BAB I
PENDAHULUAN
1.1.LATAR BELAKANG
sistem logistik ditujukan untuk meningkatkan keamanan, efisiensi, dan efektfitas pergerakan barang, informasi, dan uang mulai dari titik asal (point of origin) sampai dengan titik tujuan (point of destination) sesuai dengan jenis, kualitas, jumlah, waktu dan tempat yang dikehendaki konsumen.
Secara umum kegiatan logistik terdiri dari 2 (dua) kegiatan yaitu kegiatan pergerakan (move) dan kegiatan penyimpanan (store), sehingga jika kedua kegiatan ini direncanakan dan dikendalikan secara ketat, maka masalah sistem logistik secara keseluruhan akan dapat terselesaikan dengan baik. Dua kegiatan utama tersebut diurai menjadi beberapa kegiatan yaitu pemrosesan pesanan, transportasi, persediaan, penanganan barang, struktur fasilitas dan sistem informasi dan komunikasi. Ketujuh kegiatan itu disebut juga sebagai bauran kegiatan logistik (logistics activity mix) dimana semua kegiatan tersebut tidak dapat dihindarkan keberadaannya dalam sebuah sistem rantai pasok (Supply Chain System). Dalam sistem distribusi ini banyak faktor yang memengaruhi keberhasilan atau ketidakberhasilannya, adapun faktor dimaksud yaitu (1) apakah sarana dan prasarana angkutan sudah memadai, dalam rangka mengirim barang ke tujuan secara tepat waktu (transportation) (2) apakah yakin bahwa jumlah barang yang dikirim sudah pasti sesuai DO (Delivery Order) yang dikeluarkan Departemen Sales (inventory), (3) Apakah pusat-pusat distribusi (Warehouse) beserta fasilitas pendukungnya sudah siap, sehingga barang sampai ke dealer tak terkendala (facility structutre), (4) apakah sistem penanganan barang-barang sudah memadai, sehingga tidak terjadi kerusakan dan kehilangan dalam distribusi (material handling), (5) apakah sistem informasi dan komunikasi yang dimiliki/digunakan sudah sesuai dengan kebutuhan (communication & information).
BAB II
PEMBAHASAN
2.2 DEFINISI LOGISTIK
Konteks logistik identik dengan organisasi, pergerakan, dan penyimpanan dari material dan manusia. Domain dari aktivitas logistik sendiri adalah menyediakan sistem dengan produk yang tepat, di lokasi yang tepat, pada waktu yang tepat (right product, in the right place, at the right time) dengan mengoptimasikan pengukuran performansi yang diberikan contohnya meminimalisir total biaya operasional dan memenuhi kualifikasi yang diberikan sesuai dengan kemampuan dari klien dan sesuai dengan kualitas pelayanan (Ghiani et al., 2004).
Logistik menurut Council of Supply Chain Management Professionals (CLM, 2000) adalah bagian dari manajemen rantai pasok (supply chain) dalam perencanaan, pengimplementasian, dan pengontrolan aliran dan penyimpanan barang, informasi, dan pelayanan yang efektif dan efisien dari titik asal ke titik tujuan sesuai dengan permintaan konsumen. Untuk mengalirkan barang dari titik asal menuju titik tujuan akan membutuhkan beberapa aktivitas yang dikenal dengan ‘aktivitas kunci dalam logistik’ diantaranya: 1) customer service, 2) demand forecasting/planning, 3) inventory management, 4) logistics communications, 5) material handling, 6) traffic and transportation, dan 7) warehousing and storage (Lambert et al., 1998).
Dalam Cetak Biru Pengembangan Sistem Logistik Nasional (Perpres No. 26 Tahun 2012), logistik didefinisikan sebagai bagian dari rantai pasok (supply chain) yang menangani arus barang, informasi, dan uang melalui proses pengadaan (procurement), penyimpanan (warehousing), transportasi (transportation), distribusi (distribution), dan pelayanan pengantaran (delivery services). Adapun penyusunan sistem logistik ditujukan untuk meningkatkan keamanan, efisiensi, dan efektfitas pergerakan barang, informasi, dan uang mulai dari titik asal (point of origin) sampai dengan titik tujuan (point of destination) sesuai dengan jenis, kualitas, jumlah, waktu dan tempat yang dikehendaki konsumen.
