A. Tahapan Pemeriksaan Perkara Sebelum Persidangan
a. Memasukkan Gugatan:
1. Memasukkan gugatan,
2. Mendaftarkan gugatan (setelah biaya perkara dilunasi),
3. Gugatan diberi nomer perkara kemudian diajukan kepada Ketua Pengadilan Agama,
4. Penetapan hari sidang,
5. Panggilan pihak-pihak yang berperkara.
b. Persiapan Sidang:
1. Setelah
Ketua Pengadilan menerima gugatan, maka dia menunjuk Hakim yang
ditugaskan untuk menangani perkara tersebut. Pada prinsipnya,
pemeriksaan dalam persidangan dilakukan oleh Majlis Hakim. Ketua
Pengadilan menunjuk seorang Hakim sebagai ketua majelis dan dua Hakim
anggota.
2. Hakim
yang bersangkutan dengan surat ketetapan menentukan hari siding dan
memanggil para pihak agar menghadap pada siding Pengadilan Agama pada
hari sidang yang telah ditetapkan dengan membawa saksi serta bukti yang
diperlukan (HIR pasal 121 ayat 1).
3. Pemanggilan
pihak yang berperkara dilakukanoleh jurusita. Surat panggilan tersebut
dinamakan Exploit. Exploit beserta salinan surat gugatan diserahkan pada
tergugat pribadi di tempat tinggalnya.
4. Apabila
tergugat tidak ditemukan, surat panggilan tersebut diserahkan kepada
Kepala Desa yang bersangkutan untuk diteruskan kepda tergugat (HIR pasal
390 ayat 1).
5. Apabila
tergugat sudah meninggal, maka surat gugatan disampaikan pada ahli
warisnya, dan apabila ahli warisnya tidak diketahui maka disampaikan
pada Kepala Desa tempat tinggal terakhir
6. Apabilat
empat tinggal tidak diketahui, maka surat panggilan diserahkan pada
Bupati untuk ditempelkan pada papan pengumuman di Pengadilan yang
bersangkutan
7. Pasal 126 HIR member kemungkinan untuk memanggil sekali lagi tergugat sebelum perkara diputus Hakim
8. Setelah
melakukan panggilan, jurusita harus menyerahkan relaas panggilan kepada
Hakim yang akan memeriksa perkara yang bersangkutan. Relaas itu
merupakan bukti bahwa tergugat telah dipanggil
9. Pada hari yang telah ditentukan siding pemeriksaan perkara dimulai, untuk itu dapat dikutip Bab tentang jalannya persidangan
B. Tahap Tahap Persidangan
Proses
pemeriksaan perkara di depan sidang dilakukan melalui tahap-tahap dalam
hukum, setelah hakim terlebih dahulu berusaha dan tidak berhasil
mendamaikan para pihak yang bersengketa. Tahap-tahap pemeriksaan
tersebut ialah:
1. Pembacaan gugatan.
2. Jawaban gugatan.
3. Replik penggugat.
4. Duplik tergugat.
5. Pembuktian.
6. Kesimpulan.
7. Putusan hakim.
Pada
sidang upaya perdamaian, maka inisiatif perdamaian dapat timbul dari
hakim, penggugat ataupun tergugat. Hakim harus secara aktif dan
sungguh-sungguh untuk mendamaikan para pihak. Apabila ternyata upaya damai tidak berhasil, maka sidang dapat dilanjutkan ke tahap pembacaan gugatan.
C. Pembacaan Gugatan
Pada tahap
pembacaan gugatan, maka pihak penggugat berhak meneliti ulang apakah
seluruh materi (dalil gugatan dan petitum) sudah benar dan lengkap.
Hal-hal yang tercantum dalam surat gugat itulah yang menjadi acuan
(obyek) pemeriksaan dan pemeriksaan tidak boleh keluar dari ruang lingkup yang ternuat dalam surat gugatan.
D. Jawaban Gugatan
Pada
tahap jawaban ini, pihak tergugat diberi kesempatan untuk membela diri
dan mengajukan segala kepentingannya terhadap penggugat melalui
hakim.Dalam pemeriksaan perkara dipersidangan Pengadilan Negeri
jawab-menjawab antara kedua belah pihak merupakan hal amat penting.
