Zakat Konsumtif Dan Zakat Produktif
Pendahuluan
supaya
senantiasa dalam keadaan fitrah. Kedua, zakat itu juga berfungsi
sebagai dana masyarakat yang dimanfaatkan untuk kepentingan sosial guna
mengurangi Zakat adalah ibadah maliyah ijtima’iyah (Ibadah yang
berkaitan dengan ekonomi keuangan kemasyarakatan) dan merupakan salah
satu dari lima rukun islam yang mempunyai status dan fungsi yang penting
dalam syariat islam. Perlu diingat bahwa zakat itu mempunyai dua
fungsi. Pertama adalah untuk membersihkan harta benda dan jiwa manusia
kemiskinan.
Pada
umumnya zakat yang diberikan kepada mereka bersifat konsumtif yaitu
untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Namun kurang membantu mereka untuk
jangka panjang. Karena uang atau kebutuhan sehari-hari yang diberikan
akan segera habis dan mereka akan kembali hidup dalam keadaan fakir dan
miskin. Banyak sekali pendapat bahwa zakat yang dikeluarkan kepada orang
golongan ini dapat bersifat produktif yaitu untuk menambah atau sebagai
modal usaha mereka.
Oleh
karena itu untuk memberikan zakat yang bersifat konsumtif harus melalui
syarat yang mana mampu melakukan pembinaan dan pendampingan pada
mustahiq agar usahanya dapat berjalan dengan baik. Disamping melakukan
pembinaan dan pendampingan kepada para mustahiq dalam kegiatan usahanya,
juga harus memberikan pembinaan ruhani dan intelektual keagamaannya,
agar semakin meningkat keimanan dan keislamannya.
Pembahasan
A. Zakat Konsumtif dan Zakat Produktif
1. Zakat Sebagai Sumber Dana Tetap yang Potensial
Zakat
bisa menjadi sumber dana tetap yang potensial yang dapat dimanfaatkan
untuk meningkatkan kesejahteraan hidup umat manusia, terutama golongan
fakir miskin, sehingga mereka bisa hidup layak secara mandiri tanpa
menggantungkan nasibnya atas belas kasihan orang lain. Hal ini sejalan
dengan hikmah diwajibkannya zakat sebagai umat islam yang mampu, yang
antara lain adalah sebagai berikut:
a.
Untuk membersihkan/menyucikan jiwa si muzakki (orang yang mengeluarkan
zakat) dari sifat-sifat tercela seperti kikir, sangat mementingkan diri
sendiri (individualisme) dan sebagainya.
b.
Untuk membersihkan harta bendanya dari kemungkinan bercampur dengan
harta benda yang tidak 100% halal. Misalnya ‘syubhat’ atau diperoleh
kurang wajar. Misalnya seorang dosen menerima honorarium mengajar untuk
12 bulan, sebenarnya hanya mengajar 6 bulan. Perhatikan firman Allah
SWT. dalam Surat Al-Taubah ayat 103:
Artinya: “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan….”(QS. At-Taubah: 103)
c.
Untuk mencegah berputarnya harta kekayaan berada di tangan orang kaya
saja, demi mewujudkan pemerataan pendapatan dan kesejahteraan rakyat.
d. Untuk memenuhi kepentingan umum, seperti jembatan dan untuk kepentingan agama seperti masjid/musholla dan sebagainya.
e. Untuk meningkatkan kualitas hidup/kesejahteraan manusia.
2. Penggunaan Zakat Konsumtif dan Produktif
Menurut
Dawam Raharjo dkk. dalam bukunya “Islam dan Kemiskinan” mengatakan:
“Dalam gagasan strategi yang baru, yang disebut Basic Strategy timbul
gagasan untuk melakukan sesuatu yang disebut “pengalihan konsumtif”
(transfer of consumption), “pengalihan pendapatan” (transfer of income),
“pengalihan kekayaan” (transfer of wealth), “pengalihan investasi”
(transfer of invest) ataupun “pembagian kembali kekuasaan”
(redistribution of powers). Maksudnya adalah bahwa hendaknya
program-program pembangunan itu ditujukan dan dapat diambil manfaatnya
secara langsung oleh golongan yang paling miskin dan paling lemah.
Imam
Nawawi berkata dalam Kitab Al-Majmu’: “Masalah kedua adalah dalam
menentukan bagian zakat untuk orang fakir dan miskin. Sahabat-sahabat
kami orang-orang Irak dan Khurasan telah berkata: Apa yang diberikan
kepada orang fakir dan miskin, hendaklah dapat mengeluarkan mereka dari
lembah kemiskinan kepada taraf hidup yang layak. Ini berarti ia mesti
menerima sejumlah barang atau uang tunai yang dapat memenuhi semua
kebutuhannya”.