Secara umum kegiatan logistik terdiri dari 2 (dua) kegiatan yaitu kegiatan pergerakan (move) dan kegiatan penyimpanan (store), sehingga jika kedua kegiatan ini direncanakan dan dikendalikan secara ketat, maka masalah sistem logistik secara keseluruhan akan dapat terselesaikan dengan baik. Dua kegiatan utama tersebut diurai menjadi beberapa kegiatan yaitu pemrosesan pesanan, transportasi, persediaan, penanganan barang, struktur fasilitas dan sistem informasi dan komunikasi. Ketujuh kegiatan itu disebut juga sebagai bauran kegiatan logistik (logistics activity mix) dimana semua kegiatan tersebut tidak dapat dihindarkan keberadaannya dalam sebuah sistem rantai pasok (Supply Chain System). Dalam sistem distribusi ini banyak faktor yang memengaruhi keberhasilan atau ketidakberhasilannya, adapun faktor dimaksud yaitu (1) apakah sarana dan prasarana angkutan sudah memadai, dalam rangka mengirim barang ke tujuan secara tepat waktu (transportation) (2) apakah yakin bahwa jumlah barang yang dikirim sudah pasti sesuai DO (Delivery Order) yang dikeluarkan Departemen Sales (inventory), (3) Apakah pusat-pusat distribusi (Warehouse) beserta fasilitas pendukungnya sudah siap, sehingga barang sampai ke dealer tak terkendala (facility structutre), (4) apakah sistem penanganan barang-barang sudah memadai, sehingga tidak terjadi kerusakan dan kehilangan dalam distribusi (material handling), (5) apakah sistem informasi dan komunikasi yang dimiliki/digunakan sudah sesuai dengan kebutuhan (communication & information).
2.2. SISTEM LOGSTIK
Adapun yang menjadi obyek dari sistem logistik dapat berupa barang jadi, barang ½ jadi, maupun bahan baku. Untuk memaksimalkan nilai sistem logistik yang diupayakan, diperlukan variasi rencana mengenai pengambilan keputusan untuk setiap tahapan aktivitasnya. Perencanaan sistem logistik yang mendukung juga mempengaruhi desain dan operasional sistem logistik yang akan diberlakukan guna menciptakan efisiensi dan efektifitas produksi suatu barang dan jasa.
2.3. ELEMEN SISTEM LOGISTIK
Dalam pembahasan mengenai sistem logistik, perlu diketahui bahwa obyek logistik tidak terbatas hanya pada logistik barang, melainkan termasuk logistik penumpang, logistik bencana, dan logistik militer (pertahanan keamanan) yang dilakukan oleh setiap pelaku bisnis dan industri baik pada sektor primer, sekunder maupun tersier dalam rangka menunjang kegiatan operasionalnya. Lebih lanjut dalam ini diuraikan bahwa aktivitas logistik juga melibatkan berbagai pemangku kepentingan yang dapat dikategorisasikan kedalam dalam lima kelompok, diantaranya:
1. Konsumen, Pengguna logistik yang membutuhkan barang untuk penggunaan proses produksi maupun untuk konsumsi. Konsumen berkewenangan untuk menentukan sendiri jenis dan jumlah barang yang akan dibeli, dari siapa dan dimana barang tersebut ingin dibeli dan kemana tujuan barang tersebut diantarkan.
2. Pelaku Logistik (PL) Yaitu sebagai pemilik dan penyedia barang yang dibutuhkan oleh para konsumen, dibagi menjadi dua diantaranya:
a. Produsen, pelaku logistik yang bertindak sebagai penghasil/ pembuat barang.
b. Penyalur (intermediare) yang bertindak sebagai perantara perpindahan kepemilikan barang dari produsen menuju ke konsumen melalui saluran distribusi (pedagang besar/wholesaler, grosir, distributor, agen, pasar, pengecer, warung, dan sebagainya) dalam suatu mekanisme tata niaga.