Namun demikian, apa yang dikemukakan oleh tergugat merupakan hal yang
lebih penting lagi, karena tergugat merupakan sasaran penggugat. Karena
itu dalam jawab-menjawab, jawaban tergugatlah yang mendapat tempat
pertama.
Pada
dasarnya tergugat tidak wajib menjawab gugatan penggugat. Tetapi jika
tergugat menjawabnya, jawaban itu dapat dilakukan secara tertulis maupun
lisan. Namun
dalam perkembangannya, jawaban diajukan oleh pihak tergugat secara
tertulis. Jawaban tergugat ini dilakukan apabila upaya perdamaian yang
dilakukan hakim tidak berhasil. Karena kedua belah pihak tetap pada
prinsip atau pendirianya, maka hakim mempersilahkan kepada Penggugat
untuk membacakan gugatannya. Setelah selesai dibacakan gugatan tersebut
hakim akan memberi kesempatan kepada Tergugat untuk menjawab atau
menangkis gugatan dari Penggugat dengan fakta-fakta yang diketahuinya
secara tertulis, biasanya hakim memberikan waktu satu minggu kepada
Tergugat supaya siap dengan jawabannya dan dibacakan pada acara sidang
berikutnya.
Adapun Jawaban tergugat dapat terdiri dari 2 macam, yaitu:
1. Jawaban yang tidak langsung mengenai pokok perkara, yang disebut dengan tangkisan atau eksepsi.
2. Jawaban
yang langsung mengenai pokok perkara (verweer ten principale). Jawaban
mengenai pokok perkara dapat dibagi lagi atas dua kategori, yaitu:
v Jawaban
tergugat berupa pengakuan, Pengakuan berarti membenarkan isi gugatan
penggugat, baik sebagian maupuan seluruhnya. Pengakuan merupakan jawaban
yang membenarkan isi gugatan.
v Jawaban
tergugat berupa bantahan, Bila tergugat membantah, maka pihak penggugat
harus membuktikannya. Bantahan (verweer) pada dasarnya bertujuan agar
gugatan penggugat ditolak.
Terkait
tangkisan atau eksepsi, bisa juga berarti pembelaan (plea) yang
diajukan tergugat terhadap materi pokok gugatan penggugat. Tujuan pokok
pengajuan eksepsi, yaitu agar pengadilan mengakhiri proses pemeriksaan
tanpa lebih lanjut memeriksa pokok perkara. Pengakhiran yang diminta
melalui eksepsi bertujuan agar pengadilan menjatuhkan putusan negative,
yang menyatakan gugatan tidak dapat diterima dan berdasarkan putusan
negative itu, pemeriksaan perkara diakhiri tanpa menyinggung
penyelesaian materi pokok perkara.
Menurut ilmu pengetahuan hukum acara perdata, tangkisan atau eksepsi dibedakan menjadi tiga macam, yaitu:
1. Eksepsi
tolak (declinatoir exceptie, declinatory exception) yaitu eksepsi yang
bersifat menolak, supaya pemeriksaan perkara jangan diteruskan. Termasuk
jenis ini ialah eksepsi tidak berwenang memeriksa gugatan, eksepsi
batalnya gugatan, eksepsi perkara telah pernah diputus, eksepsi
penggugat tidak berhak mengajukan gugatan, eksepsi tidak mungkin naik
banding.
2. Eksepsi
tunda (dilatoir exceptie, dilatory exception) yaitu eksepsi yang
bersifat menunda diteruskannya perkara. Termasuk jenis ini adalah
eksepsi karena ada penundaan pembayaran dari penggugat sehingga tuntutan
penggugat belum bisa dikabulkan.
3. Eksepsi
halang (peremptoir exceptie, peremptory exception) yaitu eksepsi yang
bersifat menghalangi dikabulkannya gugatan penggugat, tetapi telah
mendekati pokok perkara. Termasuk jenis ini eksepsi tentang lampau
waktu, eksepsi tentang penghapusan hutang.
