itu
antara lain mengucapkan hamdalah, syahadatain, shalawat atas Nabi,
menyampaikan wasiat takwa, membaca ayat-ayat Al-Quran dan berdoa,
khususnya doa memintakan ampun bagi muslim dan muslimah, hal ini
dikemukakan di dalam hadits-hadits berikut;
Dari
Abu Hurairah ra. Bahwa Nabi saw. bersabda “ Tiap-tiap pembicaraan yang
tidak didahului dengan hamdalah, maka dia itu sia-sia” (HR Abu Daud dan
Ahmad)
“Khotbah yang di dalamnya tidak berisikan syahadat seperti tangan yang berpenyakit kusta “ (HR Abu Daud dan Tirmidzi)
“Adalah
Rasulullah saw. biasa berkhotbah dengan berdiri dan duduk di antara dua
khotbah, membaca beberapa ayat dan memberi nasihat kepada jamaah” (HR
Jamaah kecuali Bukhari dan Tirmidzi).
“Dari
Samurah bin Jundab bahwasanya Nabi saw. memintakan ampun bagi mukminin
dan mukminat di tiap-tiap jumat.” (HR Daruquthni dengan isnad yang
lemah)
MENYAMPAIKAN KHOTBAH DENGAN SINGKAT, PADAT, DAN SUARA YANG LANTANG
Dalam
menyampaikan khotbah, Rasulullah saw. mencontohkan kepada kita untuk
berkhotbah dengan waktu yang singkat dengan materi yang padat serta
didukung oleh suara yang lantang sebagamana hadits berikut.
“Sesungguhnya
Nabi saw. tidak pernah memanjangkan khotbahnya pada hari jumat.
Sesungguhnya khotbah itu hanya berisikan kalimat-kalimat yang pendek.”
(HR Abu Daud dari Jabir)
“Dari
Jabir bin Abdullah bahwa biasanya Rasulullah ketika berkhotbah merah
matanya, lantang suaranya, bagaikan seseorang yang sedang marah,
seakan-akan komandan pasukan yang memperingatkan agar anak buahnya
selalu berlaku waspada pagi dan petang.”(HR Muslim)
IQOMAT BILA KHUTBAH SELESAI
Bila
khotib telah selesai menyampaikan khotbahnya, maka muadzin menyampaikan
iqomat sebagaimana hadits di atas untuk selanjutnya dilaksanakan sholat
Jumat. Sebagian masjid telah memiliki imam tetap yang dapat memimpin
sholat setiap saat termasuk sholat Jumat. Namun sebagian yang lain tidak
memiliki imam tetap dan biasanya khotib sekaligis diminta untuk menjadi
Imam Sholat. Karena itu penting juga bagi para khotib mempersiapkan
diri untuk menjadi imam ketika ia menjadi khotib di sebuah
tempat/masjid.
Demikianlah
tuntunan pelaksanaan khotbah Jumat, semoga kiranya pembahasan ini dapat
memberikan pemahaman yang cukup yang dapat menjadikan para peserta
kursus khotib di tempat ini menjadi khotib yang handal dan mumpuni.
No comments:
Post a Comment