3. Penyedia Jasa Logistik (Logistics Service Provider) Merupakan institusi penyedia jasa yang bertugas mengirimkan barang (transporter, freight forwarder, shipping liner, EMKL, dsb) dari lokasi asal barang (shipper), seperti produsen, pemasok, atau penyalur; menuju tempat tujuannya (consignee), seperti konsumen, penyalur, atau produsen; dan jasa penyimpanan barang (pergudangan, fumigasi, dan sebagainya).
4. Pendukung Logistik, Yaitu institusi mendukung efektivitas dan efisiensi kegiatan logistik, dan turut berkontribusi dalam penyelesaian jika terjadi permasalahan selama aktivitas logistik berlangsung. Adapun aktor-aktor yang termasuk dalam kategori ini diantaranya asosiasi, konsultan, institusi pendidikan dan pelatihan serta lembaga penelitian.
5. Pemerintah. Adapun peran pemerintah dalam aktivitas logistik diantaranya, sebagai:
a. Regulator yang menyiapkan peraturan perundangan dan kebijakan.
b. Fasilitator yang meyediakan dan membangun infrastruktur logistik yang diperlukan untuk terlaksananya proses logistik.
c. Integrator yang mengkoordinasikan dan mensinkronkan aktivitas logistik sesuai dengan visi yang ingin dicapai, dan pemberdayaan baik kepada pelaku logistik, penyedia jasa logistik maupun pendukung logistik.
Ada 5 (lima) komponen yang bergabung untuk membentuk sistem logistik, yaitu:
1) Struktur Lokasi Fasilitas Jaringan fasilitas yang dipilih oleh suatu perusahaan adalah fundamental bagi hasil-hasil akhir logistiknya. Jumlah, besar, dan pengaturan geografis dari fasilitas-fasilitas yang dioperasikan atau digunakan itu mempunyai hubungan langsung dengan kemampuan pelayanan terhadap nasabah perusahaan dan terhadap biaya logistiknya. Jaringan fasilitas suatu perusahaan merupakan seraangkaian lokasi ke mana dan melalui mana material dan produk-prodduk diangkut. Untuk tujuan perencanaan, fasilitas-fasilitas tersebut meliputi pabrik, gudang-gudang, dan toko-toko pengecer. Seleksi serangkaian lokasi yang unggul (superior) dapat memberikan banyak keuntungan yang kompetitif. Tingkat efisiensi logistik yang dapat dicapai itu berhubungan langsung dengan dan dibatasi oleh jaringan fasilitas.
2) Transportasi. Pada umumnya, satu perusahaan mempunyai 3 (tiga) alternatif untuk menetapkan kemampuan transportasinya. Pertama, armada peralatan swasta apat dibeli atau disewa. Kedua, kontrak khusus dapat diatur dengan spesialis transport untuk mendapatkan kontrak jasa-jasa pengangkutan. Ketiga, suatu perusahaan dapat memperoleh jasa-jasa dari suatu perusahaan transport berijin (legally authorized) yang menawarkan pengangkutan dari suatu tempat ke tempat lain dengan biaya tertentu.
Ketiga bentuk transport ini dikenaal sebagai private (swasta), contract (kontrak) dan common carriage (angkutan umum). Dilihat dari sudut pandang sistem logistik, terdapat 3 (tiga) faktor yang memegang peranan utama dalam menentukan kemampuan pelayanan transport, yaitu: (1) Biaya, (2) Kecepatan, dan (3) Konsistensi. Dalam merancang suatu sistem logistik, hendaklah dimantapkan suatu keseimbangan yang teliti antara biaya transportasi itu dengan mutu pelayanannya. Mendapatkan keseimbangan transportasi yang tepat merupakan salah satu tujuan utama dari analisa sistem logistik.