Eksepsi
tolak juga eksepsi prosesuil, karena didasarkan pada ketentuan Hukum
Acara Perdata. Tergugat memberikan jawaban yang berupa eksepsi prosesuil
untuk menangkis supaya pokok perkara tidak diperiksa karena bukan
wewenang hakim atau karena tidak diperkenankan menurut ketentuan Hukum
Acara Perdata yang berlaku. Eksepsi tunda dan eksepsi halang disebut
juga eksepsi materiel,
karena didasarkan pada ketentuan hukum materiel, yaitu hukum perdata.
Tergugat memberikan jawaban yang berupa eksepsi materiel untuk menangkis
supaya pokok perkara tidak diperiksa atau diteruskan karena
bertentangan dengan ketentuan hukum perdata.
Akibat
hukum daripada adanya jawaban ialah bahwa seperti yang telah
diketengahkan dimuka, penggugat tidak diperkenankan mencabut gugatannya,
kecuali dengan persetujuaan tergugat, kecuali itu tidak diperkenankan
mengajukan eksepsi serta kesempatan untuk mengajukan rekonvensi
tertutup.
Selain
eksepsi, tergugat juga diperbolehkan mengajukan gugat balik terhadap
penggugat. Dalam gugatan yang kedua ini, yang terpisah dari gugatan yang
pertama, tergugat berkedudukan sebagai penggugat, sedang penggugat
berkedudukan sebagai tergugat. Akan tetapi dalam acara gugatan antara
penggugat dengan tergugat (gugat konvensi) tergugat dapat menggugat
kembali pihak penggugat yang tidak merupakan acara yang terpisah dari
gugatan yang pertama. Gugatan dari pihak tergugat ini disebut gugat
balik atau gugat rekonvensi. Penggugat dalam gugatan pertama atau gugat
konvensi, disebut sebagai penggugat dalam konvensi/tergugat dalam
rekonvensi, sedang tergugat disebut sebagai tergugat dalam
konvensi/penggugat dalam rekonvensi.
Gugat
rekovensi adalah gugatan yang diajukan oleh tergugat terhadap penggugat
dalam sengketa yang sedang berjalan antara mereka atau disebut juga
gugatan balasan, gugatan balik. Tidak berarti meskipun tergugat membalas
gugatan, lalu ada 2 perkara yang terpisah. Dalam gugatan tersebut
berisi :
v Ada pihak penggugat dan pihak tergugat
v Penggugat dalam konvensi dan tergugat dalam konvensi.
Sedangkan dalam gugatan Rekonvensi itu :
v Penggugat menjadi tergugat, disebut : Tergugat dalam rekonvensi
v Tergugat menjadi penggugat, disebut : Penggugat dalam Rekonvensi.
Jadi
kedua perkara terserbut diperiksa dan diputus sekaligus dalam satu
putusan. Dan masing-masing pihak akan berusaha membuktikan kebenaran
masing-masing dalil gugatannya disertai tuntutan (petitum) masing-masing
pihak.
Menurut
ketentuan pasal 132 a H.I.R – 157 R.Bg. terhadap setiap gugatan,
tergugat dapat mengajukan rekonvensi kecuali dalam tiga hal, yaitu:
1. Rekonvensi
tidak boleh diajukan apabila penggugat bertindak dalam suatu kwalitas,
sedangkan rekonvensi ditujukan kepada diri penggugat peribadi dan
sebaliknya. Misalnya, penggugat Albert dala kwalitas sebagai Direktur
P.T. Musi Jaya Plantation mengajukan gugatan terhadap tergugat Bidin.
Kemudian tergugat Bidin menjawab dengan mengajukan rekonvensi kepada
Albert pribadi. Rekonvensi semacam ini tidak diperbolehkan dan hakim
akan menolaknya, karena Albert itu bukan sebagai pribadi, melainkan
Direktur P.T. Musi Jaya Plantation.
2. Rekonvensi
tidak boleh diajukan apabila Pengadilan Negeri yang memeriksa gugatan
tidak berwenang memeriksa gugatan rekonvensi. Misalnya penggugat Asnam
(bekas suami beragama Islam) mengajukan gugatan terhadap tergugat
Buntari (bekas isteri yang beragama Islam) mengenai pembagian harta yang
dikuasainya. Kemudian tergugat Buntari mengajukan jawaban beserta
rekonvensi kepada penggugat soal nafkah yang belum dipenuhinya. Disini
persoalan nafkah termasuk wewenang Pengadilan Agama. Rekonvensi semacam
ini akan ditolak oleh haki (kompetensi absolut).