Untuk
melepaskan mereka dari kemiskinan dan ketergantungan mereka dengan
bantuan orang lain. Untuk itu perlunya penggunaan zakat produktif
tradisional dan zakat produktif kreatif. Sebenarnya berdasarkan
pengamatan dan bacaan kepustakaan dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa
pemanfaatan zakat ada empat kategori. Selain zakat produktif tradisional
dan kreatif, ada juga zakat konsumtif tradisional dan kreatif. Akan
tetapi zakat konsumtif tradisional sifatnya dalam kategori ini zakat
dibagikan kepada orang yang berhak menerimanya untuk dimanfaatkan
langsung oleh yang bersangkutan seperti zakat fitrah yang diberikan
kepada fakir miskin untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, atau zakat
harta yang diberikan kepada korban bencana alam. Kategori kedua adalah
zakat konsumtif kreatif. Maksudnya adalah zakat yang diwujudkan dalam
bentuk lain dari barangnya semula seperti misalnya diwujudkan dalam
bentuk alat sekolah, beasiswa dan lain-lain. Adapun zakat produktif
tradisional dan kreatif, guna untuk melepaskan fakir miskin kepada taraf
hidup yang layak dan dapat memenuhi semua kebutuhannya, yaitu kategori
ketiga, zakat produktif tradisional adalah zakat yang diberikan dalam
bentuk barang-barang produktif. Misalnya kambing, sapi, mesin jahit,
alat-alat pertukaran dan sebagainya. Pemberian zakat dalam bentuk ini
akan dapat mendorong orang menciptakan suatu usaha atau memberikan
lapangan kerja bagi fakir miskin.
Selanjutnya
yaitu kategori terakhir, zakat produktif kreatif. Ke dalam bentuk ini
dimaksudkan semua pendayagunaan zakat yang diwujudkan dalam bentuk modal
yang dapat dipergunakan, biak untuk membangun suatu proyek sosial
maupun untuk membantu atau menambah modal seseorang pedagang atau
pengusaha kecil. Penggunaan kategori ketiga dan keempat ini perlu
dikembangkan karena pendayagunaan zakat yang demikian mendekati hakikat
zakat, baik yang terkandung dalam fungsinya, sebagai ibadah dalam
kedudukannya sebagai dana masyarakat.
Akan
tetapi diisyaratkan bahwa yang memberikan zakat yang bersifat produktif
adalah yang mampu melakukan pembinaan dan pendampingan kepada para
mustahiq zakat dalam kegiatan usahanya. Juga harus memberikan pembinaan
rohani dan intelektual keagamaannya agar semakin meningkat kualitas
keimanann dan keislamannya.
Bahtsul
Masail Diniyah Maudhuiyyah atau pembahasan masalah keagamaan penting
dalam muktamar ke-28 Nahdlatul Ulama, memberikan arahan bahwa dua hal di
atas diperbolehkan dengan maksud untuk meningkatkan kehidupan ekonomi
para mustahiq zakat. Namun ada persyaratan penting bahwa calon mustahiq
itu sendiri sebelumnya harus mengetahui bahwa harta zakat yang
seandainya mereka terima akan disalurkan secara produktif atau
didayagunakan dan mereka memberi izin atas penyaluran zakat dengan cara
seperti itu.
3. Langkah-langkah Pendistribusian Zakat
Adapun langkah-langkah pendistribusian zakat produktif tersebut berupa sebagai berikut:
a. Pendataan yang akurat sehingga yang menerima benar-benar orang yang tepat.
b.
Pengelompokkan peserta ke dalam kelompok kecil, homogen baik dari sisi
gender, pendidikan, ekonomi dan usia dan kemudian dipilih ketua
kelompok, diberi pembimbing dan pelatih.
c.
Pemberian pelatihan dasar, pada pendidikan dalam pelatihan harus
berfokus untuk melahirkan pembuatan usaha produktif, manajemen usaha,
pengelolaan keuangan usaha dan lain-lain. Pad pelatihan ini juga diberi
penguatan secara agama sehingga melahirkan anggota yang berkarakter dan
bertanggung jawab.
d.
Pemberian dana, dana diberikan setelah materi tercapai, dan peserta
dirasa telah dapat menerima materi dengan baik. Usaha yang telah
direncanakan pun dapat diambil. Anggota akan dibimbing oleh pembimbing
dan mentor secara intensif sampai anggota tersebut mandiri untuk
menjalankan usaha sendiri.
Kesimpulan
Dari
uraian yang telah dikemukakan di atas, dapat disimpulkan sebagai
berikut: Bahwa untuk melepaskan dari kemiskinan dan ketergantungan,
orang yang tidak mampu (miskin) dengan bantuan orang lain, yaitu
perlunya penggunaan zakat secara produktif untuk meningkatkan kehidupan
mereka, dan agar mereka mampu mandiri dan mencukupi kebutuhan pokok
hidupnya dalam jangka panjang juga terlepas dari kemiskinan. Dan dalam
melaksanakan zakat yang bersifat produktif perlu adanya kapasitas lebih
dari pengelola zakat untuk mengimplementasikan konsep pemberdayaan ini,
baik dari segi sumber daya manusia (SDM) maupun infaq yang dimilikinya.
No comments:
Post a Comment