Ada 3 (tiga) aspek transportasi yang harus diperhatikan karena berhubnungan dengan sistem logistik. Pertama, seleksi fasilitas mentapkan suatu struktur atau jaringan yang membatasi ruang-lingkup alternatif-alternatif transport dan menentukan sifat dari usaha pengaangkutan yang hendak diselesaikan. Kedua, biaya dari pengangkutan fisik itu menyangkut lebih daripada ongkos pengangkutan saja diantara 2 lokasi. Ketiga, seluruh usaha untuk mengintegrasikan kemampuan transport ke dalam suatu sistem yang terpadu mungkin akansia-sia saja jika pelayanan tidak teratur (sporadic) dan tidak konsisten.
3. Pengadaan Persediaan
Kebutuhan akan transport di antara berbagai fasilitas itu didasarkan atas kebijaksanaan persediaan yang dilaksanakan oleh suatu perusahaan. Secara teoritis, suatu perusahaan dapat saja mengadakan persediaan setiap barang yang ada dalam persediaannya pada setiap fasilitas dalam jumlah yang sama. Tujuan dari integrasi persediaan ke dalam sistem logistik adalah untuk mempertahankan jumlah item yang serendah mungkin yang sesuai dengan sasaran pelayanan untuk nasabah.
2.4. MASALAH PELAKU DAN PENYEDIA JASA LOGISTIK
Kondisi Saat Ini
Penyedia jasa logistik Indonesia lokal umumnya fokus pada penyediaan jasa logistik dasar (basic services), atau dengan kategori Logistics Service Provider (LSP). Hanya sedikit dariLSP tersebut yang telah menyediakan jasa bernilai tambah (value added services) atau kategori Third Party Logistics(3PL). Selain itu, bidang-bidang usaha yang berkaitan dengan logistik saat ini terkelompok menurut kementerian pembinanya masing-masing, misalnya Kementerian Perhubungan terkait dengan jasa transportasi, Kementerian Perdagangan terkait dengan pergudangan, dan Kementerian Komunikasi dan Informatika yang terkait dengan jasa kurir/titipan.
Seiring dengan volume perdagangan antar negara yang semakin meningkat dan pertumbuhan produksi yang sangat besar, jasa logistik dituntut untuk memberikan pelayanan yang lebih baik, dengan standar keamanan yang tinggi serta kecepatan dan ketepatan waktu pengiriman. Oleh karena itu penyedia jasa dituntut untuk menyesuaikan status bisnisnya menjadi International Freight Forwarder(IFF), sehingga memiliki standar layanan sesuai dengan permintaan dunia internasional dan kesempatan pelayanan yang lebih luas. Namun demikian, kendala yang sering dihadapi oleh penyedia jasa logistik Indonesia adalah status kegiatannya yang berupa agen. Oleh sebab itu, IFF harus merubah kategori usahanya dari jasa Cargo menjadi Penyedia Jasa Logistik. Sebagai Penyedia Jasa Logistik, pengusaha dapat menawarkan jasa Angkutan Multimoda/MTO yang dapat berupa port to door atau door to door, pergudangan sebagai penyimpanan temporer, bukan sebagai basis untuk distribusi, dan one stop service. Dalam prakteknya sebagian besar dari pemain jasa angkutan barang ini adalah sebagai agen dari Multi National Corporation(MNC). Sementara itu, kemajuan usaha jasa pengiriman barang internasional telah bermigrasi menjadi jasa pergerakan barang, dan berkembang menjadi Architect of Cargo Movement dan akhirnya mendayagunakan ilmu dan teknologi Supply Chain Management.
Di sisi lain, saat ini cukup banyak lembaga berbentuk asosiasi, gabungan, organisasi atau sejenisnya yang bergerak dalam bidang logistik. Lembaga-lembaga tersebut pada umumnya melaksanakan kegiatan pada segmen tertentu dari pengertian logistik secara utuh, misalnya jasa transportasi, jasa bongkar muat, jasakepabeanan, jasa pergudangan, jasa pengiriman barang titipan, dan jasa-jasa terkait lainnya, baik melalui darat, laut maupun udara.