3. Rekonvensi
tidak boleh diajukan apabila mengenai perkara tentang pelaksanaan
putusan hakim . dalam soal pelaksanaan putusan hakim, tidak ada lagi
menyangkut penetapan hak karena perkaranya sudah diputus dan tinggal
lagi pelaksanaan hak yang telah ditetapkan dala putusan itu. Sedangkan
rekonvensi itu masih menyangkut penetapan hak, rekonvensi semacam ini
harus ditolak. Misalnya, hami memerintahkan tergugat yang dinyatakan
kalah supaya melaksanakan putusan yaitu menyerahkan sebidang sawah
kepada penggugat. Kemudian tergugat mengajukan rekonvensi supaya
penggugat membayar hutangnya yang dijamin dengan sawah tersebut. Hakim
akan menolak rekonvensi ini.
Gugatan
konvensi dan rekonvensi diselesaikan sekaligus dan diputus dalam satu
surat putusan. Tetapi apabila hakim berpendapat bahwa perkara yang satu
(konvensi) dapat diperiksa lebih dulu, maka hakim dapat memisahkan
gugatan konvensi dan rekonvensi itu. Jika perkara itu dipisah, maka
kedua perkata tersebut tetap diperiksa oleh hakim yang sama
E. Replik Penggugat
Replik
berasal dari dua kata yaitu re (kembali) dan pliek (menjawab), jadi
replik berarti kembali menjawab. Replik adalah jawaban balasan atas
jawaban tergugat dalam perkara perdata (JTC Simoramgkir,cs 1980 :148).
Replik harus disesuaikan dengan kualitas dan kuantitas jawaban tergugat.
Oleh karena itu, replik adalah respons Penggugat atas jawaban yang
diajukan tergugat. Bahkan tidak tertutup kemungkinan membuka peluang
kepada penggugat untuk mengajukan rereplik. Replik Penggugat ini dapat
berisi pembenaran terhadap jawaban Tergugat atau boleh jadi penggugat
menambah keterangannya dengan tujuan untuk memperjelas dalil yang
diajukan penggugat dalam gugatannya.
Sebagaimana
halnya jawaban, maka replik juga tidak di atur di dalam H.I.R/R.Bg,
akan tetapi dalam pasal 142 reglemen acara perdata, replik biasanya
berisi dalil-dalil atau hak-hak tambahan untuk menguatkan dalil-dalil
gugatan penggugat. Penggugat dalam replik ini dapat mengemukakan sumber
sumber kepustakaan, pendapat pendapat para ahli, doktrin, kebiasaan, dan
sebagainya. Peranan yurisprudensi sangat penting dalam replik, mengigat
kedudukanya adalah salah satu dari sumber hukum. Untuk menyusun replik
biasanya cukup dengan mengikuti poin-poin jawaban tergugat.
Pada
tahap replik, penggugat dapat menegaskan kembali gugatannya yang
disangkal oleh tergugat dan juga mempertahankan penggugat melaui hakim. Replik yaitu
jawaban penggugat baik terulis maupun lisan terhadap jawaban tergugat
atas gugatannya. Replik diajukan penggugat untuk meneguhkan gugatannya,
dengan mematahkan alasan-alasan penolakan yang dikemukakan tergugat
dalam jawabannya. Replik merupakan lanjutan dari pemeriksaan perkara
perdata dipengadilan negeri setelah tergugat mengajukan jawaban.
Replik
merupakan tahapan persidangan yang diberikan kepada Penggugat dimana
Penggugat diberi kesempatan untuk mengajukan pembelaan hak perdatanya
atas sanggahan yang diberikan Tergugat berupa tanggapannya atas Jawaban
yang diberikan Tergugat .Replik tidak diatur dalam HIR namun diatur
dalam pasal 142 Rv (Reglement op Rechtsverordering).