Persentase asosiasi/pengusaha yang melaksanakan jasa logistik secara terpadu relatif kecil dan hanya dalam cakupan kegiatan yangterbatas. Penyedia Jasa Logistik dalam skala besar dan mencakup kegiatan dari hulu ke hilir, kebanyakan didominasi perusahaan multi nasional yang tidak termasuk di dalam keanggotaan asosiasi di Indonesia. Berdasarkan buku Standard Trade and Industry Directory of Indonesia 2006 dapat diidentifikasi beberapa bidang yang memiliki keterkaitan dengan sektor logistik.
Perusahaan yang dominan adalah usaha dalam bidang shippingdan freight forwardingyang totalnya mencapai 81,88% dari keseluruhan jumlah industri logistik di Indonesia. Selain itu, beberapa jenis layanan lain yang bergerak dalam bidang industri logistik adalah kontainer, courier, packaging, rail transport, roadtransport, storage, tanker dan warehouse.
Jumlah perusahaan terbesar melayani jasa pelayaran/angkutan laut yaitu sejumlah 1.669 (seribu enam ratus enam puluh sembilan) perusahaan atau 43,83% (empat puluh tiga koma delapan puluh tiga persen), disusul pengurusan dokumen (freight forwarding) sebesar 1.449 (seribu empat ratus empat puluh sembilan) perusahaan atau 38,05% (tiga puluh delapan koma nol lima persen). Kedua jenis layanan tersebut mendominasi jasa pelayanan sektor logistik yang ada, sementara sisanya dimiliki oleh jasa warehouse 3,83% (tiga koma delapan puluh tiga persen), courier 3,28% (tiga koma dua puluh delapan persen), serta jasa layanan lainnya yang memiliki prosentase dibawah 3% (tiga persen). Jumlah perusahaan terkait dengan logistik berdasarkan deskripsi layanan yang diberikan adalah shipping and forwarding agents, cargo, sea transportmemiliki jumlah perusahaan yang terbesar yaitu 854 (delapan ratus lima puluh empat) atau 22,43% (dua puluh dua koma empat puluh tiga persen), disusul freight brokers 621 (enam ratus dua puluh satu) perusahaan atau 16,31% (enam belas koma tiga puluh satu persen) dan shipping and forwarding agents internationalsebanyak 424 (empat ratus dua puluh empat) perusahaan atau 11,13% (sebelas koma tiga belas persen). Jenis layanan lainnya hanya dilayani beberapa perusahaan yang memiliki prosentase dibawah 10% (sepuluh persen). Hal ini menunjukkan penyebaran jenis kegiatan yang cukup merata di luar kedua jenis layanan dominan tersebut yang totalnya mencapai 49,87% (empat puluh sembilan koma delapan tujuh persen).
Permasalahan Penyedia Jasa Logistik
Dari sisi dan penyedia jasa logistik, Indonesia masih didominasi oleh perusahaan-perusahaan multinasional atau perusahaan-perusahaan nasional yang berafiliasi dengan perusahaan perusahaan multinasional. Layanan logistik yang ditangani terfragmentasi dalam sebaran kegiatan transportasi, pergudangan, freight forwarding, kargo, kurir, shipping, konsultansi,dan sebagainya, sehingga tidak ada satu perusahaan nasional yang menguasai pasar secara dominan. Kemampuan penyedia jasa logistik Indonesia masih terbatas baik dalam jaringan internasional, maupun permodalan. Selain itu perijinan Lisensi bagi LSP asing di Indonesia ada yang ditangani oleh Kementerian Perdagangan, ada yang dari Kementerian Perhubungan, bahkan ada yang dari Kementerian Komunikasi dan Informatika.
Bagaimana logistik Indonesia menghadapi pasar bebas?
Di Sislognas sudah dirumuskan cetak biru guna membantu mempersiapkan sektor logistik nasional untuk siap berdaya saing. Mengapa demikian karena kita melihat bahwa logistik itu ternyata kalau diamati terlihat dua perspektif, yaitu pelaku dan negara. Dalam beberapa aspek ternyata tidak bisa semata-mata mengandalkan pelaku. Banyak aspek-aspek yang harus dibenahi dan dicampurtangani oleh negara. Karena kalau mengandalkan pelaku saja sangat terbatas. Apalagi orientasi mereka rata-rata profit.
Lalu apa yang harus disiapkan untuk menghadapi liberalisasi logistik ini?
Dalam konteks ini setidaknya ada enam aspek yang menjadi kritikal faktor untuk kita benahi ke depan. Pertama, bahwa Indonesia sampai sekarang belum memiliki komoditi unggulan. Selama ini, komoditi apapun dengan cara yang sama, dengan sistemnya sama dan berjalan natural. Tapi kalau melihat di beberapa negara, misalnya Thailand, di sana logistik berbasis agro. Seluruh kebijakan logistik nasional yang terkait agro di-create oleh pemerintah mulai dari produk apa yang akan dikembangkan, infrastruktur untuk mengembangkan produk, dan intensif bagi para pelaku industri sehingga berkembang. Kedua, infrastruktur ini tidak mungkin mengandalkan pelaku sehingga harus menjadi domain pemerintah.
Terkait infrastruktur, mana yang lebih utama darat, laut, atau udara?
Bagi sektor logistik nasional termasuk para pelaku, infrastruktur yang mereka inginkan adalah yang mampu memperlancar arus barang dengan biaya seefisien mungkin. Oleh karena itu perspektif dari industri logistik entah itu pelaku dan penyedia jasa logistik adalah selama mereka membangun infrastruktur yang mengarah pada efisiensi biaya dan kelancaran barang mereka akan support. Jangan dengan infrastruktur itu biaya semakin mahal sehingga barang semakin lama sampainya. Karena logistik itu butuh kepastian dan bisa berimbas pada harga-harga.
Secara praktik dan teori infrastruktur, yang paling murah adalah laut, lalu kereta api dan udara. Kalau bicara efisien maka infrastruktur yang harus dibangun adalah dua yang pertama yaitu laut dan kereta api. Oleh karena itu perhatian kita atas Sislognas adalah membangun transportasi berbasis laut. Dengan kondisi pulau yang banyak, bagaimana bisa berjalan kalau kapal dan pelabuhannya tidak ada. Berarti itu perlu dibangun infrastrukturnya.
Bagaimana terkait regulasi di bidang logistik?
Ketiga, regulasi karena logistik itu melibatkan multi kementerian, institusi dan lain-lain. Contoh anda ingin menjadi penyedia jasa gudang maka izinnya ke Kementerian Perdagangan. Ingin mendirikan jasa pengiriman ekspres izinnya ke Depkominfo, ingin menjadi transporter atau EMKL atau forwarding perlu ke Perhubungan. Regulasi ini silahkan berjalan dan ada regulasi yang harmonis sehingga tidak menghambat arus barang. Keempat adalah information dan komunikasi teknologi.
Teknologi seperti apa?
Teknologi yang bisa mempercepat arus barang seperti pelabuhan dan bandara dan sebagainya. Yang tidak kalah penting atau kelima adalah SDM. Karena selama ini SDM sangat terbatas.
Apakah masih terbatas perguruan tinggi yang membuka jurusan logistik?Secara nasional belum banyak, perguruan tinggi baru bisa dihitung dengan jari, mungkin kalau di S1 sangat kecil tapi kalau di S2 sudah banyak karena konsentrasi. S2 lebih otoritas dimiliki perguruan tnggi sendiri sedangkan kalau jurusan itu yang menentukan adalah Mendikbud. Jadi ini salah satu challenge di bidang pendidikan yang kita hadapi adalah membangun lembaga pendidikan atau kampus yang fokus di bidang logistik. Selain itu, Indonesia belum punya sertifikat di bidang logistik, BNSP bulum punya sertifikasi profesi di bidang logistik. Sekarang kita yang mendorong supaya itu berdiri, mudah-mudahan di pertengahan tahun 2013 sudah banyak berdiri. Asosiasi Logistik Indonesia tahun ini sudah ada sertifikasinya.