Dalam
Replik biasanya akan dimasukkan dalil-dalil yang merupakan sanggahan
atau penolakan atas sebagian atau seluruh dalil-dalil Tergugat yang
dikemukakan dalam jawabannya. Bila dalam jawaban ada dalil-dalil yang
bertolak belakang dengan dalil Penggugat dalam gugatannya maka pada
tahap replik penggugat akan berusaha memperkuat dalil yang telah
dikemukakan tersebut dengan menambahkan pendapat doktrin atau
Yurisprudensi yang berkaitan erat dengan dalil yang telah dibantah
tergugat tersebut. Sehingga kadang-kadang untuk semakin memperkuat dalil
tersebut juga ditambahakan bukti baru yang menambah kejelasan akan
dalil yang telah dikemukakan dalam gugatan semula.
Dalam
replik juga dikemukakan dalil baru yang belum pernah dinyatakan dalam
gugatan. Dalil baru tersebut biasanya merupakan dalil yang berdiri
sendiri tetapi posisinya tetap akan semakin memperkuat dalil-dalil
gugatan secara keseluruhan sebagaimana yang dikemukakan dalam gugatan
semula. Dengan demikian dapat dikatakan dalil-dalail yang dikemukakan
penggugat dalam repliknya merupakan dalil-dalil yang membatah
dalil-dalil tergugat dalam jawabannya juga sekaligus semakin mempertegas
dan memperkokoh dalil-dalil yang telah dikemukakan dalam gugatan
semula. Bila ada eksepsi yang dikemukakan tergugat dalam jawabannya maka
penggugat pada repliknya harus memberikan tanggapannya yang cecara
keseluruhan berisi dalil-dalil yang mematahkan eksepsi yang dikemukakan
tergugat tersebut.
Demikian
pula bila ada eksepsi-eksepsi lain maka penggugat dalam repliknya harus
memberikan tanggapan atas eksepsi tersebut apakah membenarkan atau
menolaknya. Demikian pula pada bagian pokok perkara dalam replik maka
ada klausul yang harus dimuat disana.
Pertama
adalah menyatakan bila pada bagian eksepsi yang berisi sanggahan atau
penolakan atas dalil eksepsi tergugat merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari pokok perkaranya tersebut. Hal ini penting dinyatakan
karena hampir sebagian besar eksepsi merupakan eksepsi yang termasuk
dalam pokok perkara sehingga harus diperiksa dan diputus bersama-sama
dalam pokok perkara pada putusan akhir.
Kedua,
klausul yang berisi penolakan atas sebagian atau seluruhnya dari
dalil-dalil yang dikemukakan oleh tergugat dalam jawabannya dan
menyatakan diakui bila ada pengakuan sepanjang memang diakui oleh
penggugat. Kmeudian penggugat harus menetukan sikap dan kejelasan pokok
masalahnya atas setiap dalil-dalil yang dikemukakan oleh tergugat satu
demi satu. Penolakan itu harus dimuat dalam repliknya satu demi satu.
Bila ternyata dalil-dalil dalam jawaban tersebut mempunyai kesamaan maka
penggugat dalam menanggapinya bisa memasukan penolakannya tersebut
dalam suatu kesatuan. Bila dalam jawaban tergugat mengajukan eksepsi
maka petitum dari replik juga mengalami pergeseran bentuk yang tidak
sama dengan petitum dalam gugatan dan petitum dalam jawaban sepanjang
mengenai eksepsinya.
F. Duplik Penggugat
Setelah penggugat mengajukan replik, tahapan pemeriksaan selanjutnya adalah duplik,
yaitu jawaban tergugat terhadap replik yang diajukan penggugat. Sama
dengan replik, duplik ini pun dapat diajukan tertulis maupun lisan.
Duplik diajukan tergugat untuk meneguhkan jawabannya yang lazimnya
berisi penolakan terhadap gugatan penggugat.
Duplik
adalah jawaban tergugat atas replik yang diajukan penggugat. Tergugat
dalam dupliknya mungkin membenarkan dalil yang diajukan penggugat dalam
repliknya dan tidak pula tertutup kemungkinan tergugat mengemukakan
dalil baru yang dapat meneguhkan sanggahannya atas replik yang diajukan
penggugat. Tahapan replik dan duplik dapat saja diulangi sampai terdapat
titik temu antara penggugat dengan tergugat atau dapat disimpulkan
titik sengketa antara penggugat dan tergugat, atau tidak tertutup
kemungkinan hakimlah yang menutup kemungkinan dibukanya kembali proses
jawab-menjawab ini, apabila majelis hakim menilai, bahwa replik yang
diajukan penggugat dengan duplik yang diajukan tergugat hanya
mengulang-ulang dalil yang telah pernah dikemukakan di depan sidang.