Apa poin terakhir yang krusial untuk dibenahi?
Keenam adalah pelaku penyedia jasa logistik. Industri logistk di Indonesia kuenya sangat besar, tapi yang menguasai pasar tidak ada yang dominan. Kalau yang menguasai pasar menurut penelitian ITB sekitar 27 %. Bila seluruh perusahaan BUMN di bidang logistik dikumpulkan paling hanya 50 triliun, sedangkan logistik swasta paling hanya 1 triliun.
Lain misalnya dengan industri tepung terigu paling dikuasai 3-5 perusahan besar demikian juga gula. Kalau logistik katakan ada perusahaan X menguasai sampai 20 triliun, dia belum mendominasi pasar. Karena karakter itu maka challenge kita adalah menyiapkan perusahaan logistik yang world class. Pemerintah diharapkan bisa menggiring kesana apakah itu perusahan negara atau swasta. Kualitas dan kapabilitas perusahan itu tetap harus menjadi perhatian bersama untuk menghadapi liberalisasi pasar.
Mengapa Indonesia terkesan lambat menyiapkan logistik?
Karena belum kepikiran mungkin. Jadi kita memang boleh dikatakan sangat terlambat, untungnya kita punya market sendiri, mungkin negara lain melihat keluar karena pasar dalam negeri mereka lambat. Dengan cara menyiapkan 6 aspek tadi, kita berharap bisa menghadapi liberalisasi. Welcome to liberalization karena itu keniscayaan.
Apa yang harus disiapkan oleh pelaku logistik lokal?
Kita berharap pelaku bisa mempersiapkan diri sedemikian rupa setidaknya dengan dua hal pokok yaitu penyiapan SDM dan sistem operasi dan teknologi yang bagus. Kalau infrastruktur itu domain pemerintah tapi kalau dua hal ini tidak dimiliki maka kita akan kalah.
Apakah kita siap untuk perang di liberalisasi logsitik?
Era kompetisinya memang semakin ketat, bahasa bisnisnya kalau tidak mempersipkan diri pasti akan kalah.
Dari pengamatan bapak, apakah logistik Indonesi sudah siap ?
Saya bukan menggunakan bahasa diplomasi, kita siap atau tidak siap memang harus di hadapi. Secara keseluruhan, sebenarnya untuk pemain logistik kita siap saja, karena pemain domestik ini, logistik ini ada integritas sistemnya. Tidak ada satu perusahaan logistik manapun yang mengirim barang dari Jakarta ke daerah tanpa kerja sama. Mereka butuh partnership termasuk jaringan global. Masalahnya bagaimana kita bisa menggarap pasar besar di negeri sendiri itu yang perlu kita persiapkan karena pemain asing juga berdatangan.
Apa harapan kedepan untuk pelaku logistik?
Kalau melihat dari sisi kue besarnya logistik kita optimis bahwa kue ini cukup banyak. Kedua saya berharap baik kepada ASPERINDO dan asosiasi lain untuk menyiapkan diri dengan sebaik-baiknya. Persiapan paling baik saya rekomendasikan SDM dan IT. Kalau tidak menyiapkan diri baik SDM atau IT dan tidak ada investasi pasti terlambat dan tenggelam. Selain itu mempelajari aturan yang berkaitan dengan logistik. Melakukan analisa portfolio baik customer dan kompetisi di Indonesia. Saya berharap Sislognas ini bisa dilaksanakan bersama. Kata orang logistik, harus bisa mewujudkan kedaulatan logistik bagi seluruh rakyat Indonesia.
No comments:
Post a Comment