Tergugat selalu mempunyai hak bicara terakhir. Pertanyaan hakim kepada
pihak hendaklah terarah, hanya menanyakan yang relevant dengan hukum.
Begitu juga replik-duplik dari pihak. Semua jawaban atau pertanyaan dari
pihak ataupun dari hakim, harus melalui izin dari ketua majlis.
Pertanyaan
dari hakim kepada pihak, yang bersifat umum arahnya sidang, selalu oleh
hakim ketua majlis. Bilamana pihak-pihak dan hakim tahu dan mengerti
jawaban atau pertanyaan mana yang terarah dan relevant dengan hukum,
tentunya proses perkara akan cepat, singkat dan tepat
Pada
tahap duplik, maka tergugat dapat mejelaskan kembali jawabannya yang
disangkal oleh penggugat.replik dan duplik dapat diulang-ulang sehingga
hakim memandang cukup untuk itu yang kemudian dilanjutkan dengan
pembuktian. Duplik merupakan tahapan yang dimiliki tergugat. Bila perlu
dalil tersebut sekaligus juga harus dapat mematahkan atau setidaknya
melemahkan dalil yang dikemukakan penggugat dalam repliknya.
Kemudian
dalam pokok perkara sama dengan replik ada dua klausul yang harus
dimuat. Pertama, berisi pernyataan agar dalil-dalil yang dikemukakan
pada bagian eksepsi dianggap merupakan bagian yang tidak terpisahkan
dari pokok perkaranya. Kedua, merupakan pernyatan yang menolak
dalil-dali penggugat secara keseluruhan, kecuali memang ada dalil yang
diakui olehnya.
Kemudian dalil-dalil pada replik harus satu demi satu dibantah/ditolak atau mungkin diakui oleh tergugat. Sedang
bentuk petitumnya memakai model yang sama dengan replik namun isinya
tentunya harus bertentangan dengan apa yang dikemukakan pada replik
tersebut.
G. Pembuktian
Atas gugatan Penggugat/permohonan Pemohon, Tergugat/Termohon mempunyai hak untuk menjawab yang tertuang dalam Jawaban Tergugat/Termohon
baik dalam bentuk lisan atau tulisan. Atas jawaban tersebut,
Penggugat/Pemohon mempunyai hak untuk menanggapinya dalam Replik. Atas Replik tersebut, Tergugat/Termohon juga mempunyai hak untuk menanggapinya dalam Duplik. Apabila masih dimungkinkan untuk ditanggapi kembali, maka Penggugat/Pemohon dapat menuangkannya dalam Rereplik. Atas Rereplik tersebut, Tergugat/Termohon dapat menanggapinya dalam Reduplik.
Setelah ini, acara jawab-menjawab dianggap selesai dan acara
dilanjutkan ke tahap pembuktian. Jika setelah penyampaian Duplik oleh
Tergugat/Termohon, tidak ada tanggapan lagi dari Penggugat/Pemohon, maka
acara jawab-menjawab dianggap telah selesai dan pemeriksaan dilanjutkan
ke tahap berikutnya yaitu pembuktian.
Apabila
acara jawab-menjawab antara penggugat dan tergugat sudah cukup, dimana
duduk perkara perdata yang diperiksa sudah jelas semuanya, tahapan
pemeriksaan selanjutnya adalah pembuktian.
Pada
tahap pembuktian, maka penggugat mengajukan semua alat-alat bukti untuk
mendukung dalil-dalil gugat. Demikian pula penggugat juga mengajukan
alat-alat bukti untuk mendukung jawabannya (sanggahannya). Masing-masing
pihak berhak menilai alat bukti pihak lawannya. Setelah proses
jawab-menjawab (gugatan, jawaban, replik, duplik) sidang perkara perdata
dilanjutkan dengan pembuktian (apabila dianggap perlu dapat pula
dilakukan pemeriksaan setempat serta pemeriksaan ahli).
No comments:
Post a Comment